Rabu, 05 Februari 2014

Kelompok Oposisi Melecehkan Konferensi Asia Afrika



Kelompok Oposisi Melecehkan Konferensi Asia Afrika

Perilaku politik para politisi pada zaman Demokrasi Liberal pada 1950-an memang tak jauh berbeda dengan kelompok liberal saat ini. Mereka tidak memiliki batas mana yang pantas dikritik dan mana yang tidak. Semua yang dilakukan oleh pemerintah selalu disalahkan, tidak peduli yang dilaksanakan itu sebuah gagasan yang besar dan mulia. Terbukti, ketika Pemerintah Indonesia di bawah pimpinan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dari PNI menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika (KAA), yang merupakan amanat dari negara-negara Dunia Ketiga yang sudah merdeka maupun masih terjajah, untuk bersama-sama menegakkan eksistensinya.

Perhelatan akbar itu didukung oleh negarawan besar seperti Soekarno, Jawaharlal Nehru, Uthan, Gamal Abdel Nasser, Nkrumah, termasuk Chou En Lai. Anehnya, gerakan politik pemebebasan itu dianggap oleh kelompok Masyumi dan PSI hanya sebagai bentuk megalomania Soekarno, sehingga dalam siaran medianya Masyumi menyebutnya sebagai Konferensi Apa-Apaan (KAA).

Berbeda dengan NU, walaupun banyak kritik terhadap kabinet yang didominasi PNI itu, tetapi NU sangat gigih mendukung Konferensi sebagai usaha memerdekakan semua bangsa ini. Bahkan kemudian mengembangkan secara lebih spesifik dengan menyelenggarakan Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) yang dipimpin oleh Ahmad Syaichu pada April 1965 silam di Bandung, yang kemudian melahirkan Organisasi Islam Asia Afrika (OIAA).

Konferensi ini merupakan konferensi terbesar pertama yang dilakukan dan dihadiri oleh pemimpin dunia kulit berwarna, sejak dari jajaran presiden, raja sampai perdana menteri. Konferensi ini ingin menegaskan kemandirian negara-negara yang baru merdeka, dan membebaskan negara yang masih terjajah. Suasana makain heroik ketika secara sepontan antusiasme rakyat bangkit yang menyambut kedatangan para delegasi yang berjajar sepanjang perjalanan Jakarta Bandung. Karena itu, gerakan ini sangat merisaukan negara penjajah, baik Belanda maupun Amerika Serikat.

Sementara itu, Sukiman dari Partai Masyumi malah menyeret Indonesia ke dalam blok Amerika dengan menadatangani perjanjian rahasia Mutual Security Act (MSA) tahun 1952, yang hanya bertujuan memperoleh pinjaman uang. Ketika skandal ini terbongkar kabinet Sukiman jatuh. Karena itu, Masyumi sinis terhadap pelaksanaan Konferensi. Baru setelah itu gerakan kemandirian dilanjutkan lagi dengan mengadakan Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955, yang kemudian melahirkan komitmen besar yaitu Dasa sila Bandung yang merupakan landasan bagi negara dunia ketiga untuk mempertahankan eksistensinya. Dengan diselenggarakan konferensi serta hasilnya yang bersejarah itu, Indonesia dikenal dunia internasional hingga sekarang. []

(mdz)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar