Jumat, 10 Agustus 2012

(Ponpes of the Day) Ponpes Manba'ul Falah, Pekalongan - Jawa Tengah

Ponpes Manba’ul Falah Pekalongan





Pesantren Spesialis Ilmu Nahwu


Di kawasan pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) Perkembangan Agama Islam telah dimulai sejak mendaratnya para Gujarat di kawasan pesisir di samping untuk berdagang juga sekaligus menyebarkan agama Islam. Hal ini ditandai dengan munculnya sembilan wali atau Walisongo sebagai juru penyebar agama Islam yang kebanyakan di daerah pesisir Pantai Utara Jawa seperti Surabaya, Gresik, Lamongan, Tuban, Kudus, Demak dan Cirebon. Maka tak mengherankan, jika perkembangan Islam di daerah pesisir lebih menonjol dibanding di kawasan pedalaman pulau Jawa.



Salah satu kawasan pesisir pantura yang mengalami perkembangan pesat agama Islamnya ialah Pekalongan. Julukan Pekalongan sebagai Kota Santri ternyata tidak hanya di slogan saja, akan tetapi betul betul diwujudkan dalam amaliyah sehari-hari di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pondok pesantren di tengah-tengah masyarakat industri batik yang telah masyhur hingga manca negara ini.


Salah satu pesantren yang kini sedang berkembang seiring dengan laju perkembangan zaman ialah Pondok Pesantren Putra Putri Manba’ul Falah yang beralamat di Sampangan V/27 Pekalongan. Di pesantren ini para santri yang lebih didominasi dari luar jawa diajarkan berbagai disiplin ilmu mulai dari dasar hingga yang paling tinggi. Sehingga para santri memperoleh bekal yang cukup dalam ilmu agama yang nantinya dapat diamalkan setelah terjun di tengah-tengah masyarakat.


Menurut KH. Hasanuddin Subki Masyhadi Pengasuh PP. Manba’ul Falah, berdirinya pesantren ini karena atas dorongan dan amanat dari gurunya ketika dirinya belajar di pondok pesantren, yakni KH. Ahmad Romli Jepara dan KH. Ahmad Dimyati Rois ketika dirinya nyantri di PP. Kaliwungu Kendal. Dorongan yang begitu kuat, meski dirinya merasa belum cukup ilmunya. Akan tetapi, karena ini merupakan pesan dan amanat dari gurunya baik ketika nyantri di Kaliwungu Kendal maupun di Kajen Margoyoso Pati, maka dengan diniati khidmah kepada gurunya serta dorongan dari abahnya, Ustadz Hasanuddin dibantu ayahandanya yang telah lebih dahulu mendirikan pesantren, memulainya dengan mengaji kitab Al Muwatto’.


Semula hanya ada dua santri


Ketika Ustadz Hasanuddin memulai kegiatan pesantren pada tahun 1986 dengan mengaji kitab Al Muwatto’ tidak banyak yang mengikutinya, bahkan hanya diikuti oleh dua orang santri, itupun pindahan dari pesantren lain. Pasalnya, di samping belum adanya asrama untuk santri, juga belum banyak yang tahu kalau ditempat ini ada kegiatan rutin pengajian kitab kuning. Akan tetapi seiring dengan perkembangan waktu dan tersebarnya informasi dari mulut ke mulut, semakin lama kegiatan pengajian kitab kuning semakin banyak diikuti santri yang datang dari berbagai tempat. Dan hingga kini asrama Pondok Pesantren yang berdiri kokoh di tengah pemukiman penduduk yang sangat padat, telah diisi sekitar seratus santri putra-putri yang didominasi santri asal luar jawa, seperti Lampung, Jambi, Sumatera Barat, dan Kalimantan.


Lazimnya, sebuah pesantren bangunannya berdiri di lahan yang cukup luas dengan beberapa blok bangunan yang terdiri dari rumah kiai, asrama santri, masjid hingga tempat belajar dan halaman yang cukup luas. Hal ini tidak berlaku bagi pesantren Manba’ul Falah yang lokasi pesantrennya berada di tengah-tengah kota dan dikelilingi home industri batik Pekalongan, Ustadz Hasanuddin yang masih cukup muda usianya tetap memberlakukan pola pengajarannya dengan sistem salaf, yakni tetap mengajarkan kitab kitab kuning yang menjadi rujukan utama para ulama ahlus sunnah wal jama’ah untuk mengambil rujukan dalam mengambil keputusan dengan memanfaatkan waktu utama setelah habis sholat Subuh, Dzuhur, Asar, Maghrib dan Isya’. Akan tetapi jika ada santri yang ingin belajar ilmu umum, dipersilakan untuk belajar dan menuntut ilmu di luar seperti SMU, MAN atau perguruan tinggi dengan tetap mengikuti aturan pondok.


Spesialis ilmu nahwu



Pondok Pesantren yang semula bernama Wali Sampang ini, sejak berdirinya memang mengkhususkan diri mengkaji dalam bidang ilmu alat dan fiqih dengan jenjang kajian kitab dari jurumiyah, amriti, alfiah ibnu aqil. Di samping ilmu-ilmu dasar agama lainnya, yakni ilmu fiqih. Sehingga diharapkan alumni santri Manba’ul Falah kelak dapat mengamalkan ilmu di tengah-tengah masyarakat.


Dirinya merasa tidak khawatir, meski lokasi pesantrennya berada di tengah-tengah kota, santrinya akan terjerumus ke pola hidup yang tidak sesuai dengan nafas dan ruh pesantren. Apalagi para santri memiliki kesibukan yang luar biasa, yaitu di samping kegiatan utama berupa mengaji kitab kitab klasik, juga memiliki jadwal belajar khitobah dan tilawatil qur’an, sehingga nyaris dalam keseharian waktunya habis untuk belajar dan belajar.


Untuk membantu mengajar para santri, Ustadz Hasanuddin saat ini harus dibantu oleh enam ustadz/ustadzah. Hal ini perlu dilakukan, mengingat dirinya saat ini juga mempunyai jadwal pengajian di luar yang cukup padat. Hampir dalam seminggunya, Ustadz yang beristrikan Nur Hanifah asal Surobayan, Wonopringgo Kabupaten Pekalongan ini harus menghadiri 23 majlis ta’lim yang tersebar di Kota Pekalongan dan sekitarnya.


Walhasil, kesungguhan dan ketekunan Ustadz Hasanuddin mengelola pesantren di tengah kota kini telah menuai hasil. Makin lama jumlah santri bertambah banyak, di samping dalam rangka menjalankan amanah dari gurunya, juga dirinya ingin membuktikan bahwa di tengah-tengah kota dari kepungan industri batik dan modernisasi zaman, pesantren tetap masih bisa dan bahkan dapat berkembang kegiatan pendidikan ala pesantren salaf. Meski tantangan dan hambatan ke depan semakin berat, seperti bangunan fisik yang tidak lagi mampu menampung untuk kegiatan santri dan lokasi berada di tengah pemukiman padat penduduk, Ustadz dengan 4 putra tetap yakin dan optimis pesantren yang dikelolanya akan mendapat tempat khusus bagi masyarakat yang akan haus akan ilmu ilmu agama, terutama bagi orang tua yang ingin putra putrinya agar tidak terseret dalam  kehidupan arus modernisasi yang semakin menyesatkan.



Disarikan dari DAURAH - Kantata Research Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar