Bumper-bumper besar
di tengah krisis besar
Minggu, 29 Juli 2012
Sambil mengikuti sidang kabinet yang membicarakan pertumbuhan ekonomi di Kementerian Perindustrian Jumat lalu, saya iseng-iseng mengingat di luar kepala proyek apa saja yang akan dikerjakan BUMN untuk mendukung pertumbuhan ekonomi itu.
Saya buat daftarnya
di kertas. Ternyata banyak sekali.
Tahun ini saja 15
pabrik besar harus mulai dibangun. Ketika Presiden SBY menyebut dampak krisis
ekonomi Eropa pada pertumbuhan ekonomi kita, saya pun punya tekad bulat: tidak
boleh satu pun dari 15 proyek tersebut yang batal atau ditunda.
Krisis ekonomi yang
kian berat memang mengerikan, tapi BUMN harus bisa jadi salah satu bumper bagi
ekonomi Indonesia.
Setiap pembatalan
atau penundaan proyek tersebut bukan saja membawa dampak pada penurunan
aktivitas ekonomi, tapi juga membawa dampak pskologis yang bisa membuat orang
bersikap wait and see.
Semua pihak memang
harus bertekad menjaga agar target pertumbuhan ekonomi seperti yang diinginkan
Presiden SBY di atas 6% bisa tercapai.
Lima belas pabrik
baru tersebut termasuk: (1) Oleokimia di Sumatera. Selama ini BUMN hanya
berhenti memproduksi CPO dari kelapa sawit. Tidak berani masuk ke hilir.
Akibatnya, nilai
tambah dari kelapa sawit tidak dinikmati di dalam negeri. Karena itu tiga bulan
lalu saya memutuskan agar PTPN berani membangun industri oleokimia skala di
atas satu juta ton setahun. Akhir tahun ini juga sudah harus dimulai. Inilah
pabrik oleokimia pertama yang akan dimiliki BUMN.
Perhutani harus
membangun (2) pabrik gondorukem yang besar di Pemalang, Jawa Tengah. Hutan
pinus yang luas milik Perhutani di Jateng harus mempunyai nilai tambah bagi
Indonesia.
Pohon-pohon pinus itu
bisa dideres, getahnya menjadi gondorukem. Gondorukem diolah menjadi derivatif
yang merupakan bahan cat, parfum, campuran kertas, bahan tinta, bahan campuran
untuk ban mobil, dan sebagainya.
Yang lebih penting,
dengan berdirinya pabrik itu ada 10.000 lapangan kerja baru. Diperlukan banyak
sekali getah pinus yang hanya bisa didapat kalau ada 10.000 tenaga penderes.
Sebuah lapangan kerja yang besar untuk pedesaan di sekitar Pemalang.
Inilah, seperti
dikemukakan CEO Perhutani Bambang Sukmanantio, pabrik pertama gondorukem milik
Perhutani sendiri.
Mendadak jajaran BUMN
kini juga berpikir bagaimana agar tanah-tanah Perhutani dan PTPN bisa
dimanfaatkan untuk menanam tempe, eh, kedelai secara besar-besaran. Terutama di
kebun yang tanamannya masih belum berumur tiga tahun. Di sela-selanya tentu
bisa dimanfaatkan untuk bahan baku tahu, tempe, dan tauco.
Semula soal ini
sebenarnya baru akan kami bicarakan tahun depan. Yakni setelah tiga prioritas
BUMN pangan tahun ini bisa menggelinding di lapangan: membantu menaikkan
produksi beras, gula, dan ternak. Tapi dengan datangnya krisis kedelai di dunia
yang begitu menggemparkan, pemikiran ini harus dimajukan.
Tentu kami masih akan
melihat dulu kemampuan internal BUMN. Terutama apakah kalau melebar ke soal
tahu-tempe, program utama beras, gula, dan ternak tidak akan terganggu.
Memang ada puluhan
ribu hektar tanah di Perhutani dan PTPN yang bisa dimanfaatkan untuk kedelai
atau jagung. Selama ini secara kecil-kecilan sebenarnya juga sudah mulai
dicoba. Tapi untuk dijadikan skala raksasa memerlukan infrastruktur dan
kapasitas yang baru.
Semen Indonesia (yang
membawahi Semen Gresik, Semen Padang, dan Semen Tonasa) juga harus membangun
(3) pabrik semen yang baru di Padang. Memang perluasan pabrik semen di Tuban
dengan kapasitas tiga juta ton per tahun baru saja rampung. Bahkan perluasan
pabrik Semen Tonasa belum selesai. Namun perluasan pabrik Semen Padang harus
dimulai tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi
seperti yang digariskan Presiden SBY akan sulit tercapai tanpa meningkatkan
kapasitas pabrik semen. Karena itu PT Semen Indonesia (nama baru holding PT
Semen Gresik nanti) harus mulai juga membangun (4) pabrik semen baru di
Rembang.
PT Semen Indonesia
memiliki kemampuan dan kapasitas yang besar. Proyek-proyek baru itu memang bisa
membuat nafas ‘termehek-mehek’, tapi manajemen PT Semen Indonesia sudah
terbukti sangat andal.
Mampu lari marathon
plus halang-rintang. Manajemen di bawah CEO Dwi Soetjipto terbukti telah
menjadikannya perusahaan semen terbesar di Asia Tenggara.
PT Semen Indonesia
Sudah mengalahkan raja Asia Tenggara, Siam Semen Thailand, dan semua pabrik
semen di 10 negara lainnya.
Tentu tersedianya
semen yang cukup sangat membantu pertumbuhan ekonomi. Karena itu pembangunan
pabrik baru (5) Semen Baturaja di Sumatera Selatan juga harus dimulai tahun
ini.
Memang proses go
public-nya masih terhambat soal SK 236 yang dipersoalkan DPR itu, namun
ekspansi pabrik semen Baturaja tidak boleh ikut terganggu. Bisa cari dana dulu
dari sumber lain.
Proyek ini terlalu
penting untuk terganggu. Juga sangat menguntungkan. Di samping tentu sangat
vital untuk pembangunan di Sumatera.
Di Papua, tiga proyek
besar juga harus dimulai tahun ini. Pabrik (6) sagu di Sorong Selatan, sudah
selesai disurvei oleh tim Perhutani. Izinnya yang semula seret, juga sudah
keluar. Kini perencanaan sedang dibuat dengan melibatkan IPB dan Universitas
Papua di Manokwari.
Universitas Papua
memiliki ahli terkemuka yang meraih doktor pertama di bidang sagu: Dr Leo
Retaubun. Sedang untuk pabriknya didesain oleh ITS Surabaya.
Pembangunan (7)
pelabuhan Sorong juga sangat prestisius. Pelabuhan baru ini ibarat matahari
yang terbit di timur. Akan langsung bisa dimasuki kapal yang membawa 3.000
kontainer. Langsung lebih dalam dibanding pelabuhan Surabaya dan Makassar.
Inilah tekad RJ Lino CEO Indonesia Port Corporation, (IPC, nama baru Pelindo
II).
Pelabuhan Surabaya
saja hanya bisa dimasuki kapal yang membawa 1.300 kontainer dan pelabuhan
sekelas Makassar hanya bisa dimasuki kapal yang membawa 1.100 kontainer.
Sedang Sorong akan
meloncat langsung ke skala 3.000 kontainer. Tentu pelabuhan Surabaya dan
Makassar juga segera diperdalam sehingga akan bisa seragam: bisa dimasuki kapal
yang membawa 3.000 kontainer.
Proyek ketiga di
Papua tidak kalah besarnya: (8) pembangunan pembangkit listrik tenaga air
(PLTA) skala raksasa di Wamena. Minggu ini saya akan menyertai direksi PLN ke
Wamena untuk memulai pembangunan jalan dan beberapa jembatan menuju lokasi PLTA
tersebut.
Jalan yang akan
dibangun panjangnya 25 km ke arah Yahukimo. Inilah jalan yang akan dipakai
untuk mengangkut bahan dan peralatan. Tentu juga sangat bermanfaat untuk
penduduk sekitar.
Listrik PLTA ini bisa
untuk menerangi seluruh kawasan tengah Papua dan menjadi proyek raksasa pertama
di pedalaman Papua. Saya berharap masih kuat jalan kaki sejauh 25 km di
pegunungan Wamena itu seperti yang saya lakukan persis setahun yang lalu.
Krakatau Steel juga
harus memulai pembangunan (9) pabrik baja baru. Dananya, lokasinya, dan
pasarnya sudah tersedia. Inilah pabrik baru dengan teknologi baru yang lebih
efisien.
Tidak seperti pabrik
lama yang karena teknologinya sangat tua harga jual di pasarnya bisa lebih
mahal 100 dolar per tonnya.
Proyek ini juga
sekaligus untuk mengimbangi agar Krakatau Steel tidak terlihat seperti fosil di
depan pabrik baja baru kerja samanya dengan Posco Korea di sebelahnya, yang
akhir tahun depan sudah bisa uji coba produksinya.
Di Jatim juga segera
dimulai pembangunan (10) pabrik gula baru Banyuwangi. Ini akan menjadi pabrik
gula terbesar milik BUMN. Juga menjadi pabrik gula yang modern di tengah 52
pabrik gula manula.
Memang banyak
tuntutan untuk melakukan revitalisasi pabrik-pabrik gula yang tua itu, tapi
sebaiknya itu baru dilakukan dua tahun lagi. Yakni setelah pembenahan manajemen
di seluruh PG selesai. Manajemen adalah segala-galanya. Biar pun pabriknya baru
kalau manajemennya payah, pabrik tersebut bisa tiba-tiba tua.
Menghadapi tuntutan
seperti itu saya selalu menegaskan kepada manajemen mereka: buktikan dulu
dengan pabrik yang tua bisa berkinerja yang baik. Pabrik gula adalah pabrik
yang serba mekanik. Berarti bisa berumur panjang. Sepanjang manajemennya andal.
Terbukti dengan
pembenahan manajemen yang dilakukan awal tahun tadi, kini semua pabrik gula
mampu meningkatkan produksi dan memperbaiki mutu. Saya seperti tidak sabar
menunggu selesainya musim giling tahun ini untuk melihat prestasi baru seluruh
manajemen pabrik gula BUMN.
Setelah ini saya pun
ingin di setiap kelompok pabrik gula terbangun satu PG yang berstandar
internasional. Untuk dijadikan benchmark bagi yang lain. Misalnya PG Krebet
Baru di Malang, Tasikmadu di Bantul, Pesantren di Kediri, Rajawali II di
Purwadadi, Subang, dan beberapa lagi.
Masih lima proyek
baru lagi yang tidak kebagian tempat untuk diuraikan di sini. Belum lagi
pembangunan puluhan pabrik kelapa sawit (PKS) yang juga dilakukan tahun ini.
Begitu banyaknya, pembangunan PKS itu sehingga sudah menjadi seperti kegiatan
rutin saja.
Yang masih mengganjal
adalah ini: kapan Pertamina bisa membangun kilang minyak sendiri! Pertamina
masih terlalu sibuk dengan urusan-urusan rutinnya!
(*) Menteri Negara
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar