Puasa sebagai Pintu Ibadah
Oleh: Yusuf Suharto
Lazim kita ketahui, bahwa agama Islam ini
penuh dengan perumpamaan simbol dan lambang- lambang. Hal ini, kiranya
diciptakan Allah ta’ala untuk memudahkan dan membuat kita akrab dengan ajaran
agama, dengan merasakan suasana yang sepenuhnya kita sadari dan alami.Misalnya,
ada hadits, Miftahul jannah la ilaha illallah, (Kunci surga itu adalah
pengucapan (penghayatan, pengamalan) bahwa tiada Tuhan melainkan Allah).
Dalam konteks puasa Ramadhan, yang sedang kita laksanakan bersama ini. Puasa disebut Nabi Muhammad Shalallah alaih wasallam sebagai pintu ibadah.Nabi bersabda Li kulli syaiin babun, wa babul ibadah as shaumu,(Setiap segala sesuatu itu ada pintunya, dan pintu ibadah adalah puasa). (H.R. Ibn Al-Mubarak dalam Az-Zuhud)
Menimbang penting dan kegunaan ibadah puasa ini, maka ia kerap diberlakukan sebagai ibadah terapis sebagai penangkal tumbuh liarnya nafsu syahwat libido, misalnya dalam hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Ibn Mas’ud, dapat kita telaah anjuran Rasulullah Muhammad kepada para pemuda yang belum memiliki persiapan matang untuk menikah, dianjurkan untuk berpuasa, yang dalam bahasa beliau disebut sebagai wija’ (alat kendali).
Dalam telaah Sayyid Haidar Al-Amuly misalnya, penulis kitab Asrararus Syariah wa Athwarul Thariqah wa Anwarul Haqiqah, puasa disebut sebagai pintu ibadah dikarenakan ia berfungsi terhadap dua hal. Pertama, puasa dapat mencegah sesuatu yang dilarang agama dan kedua, puasa adalah bentuk penyerangan terhadap godaan setan. Detailnya adalah sebagai berikut.
Pertama, puasa berpotensi mencegah hal-hal yang dilarang, mencegah diri dari nafsu syahwat dan bahwa puasa itu adalah ibadah eksklusif, yakni ibadah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah. Berbeda dengan salat, zakat dan ibadah selain keduanya yang masih mungkin dilihat sesama, sehingga dikhawatirkan tersusupi perasaan bangga dan bertindak pamer. Padahal bukankah telah maklum, bahwa keduanya adalah penyebab utama tertolaknya suatu ibadah dan ketaatan.
Kedua, puasa adalah sebentuk penyerangan terhadap setan, sebagai musuh Allah dan kita semua. Disebut menyerang setan, karena ia tidak akan mampu menggoda manusia, kecuali dengan jalan pemenuhan nafsu syahwat. Nah, rasa lapar dan dahaga adalah upaya preventif untuk menaklukkan segala nafsu syahwat yang tidak lain adalah piranti setan untuk menggoda manusia.
Jika piranti ini ditiadakan, adalah menjadi niscaya pula hilangnya aktivitas godaan itu. Karena itu, Nabi Muhammad bersabda: “Sesungguhnya setan itu menyusuri putra Adam, sebagaimana aliran darah, maka sempitkan alirannya dengan lapar.” Dengan hadits ini, kita dapat memahami makna hakikat hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: “Apabila bulan Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup. Setan-setan dibelenggu. Maka berserulah seorang penyeru : “Hai siapa yang menginginkan kebaikan datanglah! Dan siapa yang ingin (melakukan) kejahatan, cegahlah dirimu! (HR. Turmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Dari komparasi dua hadits di atas, kiranya telah jelas bahwa yang dimaksud setan dibelenggu, lebih mengena diartikan bahwa peluang dan piranti setan untuk menggoda manusia di bulan puasa Ramadhan benar-benar ditutup, dikendalikan dengan terapi lapar manusia yang berpuasa. Dengan ditutupnya peluang melakukan dosa bermakna neraka siksaan telah pula ditutup dan yang tinggal kemudian adalah bekerjanya nurani manusia untuk kembali pada jalan Allah yang membawanya menuju surga keridhaan Allah ta’ala.
Semuanya kemudian kembali pada pribadi kita masing-masing untuk mengetuk dan mau membuka pintu ibadah ini.Kita sambut dan jemput dengan gempita peluang berharga yang dihadiahkan Allah Ta’ala ini, yang dengan puasa ini, ibadah-ibadah atau penghambaan yang lain menjadi terbuka dan mudah untuk dimakna dan dijalankan.
* Kontributor NU Online Jombang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar