Sakralitas "Lailatul
Qadar"
Oleh: Ali Syahbana*
Saat bulan suci Ramadhan tiba, termasuk hal yang paling laris dijadikan bahan pembicaraan adalah tentang "Lailatul Qadar". Baik media cetak maupun elektronik, entah oleh para penceramah atau ustadz yang professional maupun amatiran, ditiap-tiap mushalla atau masjid, ataupun dalam kajian diskusi keagamaan melulu menempatkan Lailatul Qadar menjadi bahasan menarik untuk diketengahkan, untuk disampaikan dan yang labih penting untuk diamalkan tentunya.
Lailatul Qadar atau dalam kebahasaan kita berarti malam ketetapan adalah momen dimana Al Qaadir (Allah swt yang maha menetapkan) menetapkan perjalanan hidup manusia dalam jenjang satu tahun kedepan (baca: QS. Ad Dukhan ayat 3-5). Dikatakan juga bahwa siapa saja manusia yang melakukan amalan positif dalam malam tersebut maka pahala dan ganjarannya lebih baik daripada ia beramal 1.000 bulan, setara 83 tahun 4 bulan.
Lailatul Qadar kalau boleh dikata merupakan malam yang kramat dan sangat istimewa. Bahkan ada dari ulama yang melakukan teka teki dalam menentukan malam tersebut. Mereka berpendapat jika awal Ramadhan hari Ahad dan Rabu maka Lailatul Qadar jatuh pada malam 29 Ramadhan. Jika hari Senin maka malam 21 Ramadhan adalah Lailatul Qadar-nya. Jika hari Selasa atau Jum'at maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Kamis maka malam 25 Ramadhan. Jika hari Sabtu maka Lailatul Qadar-nya malam 23 ramadhan.
Saking sakralnya sepertinya, ada juga yang mengatakan, "jika awal puasa hari Jum'at maka Lailatul Qadar jatuh dimalam 29 Ramadhan. Jika awal puasa hari Sabtu maka malam 21 Ramadhan. Jika hari Ahad maka malam 27 Ramadhan. Jika hari Senin maka malam 19 Ramadhan. Jika hari Selasa maka malam 25 Ramadhan. Jika hari Rabu maka malam 17 Ramadhan.
Lailatul Qadar laksana misteri yang patut untuk dicari dan didapati. Ia tidak tetap atau berubah-ubah dalam tanggal jatuhnya. Dalam sebuah riwayat, dikatakan bahwa terjadinya malam Lailatul Qadar itu pada 10 malam terakhir bulan Ramadan. Dikatakan juga bahwa ia terjadi pada malam-malam ganjil, yaitu 21,23,25,27, dan 29.
Imam Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah Lailatul Qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun (lihat: Fathul Bari, 4/262-266)
Lailatul Qadar merupakan malam yang dahsyat dan penuh keutamaan. Untuk mendapatinya, tidak cukup hanya sekedar berjudi melakukan ibadah total hanya pada malam ke 21 saja atau malam 27. Namun, setelah jiwa kita ajeg bermesraan denga Allah swt di 20 hari puasa pertama, sepuluh hari terakhir ini harus betul-betul dimanfaatkan secara efektif untuk melakukan ibadah baik personal maupun sosial.
Jika Kanjeng Nabi saw sendiri selaku sosok teladan umatnya, sebagaimana riwayat mengatakan, saat memasuki sepuluh yang akhir bulan Ramadhan, mengencangkan ikat pinggangnya untuk menghidupkan malamnya dengan ibadah secara vertikal bersama keluarganya. Tentunya umat yang mengaku pengikut beliau labih berhk untuk –minimal- mencontoh teladan beliau dalam menghidupkan "'Asyra al awakhir" sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Selamat mencegat sakralitas dan keberkahan Lailatul Qadar. Wallahua'lam.
* Penulis adalah salah satu mahasiswa di Universitas Ibn Tofail Kenitra, Maroko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar