وَالَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ وَبِالْآخِرَةِ هُمْ يُوقِنُونَ
Walladzīna yu’minūna bi mā unzila ilayka wa mā unzila min qablika, wa bil
ākhirati hum yūqinūna.
Artinya, “Dan orang yang beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)
dan apa yang diturunkan sebelummu. Kepada akhirat mereka yakin.”
Keimanan pada Kitab Al-Qur’an
Az-Zuhayli dalam Tafsir Al-Munir mengatakan, mereka yang bertakwa adalah mereka yang membenarkan semua wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, dan semua nabi dan rasul. Mereka mempercayai akhirat dengan yakin tanpa keraguan, dan juga percaya kebangkitan jasad dan roh di kubur, hisab, pembalasan, mizan, sirath, surga, dan neraka.
Mereka yang disifatkan demikian, yaitu keimanan kepada hal ghaib, penegakan
shalat, penginfakan zakat, keyakinan pada hari akhir, keimanan kepada Al-Qur’an
serta kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya (Taurat, Injil, Zabur, dan suhuf).
Mereka berjalan di atas cahaya dan petunjuk Tuhan. Mereka menempati kedudukan
yang tinggi di sisi-Nya. Mereka peraih derajat yang tinggi di surga yang kekal.
Sifat, jalan hidup, dan peraturan mereka dalam kehidupan islami adalah keimanan
yang sempurna atas segala hal ghaib yaitu zat Allah, malaikat, akhirat;
keimanan pada semua yang dikabarkan Al-Qur’an dan pada semua yang ditunjukkan
dalil. Keimanan mereka dibarengi dengan amal saleh, yaitu penegakkan sembahyang
wajib, infak di jalan Allah, bantuan sosial untuk fakir dan miskin serta
sedekah sunnah, nafkah wajib untuk keluarga, anak, dan kerabat. Keimanan pada
wahyu yang diturunkan Allah tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu
keharusan beriman secara rinci pada Al-Qur’an dan keharusan beriman secara
garis besar kepada kitab dan suhuf samawi sebelum Al-Qur’an. (Az-Zuhayli).
Sebagaimana dimaklum, bahwa semua itu tidak dianggap kecuali tanpa keyakinan
dalam keimanan. Banyak ayat menunjukkan bahwa takwa adalah takut untuk
menyalahi ketentuan Allah. Takwa merupakan inti dari semua kebaikan. Takwa
adalah wasiat Allah untuk manusia terdahulu dan manusia terkemudian. Takwa
adalah kebaikan yang dapat ditarik keuntungannya oleh manusia itu sendiri sebagaimana
pendapat sahabat Abu Darda. (Az-Zuhayli).
Al-Baghowi dalam Tafsir Ma’alimut Tanzil mengatakan, “Dan orang yang beriman
kepada apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)” maksudnya Al-Qur’an. “dan apa
yang diturunkan sebelummu” maksudnya Taurat, Injil, dan semua kitab yang pernah
diturunkan kepada para nabi alaihimus shalatu was salam. Ayat ini menjelaskan
perihal orang beriman di kalangan ahli kitab.
Al-Baidhawi dalam Tafsir Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan serupa.
Mereka yang dimaksud dalam Surat Al-Baqarah ayat 4 ini adalah orang beriman
dari kalangan ahli kitab, yaitu Abdullah bin Salam dan sahabatnya. Mereka
termasuk orang yang beriman pada hal ghaib. Mereka itu orang yang beriman tanpa
kemusyrikan dan keingkaran. Ayat 3-4 merupakan rincian dari Surat Al-Baqarah
ayat 2 seperti pendapat Ibnu Abbas. Tetapi bisa juga “dan” pada ayat 4
merupakan kata sambung dari ayat 2, “sebagai petunjuk bagi orang yang bertakwa”
dari kemusyrikan.
“Apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)” maksudnya adalah Al-Qur’an seutuhnya
dan syariat akhirnya. Meski menggunakan fiil madhi atau verba yang telah lalu,
meski sebagian ayat waktu itu masih turun menyusul, penggunaan bentuk kata
tersebut melihat dominan pada yang sudah turun dibanding yang belum turun. (Al-Baidhawi)
Pendapat ulama tafsir, kata Ibnu Katsir terbagi menjadi tiga perihal siapa yang
dimaksud dalam Surat Al-Baqarah ayat 3-4 seperti dihikayatkan oleh Ibnu Jarir.
Pertama, mereka yang dimaksud dalam Surat Al-Baqarah ayat 3-4 adalah setiap
mukmin, mukmin bangsa Arab, mukmin ahli kitab, dan mukmin lainnya sebagaimana
pendapat Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi‘ bin Anas, dan Qatadah.
Kedua, mereka adalah mukmin dari kalangan ahli kitab.
Ketiga, mereka yang dimaksud dalam Surat Al-Baqarah ayat 3 adalah mukmin bangsa
Arab. Sementara yang dimaksud Surat Al-Baqarah ayat 4 adalah mukmin ahli kitab.
(Ibnu Katsir)
Ibnu Katsir mengutip hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim berikut ini:
عن أبي بردة عن أبي موسى: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
"ثلاثة يؤتون أجرهم مرتين: رجل من أهل الكتاب آمن بنبيه وآمن بي، ورجل مملوك
أدى حق الله وحق مواليه، ورجل أدب جاريته فأحسن تأديبها ثم أعتقها وتزوجها
Artinya, “Dari Abu Burdah, dari Abu Musa, Rasulullah SAW bersabda, ‘Ada tiga
kelompok yang mendapatkan ganjaran pahala dua kali lipat. Pertama, seorang ahli
kitab yang berima kepada nabinya dan beriman kepadaku. Kedua, seorang budak
yang menunaikan hak Allah dan hak tuannya. Ketiga, seseorang yang mendidik
budak perempuannya, memperbaiki adabnya, memerdekakannya, lalu mengawininya.’”
Keimanan pada Kitab Sebelum Al-Qur’an
“Apa yang diturunkan sebelum kamu” adalah Taurat, Injil, dan seluruh kitab sebelumnya. Keimanan kita kepada semua kitab itu secara garis besar merupakan kewajiban fardhu ain. Sedangkan kewajiban kepada “Apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad)” bersifat tafsil atau rinci, dalam arti kita beribadah secara tafsil sebagai bentuk kewajiban karena kewajiban individu akan merepotkan dan merusak pencarian. (Al-Baidhawi)
Adapun “orang yang beriman kepada kitab yang diturunkan kepadamu dan wahyu yang
diturunkan sebelummu…” adalah pemeluk agama mana pun dengan arti mereka beriman
melalui semua ajaran ketauhidan yang dapat dijangkau akal secara garis besar.
Sedangkan hubungan pengamalan atas keimanan berupa ibadah fisik dan ibadah
harta dan keimanan tidak ada jalan lain selain melalui wahyu. Kata “inzal” atau
turun berarti perpindahan sesuatu dari atas ke bawah, yaitu kedatangan
makna-makna melalui kedatangan zat yang mengandung makna tersebut. Turunnya
kitab suci kepada para rasul bisa jadi ditangkap secara rohani atau batin oleh
malaikat dari Allah atau dipelihara di Lauh Mahfuzh lalu dibawa turun dan
disampaikan kepada rasul. (Al-Baidhawi)
Ibnu Katsir dalam Tafsirul Qur’anil Azhim mengutip pandangan Ibnu Abbas bahwa
orang yang disebut pada Surat Al-Baqarah ayat 4 adalah mereka yang membenarkan
kabar dari Allah yang datang kepada Nabi Muhammad dan kepada rasul sebelum Nabi
Muhammad tanpa membedakan para rasul. Mereka tidak mengingkari kabar yang
dibawa para rasul dari Tuhan.
Adapun mukmin ahli kitab mendapat keistimewaan. Mereka beriman secara rinci
terhadap kitab suci di tangan mereka. Ketika memeluk Islam dan beriman secara
rinci kepada kitab Al-Qur’an, mereka mendapat ganjaran dua kali lipat. Adapun
kelompok selain ahli kitab hanya beriman kepada kitab-kitab terdahulu secara
garis besar sebagaimana keterangan hadits shahih, “Jika ahli kitab bercerita
sesuatu kepadamu, jangan kalian benarkan dan jangan kalian dustakan. Tetapi
katakanlah, ‘Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami dan diturunkan
kepada kamu semua.’”
Tetapi, keimanan kebanyakan bangsa Arab atas agama yang diutus melalui Nabi
Muhammad lebih sempurna, umum, dan lebih luas dibanding keimanan ahli kitab
yang memeluk Islam. Mereka meski mendapatkan dua ganjaran pahala dari segi itu,
pemeluk Islam selain dari kelompok ahli kitab memiliki kelebihan ganjaran
pahala keimanan yang melebihi pahala dua kali lipat yang didapat ahli kitab.
(Ibnu Katsir)
Keyakinan atas Akhirat
“Akhirat” maksudnya adalah negeri akhir. Sementara dunia disebut demikian karena kedekatannya dengan akhirat. Sedangkan akhirat dinamai demikian karena keberadaannya setelah kehidupan dunia. “Mereka yakin” mereka meyakini bahwa akhirat itu ada. Yakin itu mengetahui. Ada ulama yang mengatakan, yakin itu pengetahuan seseorang berdasarkan dalil. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengatakan, “Allah itu yakin” atau “Ilmu-Nya itu keyakinan” karena ilmu-Nya tidak berdasarkan dalil. (Al-Baghowi).
“Kepada akhirat, mereka yakin,” mereka yakin sehingga hilang anggapan dari
kepala mereka bahwa yang akan masuk surga kelak adalah Yahudi dan Nasrani saja
dan api neraka menyentuh mereka hanya beberapa hari; perbedaan pandangan di
kalangan mereka perihal kenikmatan surga: apakah sejenis dengan kenikmatan dunia
atau tidak; dan perbedaan pandangan di tengah mereka perihal kontinuitas dan
keterputusan nikmat tersebut.
“Kepada akhirat” sengaja diletakkan di depan untuk menentang kalangan ahli kitab selain mereka (Abdullah bin Salam dan pengikutnya) bahwa akidah mereka perihal akhirat tidak sesuai dan tidak bersumber pada keyakinan.
Dalam bahasa Arab, kata “yakin” berarti kesempurnaan ilmu dengan menafikan keraguan dan kesamaran berdasarkan analisa dan penetapan dalil. Oleh karena itu, ilmu Allah tidak dapat disifatkan dengan keyakinan dan juga ilmu dharuri atau aksiomatis. Kata “akhirat atau akhirah” adalah bentuk feminin dari “akhir.” Akhirat merupakan penyifatan dari kata “ad-dar” yang juga feminin, “tilkad dārul ākhirah” sehingga penggunaannya yang feminin menjadi kaprah seperti feminitas kata “ad-duniya.” (Al-Baidhawi)
“Akhirat” sendiri adalah kebangkitan, kiamat, surga, neraka, hisab, dan mizan.
Ia dinamai akhirat karena hadir setelah dunia. (Ibnu Katsir)
Menurut Ibnu Katsir, tafsir yang jelas adalah pendapat Mujahid seperti
diriwayatkan At-Tsauri bahwa 4 ayat pertama Surat Al-Baqarah menyifatkan orang
beriman, 2 ayat berikutnya menyifatkan orang kafir, dan 13 ayat selanjutnya
berbicara mengenai orang munafik. Empat ayat di awal bersifat umum bagi setiap
orang beriman, baik dari kalangan Arab, Ajam (sebutan orang Arab terhadap bangsa
non-Arab), bangsa manusia, bangsa jin.
Satu sifat terpisah saja, kata Ibnu Katsir, tanpa yang lain, tidak sah. Setiap
sifat orang beriman itu berkaitan satu sama lain, bahkan menjadi syarat bagi
yang lainnya. Keimanan pada hal ghaib, penegakan shalat, dan zakat tidak sah
tanpa keimanan pada wahyu atau kabar yang dibawa oleh Nabi Muhammad, keimanan
pada kabar yang dibawa rasul sebelum Nabi Muhammad, dan keyakinan pada akhirat
sehingga keimanan pada sebagiannya tanpa yang lainnya tidak sah.
Satu kesatuan itu ditunjukkan dalam Surat An-Nisa ayat 136, Al-Ankabut ayat 46,
An-Nisa ayat 47, Al-Maidah ayat 68, Al-Baqarah ayat 285, An-Nisa 152, dan
banyak ayat lainnya perihal orang yang beriman kepada Allah, para rasul, dan
kitab-kitab sucinya. (Ibnu Katsir). Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar