Syekh Abdul Qadir Al-Jailani (471 H/1078 M-561 H/1167 M) adalah pendiri tarekat Qadiriyah. Syekh Abdul Qadir tidak lepas dari mengajar tafsir, hadits, fiqih, perbandingan mazhab, aqidah, nahwu, dan membaca Al-Qur’an dengan beragam qira’ah.
Syekh Abdul Qadir mengeluarkan fatwa menurut dua mazhab, Mazhab As-Syafi’i dan
Mazhab Ahmad bin Hanbal. Fatwanya dihadapkan kepada ulama Iraq yang membuat
mereka takjub pada kefaqihan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani hanya keluar dari madrasahnya pada hari Jumat
untuk melakukan shalat Jumat di masjid jami di Baghdad.
Setiap malam, Syekh Abdul Qadir meminta orang rumahnya untuk menggelar makanan.
Ia makan bersama para tamu yang hadir. Ia juga tidak segan untuk duduk bersama
orang-orang terpinggirkan. Syekh Abdul Qadir terkenal sabar menghadapi para
santri.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah orang yang senang menghibur hati orang
fakir. Ia juga orang yang senang mencari sahabatnya yang lama tidak jumpa.
Syekh Abdul Qadir dikenal sebagai orang yang pemaaf atas kekurangan dan
kesalahan para sahabatnya.
***
Pada hari wafat Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, putranya yang bernama Abdul
Jabbar bertanya, “Bagian tubuh mana yang dirasa sakit, ayah?”
“Semua organ tubuhku terasa sakit kecuali hati, nak. Karena ia selalu bersama
Allah,” jawab Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.
Syekh Abdul Qadir kemudian mulai mengulang-ulang kalimat, “Ista‘antu bi lā
ilāhi illallāh subhānahū wa ta‘ālā al-hayyul ladzī lā yakhsyal fawt, subhāna
man ta‘azzaza bil qudrah wa qahara ‘ibādahū bil maut, lā ilāha illallāhu
Muhammadun rasūlullāh.”
Artinya, “Aku minta tolong kepada yang tiada tuhan selain Allah SWT, Zat hidup
yang tidak takut pada kehilangan; maha suci Zat yang perkasa dengan kuasa-Nya,
dan menundukkan hamba-Nya dengan kematian. Tiada tuhan selain Allah. Nabi
Muhammad SAW adalah utusan Allah.”
Syekh Abdul Qadir kemudian terdengar mengucap, “Allah…Allah..”
Syekh Abdul Qadir terus menerus mengulang-ulang kata “Allah…”
Akhirnya suara Syekh Abdul Qadir Al-Jailani perlahan mengecil sebelum akhirnya
berhenti senyap. Sementara lidahnya menempel pada langit-langit mulutnya. Syekh
Abdul Qadir Al-Jailani wafat pada malam hari pada usia 90 tahun.
Shalat jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani diimami oleh putranya, Abdul
Wahhab, yang kemudian diikuti oleh 49 anaknya dari empat istri almarhum. Shalat
jenazah juga dilakukan oleh khalayak ramai yang terdiri atas santri, pengikut,
dan para sahabatnya.
Jenazah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dimakamkan di serambi madrasahnya. Pintu
madrasah tidak dibuka hingga siang hari. Sementara masyarakat luas pergi bergegas
untuk menshalatkan dan menziarahi makamnya.
***
Riwayat ini diangkat oleh M Abdurrahim dari berbagai sumber pada pengantar
Kitab Al-Fathur Rabbani wal Faidhur Rahmani karya Syekh Abdul Qadir Al-Jailani,
(Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H). Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar