Kamis, 12 Mei 2022

(Ngaji of the Day) Keutamaan Ilmu dan Ulama dalam Hadits Nabi

Imam Al-Ghazali dalam kitab Mukasyafatul Qulub menyebutkan keutamaan Al-Qur’an, ilmu dan ulama pada bab tersendiri. Al-Ghazali mengutip beberapa hadits yang menerangkan keutamaan ilmu dan ulama pada bab ini dari sejumlah perawi hadits.

 

Al-Ghazali mengatakan, banyak hadits menerangkan keutamaan ilmu dan ulama. (Imam Al-Ghazali, Mukasyafatul Qulub, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2019 M/1440 H], halaman 277).

 

1. Orang alim merupakan orang yang dikehendaki sebagai orang baik.

 

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ وَيُلْهِمْهُ رُشْدَهُ

 

Artinya, “Siapa saja yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, niscaya ia akan diberi pemahaman dalam agama dan diilhami petunjuk-Nya,” (HR At-Thabarani dan Abu Nu’aim).

 

2. Orang alim merupakan ahli waris para nabi yang mendapatkan derajat mulia.

 

الْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ (رواه أبو داود والترمذي)

 

Artinya, “Ulama adalah ahli waris para nabi." (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi).

 

Telah maklum bahwa tidak ada pangkat di atas derajat para nabi dan tidak ada kemuliaan di atas kemuliaan ahli waris bagi derajat tersebut.

 

3. Orang alim adalah orang beriman yang bermanfaat melalui ilmunya baik untuk orang lain maupun untuk dirinya sendiri.

 

أَفْضَلُ النَّاسِ المُؤْمِنُ العَالِمُ الذِي إِذَا احْتِيْجَ إليه نَفَعَ، وإن اسْتُغْنِيَ عنه أغْنَى نَفْسَه

 

Artinya, “Orang paling utama adalah seorang mukmin alim yang bermanfaat bila dibutuhkan dan mencukupi dirinya bila ‘tidak diperlukan,’” (HR Ibnu Asakir).

 

4. Orang alim berjuang mengedukasi masyarakat sesuai petunjuk para rasul.

 

أَقْرَبُ النَّاسِ مِنْ دَرَجَةِ النُّبُوَّةِ أَهْلُ العِلْمِ وَالْجِهَادِ، أَمَّا أَهْلُ الْعِلْمِ فَدَلُّوْا النَّاسَ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُسُلُ وأَمَّا أَهْلُ الجِهَادِ يُجَاهِدُوْنَ بِأَسْيَافِهِمْ عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الرُسُلُ

 

Artinya, “Orang paling dekat dengan derajat kenabian adalah ulama dan pejuang. Ulama memberikan petunjuk kepada manusia atas ajaran yang dibawa para rasul. Sedangkan pejuang berjihad dengan senjata mereka atas ajaran yang dibawa para rasul,” (HR Ad-Dailami).

 

5. Satu orang alim merupakan seorang warga yang berkualitas karena tingkat literasinya, sehingga setara dengan sekelompok warga tanpa kualitas.

 

لَمَوْتُ قَبِيلَةٍ أَيْسَرُ مِنْ مَوْتِ عَالِمٍ

 

Artinya, “Kematian satu kabilah lebih ringan daripada kematian seorang alim,” (HR At-Thabarani, Al-Baihaki, Abu Ya’la, dan Ibnu Asakir).

 

6. Tinta pada karya tulis ulama dan tetesan darah pejuang sangat penting. Tetapi bobot ganjaran tinta ulama kelak melebihi bobot tetesan darah syuhada.

 

يُوْزَنُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِدَادُ العُلَمَاءِ بِدَمِ الشُّهَدَاءِ

 

Artinya, “Pada hari kiamat tinta (karya tulis) ulama ditimbang bersama tetesan darah syuhada. (Hasilnya lebih berat nilai tetsan tinta ulama sebagaimana riwayat lain),” (HR Ibnu Abdil Barr, Ibnun Najjar, Ibnul Jauzi, As-Syairazi, Al-Marhabi, dan Ad-Dailami).

 

7. Orang alim adalah ia yang teidak pernah puas dahaganya pada ilmu sampai ia tiba di surga.

 

لاَ يَشْبَعُ عَالِمٌ مِنْ عِلْمٍ حَتَّى يَكُونَ مُنْتَهَاهُ الْجَنَّةُ A

 

rtinya, “Seorang alim tidak adakan pernah kenyang terhadap ilmu sampai ujungnya adalah surga.” (HR Al-Qudha’i dalam Musnad As-Syihab).

 

8. Anti-ilmu dan gila harta bibit kerusakan umat Nabi Muhammad saw.

 

هَلَاكُ أُمَّتِيْ فِيْ شَيْئَيْنِ تَرْكِ العِلْمِ وَجَمْعِ المَالِ

 

Artinya, “Kebinasaan umatku terletak pada dua hal, yaitu (1) meninggalkan ilmu, dan (2) menumpuk harta.”

 

9. Terkait ilmu, umat Islam hanya memiliki empat pilihan terbaik.

 

كُنْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا أَوْ مُسْتَمِعًا أَوْ مُحِبًّا وَلَا تَكُنِ الخَامِسَةَ أي مُبْغِضًا فَتَهْلِكَ

 

Artinya, “Jadilah kamu seorang alim, pelajar, pendengar, atau pecinta (ilmu). Jangan kamu menjadi yang kelima, yaitu pembenci (ilmu), maka binasalah kamu,” (HR Al-Bazzar, At-Thabarani, Al-Baihaki).

 

10. Penolakan Allah atas seorang hamba ditandai dengan keluputannya dari ilmu.

 

إِذَا رَدَّ اللهُ عَبْدًا حَظَّرَ عَلَيْهِ العِلْمَ

 

Artinya, “Jika Allah menolak seorang hamba, niscaya Dia luputkan orang tersebut dari ilmu.”

 

11. Miskin harta berbahaya, tetapi miskin ilmu lebih berbahaya.

 

لَا فَقْرَ أَشَدُّ مِنَ الجَهْلِ

 

Artinya, “Tidak ada kefakiran yang lebih (parah) dari kebodohan,” (HR Abu Bakar bin Kamil pada Mu’jamnya, Ibnun Najjar, Ibnu Hibban, dan Al-Qudha’i).

 

Terkait keutamaan Al-Qur’an, ilmu, dan ulama, Imam Al-Ghazali mengutip Surat Al-A’raf ayat 145, pandangan Imam As-Syafi’i, dan Sayyidina Al-Hasan bin Ali bin Abu Thalib ra. (Al-Ghazali, 2019 M/1440 H: 277). Wallahu a’lam. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar