Poros
Baru Mindanao-Aceh
Oleh:
Komaruddin Hidayat
JAUH di
luar nalar, peristiwa tsunami di Aceh (2004) pada urutannya setelah dua belas
tahun kemudian mendekatkan poros pendidikan di Aceh dan Mindanao, dua wilayah
yang memiliki kemiripan nasib. Dua provinsi yang alamnya kaya raya, tetapi
penduduk setempat memandang pemerintah pusat yang menguasai dan menikmati
hasilnya, lalu kedua wilayah itu menempuh perlawanan dengan senjata. Di Aceh
terdapat GAM (Gerakan Aceh Merdeka), di Mindanao muncul MNLF (Moro National
Liberation Front), dan MILF (Moro Islamic Liberation Front)
Tragedi
tsunami di Aceh itu seketika membuat ribuan anak menjadi yatim, tak lagi
memiliki sandaran membangun masa depan. Karena merasa jiwa mereka terpanggil,
beberapa teman di lingkungan Metro TV dan Media Indonesia di bawah kepemimpinan
Surya Paloh, mendirikan Yayasan Sukma Bangsa.
Agenda
pertama dan utamanya ialah mendirikan tiga sekolah Sukma Bangsa di tiga
wilayah, yakni Pidie, Lhokseumawe, dan Bireuen, semuanya berasrama untuk
menyantuni anak-anak kurban tsunami. Modal pertama yang digunakan ialah dana
yang terkumpul melalui program sosial Indonesia Menangis.
Generasi
baru Aceh
Sebagai
salah seorang pengurus Yayasan yang turut membidani lahirnya Sekolah Sukma
Bangsa (SSB), saya dan teman-teman merasa bersyukur dan hampir-hampir tak
percaya dengan capaian sekolah selama ini, mengingat berbagai rintangan dan
tantangan yang kami hadapi cukup berat, terutama pada lima tahun pertama. Bukan
saja masalah finansial yang mesti kami atasi untuk membiayai proses pendidikan
bagi seluruh siswa, guru, dan karyawan, melainkan juga berbagai fitnah dan
ancaman dari beberapa kelompok masyarakat akibat kesalahpahaman mereka terhadap
misi dan eksistensi SSB yang dianggap melawan tradisi dan ideologi mereka.
Para
siswa tinggal di asrama lazimnya sebuah pesantren, sejak dari tingkat SMP dan
SMU. Para guru juga didatangkan dari berbagai provinsi di luar Aceh untuk
mempercepat proses penanaman dan pemahaman akan nilai-nilai keindonesiaan. Kami
menyeleksi dan melatih guru-guru agar benar-benar siap mental dan pengetahuan
untuk mendidik siswa yang kehilangan keluarga serta tempat tinggal. Jadi,
mereka bukan sekadar pengajar, melainkan juga pengganti orangtua. Kami
menerapkan metode pendidikan dan pengajaran yang berorientasi futuristik,
global, dengan tetap memperkukuh nilai keindonesiaan dan keacehan yang kental
dengan keislaman.
Banyak
tamu dan peneliti asing datang ke SSB, mereka tertarik melakukan penelitian
bagaimana membangun pendidikan pascatrauma tsunami, dengan siswa yang
menanggung beban psikologis Ketika para tamu datang, baik dari dalam maupun
luar negeri, kami persilakan mereka mengamati dan mengikuti kegiatan para guru
dan siswa secara langsung agar bisa berdialog dengan mereka secara lugas dan
autentik. Apa yang kami lakukan sebagian sudah kami tulis dan terbitkan dalam
beberapa judul buku, semoga menjadi kontribusi pemikiran dan pengalaman bagi
dunia pendidikan di Indonesia.
Para
siswa SSB terlahir dan tumbuh seiring dengan lahirnya generasi milenium di
Tanah Air yang terkoneksi dengan kehidupan global melalui jejaring internet.
Mereka ialah native netizen, melompat jauh dari lingkaran pergaulan orangtua
mereka yang sebagian ialah para combatan GAM, hidup di hutan. Komunitas SSB
bagaikan a brand new cultural enclave bagi masyarakat Aceh. Kami berharap
mereka terbebas dari warisan konflik antarorangtua mereka, baik konflik
antarsesama warga Aceh maupun dengan pemerintah pusat.
Di balik
tragedi tsunami, terbuka lebar gerbang perdamaian dan pendidikan baru bagi
anak-anak yatim korban tsunami. Di SSB, mereka menemukan keluarga besar dan
bersama-sama membangun mimpi serta merintis masa depan yang lebih menjanjikan
dengan modal collective memory kejayaan Aceh masa lalu. Integritas, toleransi,
cinta ilmu, dan cinta bangsa sangat ditekankan di SSB. Makanya, sempat heboh
ketika peserta ujian nasional SMU angkatan pertama yang lulus tak sampai 40%,
sementara tawaran kunci jawaban dari pengawas ujian justru ditolak siswa SSB.
SSB-Finlandia
University
Untuk
menjadikan SSB sebagai salah satu pilihan pendidikan terbaik di Tanah Air,
khususnya daerah Aceh, kami menjalin kerja sama dengan Universitas Finlandia,
mendidik 30 guru SSB untuk meraih Master di bidang keguruan. Finlandia kami
pilih, di samping sejak lama pemerintah Finlandia menaruh kepedulian pada
proses perdamaian di Aceh, juga karena pendidikan di sana dianggap paling baik
di dunia.
Ketika
saya berkunjung ke Tampere University, misalnya disebutkan bahwa fakultas
keguruan menerima peminat tertinggi calon mahasiswa. Artinya, putra-putri
terbaik di Finlandia memilih profesi sebagai guru. Guru memiliki posisi yang
terhormat dan tepercaya serta gaji yang cukup. Guru memperoleh kepercayaan dari
pemerintah dan masyaraka sehingga sekolah berhak mengubah kurikulum tanpa
intervensi Kementerian Pendidikan.
Di
Finlandia, semua sekolah berafiliasi dengan fakultas pendidikan sehingga
jajaran guru besarnya ikut bertanggung melakukan evaluasi dan peningkatan mutu
pendidikan secara berkelanjutan. Dengan demikian, menteri pendidikan di sana
cukup membuat kebijakan umum untuk menjaga kualitas pendidikan.
Tentu
saja, Finlandia dengan penduduk sekitar lima juta tidak fair jika dibandingkan
dengan Indonesia yang penduduknya di atas 230 juta. Namun, pengalaman dan
inovasi mereka menarik untuk dipelajari. Dengan program 30 Master, diharapkan
akan mempercepat peningkatan mutu SSB ke depan dan lebih memungkinkan SSB untuk
membuka cabang di luar Aceh.
Ada apa
dengan Mindanao?
Sejak
lima tahun lalu, Direktur Akademik Yayasan Sukma, Ahmad Baedowi dkk, sudah
menjalin kontak kerja sama untuk membantu memajukan pendidikan dengan
pemerintah dan aktivis pendidikan di Mindanao. Kami berempati dengan nasib
pendidikan di sana dengan melihat dari dekat situasi pendidikan di Aceh selama
masa konflik. Makanya, ketika muncul berita terjadi penyanderaan terhadap 10
awak kapal Indonesia, Surya Paloh meminta Ahmad Baedowi dkk untuk ikut serta
melakukan lobi dalam rangka pelepasan sandera.
Dengan
bantuan beberapa relasi di Mindanao dan pejabat ARMM (Autonomous Region in
Muslim Mindanao), misi kemanusiaan Yayasan Sukma Bangsa punya andil besar dalam
pelepasan sandera. Yayasan menawarkan 30 beasiswa bagi anak-anak miskin
Mindanao untuk studi di SMP dan SMU Sukma Bangsa di Aceh sampai tamat. Pada
Jumat 17 Juni lalu telah dilakukan penandatanganan MoA (Memorandum of
Agreement) antara Yayasan Sukma dan ARMM bertempat di kantor KBRI Manila,
tentang realisasi bantuan pendidikan tersebut. Saya hadir dan memberi sambutan
atas nama Yayasan Sukma, didahului sambutan dari Dubes RI di Manila, Letjen
(Purn) Johny Lumintang. []
MEDIA
INDONESIA, 20 Juni 2016
Komaruddin Hidayat ; Ketua Majelis Pendidikan Yayasan
Sukma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar