Muhammadiyah, Harmonisasi Pikir dan Zikir
Oleh: Saifullah Yusuf
HAMPIR setiap tahun saya mendapat kesempatan bertemu dengan para
pengurus Muhammadiyah. Setiap bulan puasa, para pimpinan persyarikatan se-Jawa
Timur itu berkumpul di Universitas Muhammadiyah Malang dalam sebuah forum
kajian. Kajian itu selalu dihadiri para tokoh dari pimpinan pusat.
Kehadiran saya setiap tahun sejak tujuh tahun itu melengkapi
pergaulan saya dengan sejumlah tokoh ormas Islam yang didirikan KH Ahmad Dahlan
tersebut. Lantas, apa kesimpulan dari hasil pergaulan panjang dengan organisasi
yang berdiri jauh hari sebelum kemerdekaan RI itu?
Sulit membayangkan Indonesia tanpa Persyarikatan Muhammadiyah.
Persyarikatan itu ikut menyemaikan bibit pergerakan nasional yang kemudian
melahirkan kemerdekaan.
Tak hanya sampai di situ. Sebagai persyarikatan modern,
Muhammadiyah berada di garis depan dan berada di tengah pusat pusaran
pembangunan Indonesia merdeka sebagai bangsa yang modern, beradab, dan bermartabat.
Hingga kini Muhammadiyah melanjutkan peran yang luar biasa dalam
ikut membentuk Indonesia yang kita cita-citakan dan Jawa Timur yang kita
dambakan. Jika kita rumuskan secara sederhana, kontribusi terpokok Muhammadiyah
bagi Indonesia dan Jawa Timur adalah menyiapkan generasi yang diistilahkan
dalam Alquran sebagai ulil albab, yakni orang-orang yang tercerahkan.
Secara sederhana, Alquran mendefinisikan ulil albab sebagai mereka
yang bisa menjumpai dan belajar dari ayat-ayat Allah. Bukan hanya yang tersurat
atau tekstual. Tetapi, juga yang tersurat melalui fenomena penciptaan langit
dan bumi serta pergantian siang dan malam (QS Ali Imran (3):190).
Lebih lanjut, Alquran memerinci ciri-cirinya sebagai berikut:
"Yaitu, orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam
keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi..." (QS Ali Imran (3):191).
Sejak awal berdiri Persyarikatan Muhammadiyah bukanlah sekadar
"organisasi" (organization), melainkan sebuah "gerakan"
(movement). Kesimpulan tersebut bahkan diperkuat melalui hasil riset salah
seorang peletak dasar ilmu politik di Indonesia, yakni alm Dr Alfian, melalui
disertasinya.
Muhammadiyah melakukannya lewat aktivitas pendidikan dan
pengajaran, pelayanan kesehatan, pemberdayaan perempuan, penyejahteraan ibu dan
anak, serta pembinaan generasi muda. Untuk melakukan itu, Muhammadiyah memiliki
berbagai institusi atau lembaga pendukung yang luar biasa dilihat dari jumlah,
sebarannya di Indonesia, serta cakupan masyarakat yang terlayani. Kita
mengenalnya secara singkat sebagai "amal-amal Muhammadiyah".
Salah satu tujuan yang senantiasa terpelihara di balik
penyelenggaraan berbagai amal persyarikatan itu adalah terbangunnya harmoni di
antara pikir dan zikir. Juga, menyatunya identitas kesalihan ritual dengan
sosial, terbangunnya kecerdasan intelektual, sosial dan emosional dengan
kecerdasan spiritual.
Jika kita gambarkan melalui khazanah Alquran (QS An Nahl
(16):11-15), harmonisasi pikir dan zikir yang senantiasa diikhtiarkan
Muhammadiyah itu dapat digambarkan sebagai terbentuknya sejumlah kualitas
berikut: Kemampuan memikirkan (tafakkarun); Kemampuan memahami (takqilun);
Kemampuan mengambil pelajaran (tadzakkarun); Kemampuan bersyukur (tasykurun);
dan Kemampuan untuk mencari dan mendapatkan petunjuk (tahfadun). ?Indonesia dan
Jawa Timur membutuhkan orang-orang yang tercerahkan yang memiliki
kualitas-kualitas tersebut di atas. Sejarawan besar dari Inggris, Arnold
Toynbee, dalam salah satu teorinya menyatakan, orang seperti itu sebagai
"minoritas kreatif".
Orang-orang yang tercerahkan atau minoritas kreatif itu adalah
orang-orang yang menempatkan dirinya sebagai pelaku ketika orang-orang di
sekeliling mereka secara keliru memosisikan diri sebagai penonton. Mereka tetap
bisa memelihara optimisme dan harapan mereka di tengah orang-orang yang salah
kaprah dengan berlomba-lomba pesimistis dan cepat berputus asa.
Orang-orang yang tercerahkan dan pemilik kualitas minoritas
kreatif adalah mereka yang berhasil mengharmonisasi pikir dan zikir mereka.
Orang-orang seperti itulah yang akan membuat Indonesia berjaya menjemput masa
depannya yang gemilang.
Indonesia harus berterima kasih kepada Muhammadiyah karena tanpa
lelah sejak zaman sebelum kemerdekaan terus mengontribusikan persyarikatannya
untuk membentuk kualitas manusia Indonesia yang tercerahkan atau ulil albab
itu.
Saya sendiri saat ini sedang menggalang sebuah gerakan bernama
Gerakan Peduli Tetangga. Saya ingin kita sama-sama bergerak di level yang
terbawah, dalam komunitas paling kecil dan bertumpukan orang per orang yang
tidak bergantung pada orang lain dan menunggu peran orang lain. Saya ingin
mengajak masyarakat Jawa Timur untuk aktif menjadi pencari jalan keluar dari
masalah-masalah kecil dan sederhana dalam lingkungan terdekat dan terkecil
mereka.
Gerakan Peduli Tetangga itu jelas membutuhkan minoritas kreatif,
ulil albab atau orang-orang yang tercerahkan yang, antara lain, terus
diupayakan pembentukannya oleh Muhammadiyah. Karena itu, bagi saya dan
Muhammadiyah, sinergi bukan hanya kebutuhan tetapi kenisacayaan. Kerja sama di
antara kami bukan cuma sebuah "kemungkinan yang terbuka", tetapi
"keharusan dan amanat zaman yang harus kita ikhtiarkan". []
JAWA POS, 27 Juni 2016
Saifullah Yusuf ; Wakil Gubernur Jawa Timur dan Ketua
PB NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar