Kerja
Tanda Syukur
Oleh:
Komaruddin Hidayat
Coba
perhatikan Alquran Surat Saba (34:13) yang artinya begini: "Bekerjalah hai keluarga Daud
sebagai tanda syukur. Sedikit dari hamba-hambaKu yang menjadi pribadi suka
bersyukur."
Dalam ayat ini bekerja merupakan tanda syukur. Jadi, bagaimana memahami cara dan sikap bersyukur? Mari kita lihat pengalaman sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam ayat ini bekerja merupakan tanda syukur. Jadi, bagaimana memahami cara dan sikap bersyukur? Mari kita lihat pengalaman sehari-hari dalam kehidupan rumah tangga.
Kalau ada
anak minta komputer, pasti orangtua akan senang jika anak menggunakan pemberian
komputer itu secara benar dan optimal untuk mendukung proses belajarnya. Jika
hanya untuk main-main, pasti orang tua akan kecewa, berarti dia tidak
memanfaatkannya secara benar.
Jadi,
bersyukur itu menggunakan anugerah Tuhan agar hidupnya lebih produktif. Tidak
cukup hanya memperbanyak ucapan verbal alhamdulillah.
Allah
memberikan perangkat organ tubuh sangat canggih dan tak ada yang menjualnya.
Sejak dari tangan, kaki, panca indera, otak dan lain-lainnya yang tak mampu
kita menghitungnya.
Sebagai
tanda syukur, kita wajib memfungsikannya sesuai saran permintaan Sang Pemberi,
yaitu untuk kerja produktif dan tolong menolong. Berulangkali Alquran
menyatakan tanda-tanda orang yang benar dalam menjalani agama adalah mereka
senang berderma, membantu anak-anak miskin, memerdekakan mereka yang hidupnya
tertindas.
Semua itu
sulit dilaksanakan kalau kita miskin ilmu, miskin harta, dan tidak memiliki
kewenangan politik untuk menyalurkan kekayaan negara di jalan yang benar. Maka
relevan sekali perintah Allah (62:10), apabila sudah selesai melaksanakan
salat, maka berteberanlah di muka bumi. Bekerjalah untuk menjemput karunia
Allah dengan tetap selalu mengingat Allah, semoga kalian beruntung.
Ayat ini
menyuruh kita jangan tinggal berlama-lama di masjid lalu enggan bekerja. Tentu
saja tak ada larangan iktikaf di masjid jika memang itu sudah direncanakan,
misalnya sewaktu kita pergi umrah ataupun malam hari iktikaf di masjid.
Kita
berdiam lama di masjid untuk berzikir, salat sunah ataupun ikut pengaajian.
Tetapi jika kita menghitung waktu ibadah salat wajib lima waktu, mungkin sehari
semalam tak akan lebih memakan waktu dua jam. Artinya, waktu untuk bekerja dan
ibadah sosial jauh lebih banyak ketimbang waktu salat.
Dalam
ajaran Islam memang tak ada pemisahan antara ritual, bekerja, dan
berumahtangga. Semuanya menjadi ibadah asalkan didasari niat melaksanakan
perintah Allah.
Semuanya
amal saleh, selama saleh niatnya, saleh tujuannya, dan saleh proses
mencapainya. Saleh artinya benar dari sisi niat, benar metodenya, dan benar
tujuannya yang pada urutannya mendatangkan manfaat dan keberkahan.
Dalam
bahasa manajemen, saleh dalam bekerja artinya melakukannya secara professional
yang mengikuti kaidah-kaidah ilmiah. Orang yang hanya memperbanyak ibadah
ritual mengejar akhirat tetapi tidak mau membangun kebaikan dan kemakmuran
dunia, jangan-jangan akhiratnya lepas karena kebaikan akhirat itu hasil
akumulasi kerja keras amal saleh di dunia.
Coba saja
baca dan renungkan perintah Alquran, orang yang berilmu dan kaya harta akan
lebih mudah memenuhi anjuran Alquran. Jadi, mari kita mensyukuri hidup dengan
kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas agar produktif dan berkah.
Dalam
pandangan Tuhan, kekayaan itu akhirnya bukan terletak seberapa banyak seseorang
mampu mengumpulkan ilmu dan harta. Tetapi seberapa banyak ilmu dan harta itu
turut serta memakmurkan serta menyejahterakan hidup bersama.
Dalam
sebuah riwayat disebutkan, Rasulullah bersabda, andaikan kemiskinan dan
kefakiran itu menjelma menjadi sosok manusia, kemanapun berada akan dibenci dan
dimusuhi. Maka usirlah kemiskinan dan kefakiran dengan menciptakan banyak
lapangan kerja dan mengusir kemalasan, bukannya mengusir orang miskin serta
orang fakir. []
TRIBUNNEWS,
26 Juni 2016
Prof Dr Komaruddin Hidayat | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar