Jumat, 24 Januari 2014

(Ngaji of the Day) Selamat Merayakan Maulid Nabi



Selamat Merayakan Maulid Nabi

Saat ini, memperbincangkan tradisi peringatan maulid dalam kerangka apakah ia termasuk bidah atau bukan, sudah tidak menemukan relevansinya lagi. Sebab permasalahan itu sudah diselesaikan sejak semula. Dalam konteks keindonesiaan, perbincangan bidah di dalam peringatan maulid ini malah semakin tidak penting, karena sejak awal Islam masuk ke Nusantara justru melalui jalur kultur dan tradisi, bukan melalui jalur ekspedisi militer seperti di sejumlah wilayah Timur Tengah pada umumnya.

Kalangan yang tidak terlalu familiar dengan tradisi, seperti kelompok Wahhabi di Arab Saudi maupun di berbagai daerah lain, termasuk di Indonesia, barangkali masih menganggap penting untuk menyeterilkan Islam dari tradisi-tradisi yang tidak ditemukan presedennya dalam sejarah Islam awal, kendati itu sama sekali tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip fundamental dalam Islam itu sendiri. Hal demikian terjadi karena kelompok ini membikin doktrin yang teramat ekstrem soal bidah.

Padahal, sebagaimana kita ketahui dan pahami, para sahabat sendiri, seperti Sayyidina Umat bin al-Khaththab, tak membikin definisi seekstrem produk pemikiran Wahhabi. Mengenai salat Tarawih yang dilakukan secara berjamaah, Umar t mengatakan ”Ini adalah bidah terbaik”. Mengatakan ”bidah terbaik”, itu berarti tidak setiap bidah adalah buruk. Itulah sebabnya mengapa para ulama memilah bidah pada sejumlah kategori: Wajib, Sunah, Mubah, Makruh, dan Haram. Al-Ghazali mengatakan: tidak semua bidah itu dilarang. Bidah yang dilarang adalah yang bertentangan dengan Hadis dan menyalahi syariat. Malah, bidah bisa jadi wajib jika ada sebab yang mewajibkanya.

Kerugian yang diderita kelompok Wahhabi dengan konsep bidah yang kaku itu sesungguhnya amatlah besar. Revolusi Wahhabisme yang digulirkan oleh Muhammad bin Abdul-Wahhab telah memberangus sekian banyak peninggalan bersejarah di Hejaz, yang merupakan tempat lahirnya dan tumbuh berkembangnya Islam. Di samping itu, revolusi Wahabisme telah membentuk gerakan dan watak Islam eksklusif yang kaku dan tidak adaptif terhadap situasi dan kondisi. Sebaliknya, sikap tertutup malah sering berwatak reaktif dan cenderung curiga terhadap upaya-upaya positif yang konstruktif.

Dalam lembaran sejarah dikatakan, peringatan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam muncul pertama kali di dunia Islam pada abad keenam hijriah. Orang yang pertama kali menyelenggarakan acara maulid adalah seorang ulama sufi bernama Abu Hafsh Mu’inuddin Umar bin Muhammad bin Khadhir al-Irbili al-Maushili, yang dikenal dengan sebutan al-Malla’. Beliau adalah seorang ulama sufi terkemuka yang menetap di Maushil, Irak. Beliau dikenal sebagai seorang yang sangat zuhud dan berpengetahuan luas dan mendalam, di samping juga disegani oleh penguasa Mushil pada waktu itu, yaitu al-Malik al-Adil Nuruddin Mahmud bin Zanki. Al-Adil bahkan memerintahkan bawahannya agar tidak mengeluarkan keputusan apapun sebelum mendapat pengesahan dan persetujuan dari al-Malla’.

Berdasarkan legitimasi dari ulama kenamaan semacam al-Malla’ ini, kemudian acara penyelenggaraan maulid ini menyebar dari Irak ke berbagai belahan dunia Islam yang lain. Itulas sebabnya mengapa kemudian acara penyelenggaraan maulid juga risespons positif oleh sejumlah ulama terkemuka di berbagai belahan dunia Islam. Tradisi maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam kemudian juga dilegitimasi oleh ulama besar semacam al-Hafidz Abu Syamah ad-Dimasyqi dan Syekh Abu al-Khaththab bin Dihyah. Ibnu Dihyah dalam hal ini bahkan telah menulis buku khusus berjudul at-Tanwîr fî Maulidil-Basyîr an-Nadzîr. Buku ini ia ajukan kepada penguasa pada masanya, al-Malik al-Muzhaffar, sehingga ia diberi uang 1000 dinar atau sekitar 1,6 trilyun rupiah untuk kurs saat ini.

Lebih dari itu, al-Imam al-Waliyy al-Arif Muhammad bin Abbdad ketika ditanya mengenai hukum menyalakan lilin pada acara maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau menjawab bahwa mulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam termasuk hari raya kaum muslimin, di mana pada momen ini mereka diperkenankan mengekspresikan rasa suka cita mereka dengan menyalakan lilin, bergembira, berhias dengan baju baru, mengendarai kendaraan mewah dan semacamnya. Semua ini, menurut beliau, adalah hal yang boleh dilakukan tanpa perlu diinkari.

Menurut al-Imam as-Suyuthi, sebenarnya acara utama dalam maulid Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah perkumpulan banyak orang, disertai bacaan sejumlah ayat al-Qur’an, penyampaian kisah-kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, termasuk tanda-tanda dan keajaiban yang muncul sewaktu beliau lahir. Kemudian acara ini dilanjutkan dengan acara makan-makan, dan selesai. Dengan demikian, pada prinsipnya, perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah hal positif yang perlu untuk terus ditradisikan.

So, selamat merayakan maulid Nabi!

Buletin Sidogiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar