Selasa, 07 Januari 2014

(Ngaji of the Day) Memasuki Tahun Pemilu 2014



Memasuki Tahun Pemilu 2014
Oleh: Ahmad Saifuddin

Pemilihan umum atau Pemilu merupakan sebuah ikhtiar bangsa untuk memilih dan menentukan pemimpin serta wakilnya dalam pemerintahan. Tidak lama lagi, Indonesia akan menjalankan pesta demokrasi tersebut, tepatnya pada tanggal 9 April 2014. Pada pemilu tersebut, akan dipilih wakil rakyat DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi, dan Dewan Pimpinan Daerah. Selain itu, pada tanggal tersebut juga akan ditentukan siapa yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan tertinggi di Indonesia ini.

Pemilu memiliki urgensi yang tinggi di dalam menentukan nasib dan arah perjalanan bangsa ini. Pemimpin dan wakil rakyat yang berhasil dipilih akan sangat menentukan baik buruknya atau benar salahnya perjalanan tersebut. Maka dari itu, pemilu tidak hanya sekedar memilih, tetapi lebih jauh dari itu, pemilu juga merupakan sebuah ikhtiar dan usaha untuk memperbaiki kualitas bangsa dan negara ini. Dengan demikian, peran rakyat sangat besar dan signifikan di dalam pemilu, karena siapa yang mewakili rakyat dan siapa pemimpinnya merupakan representasi dan cerminan rakyat itu sendiri.

Selama ini, pemilu berhasil hanya sebatas pada tataran teknis. Itu pun masih banyak pihak yang mengklaim banyaknya kekurangan teknis yang terjadi. Pemilu dalam tataran memilih wakil rakyat dan pemimpin yang berkualitas dan kredibel belum terealisasikan dengan baik. Terdapat banyak sekali problem yang muncul ketika pemilu itu berlangsung. Banyaknya kepentingan politik dan golongan yang “menunggangi” calon wakil rakyat dan calon pemimpin, politik pencitraan, money politics, pendidikan politik yang rendah bahkan buruk di kalangan partai, mental yang tidak luhur dari kalangan calon wakil rakyat dan pemimpin, membuat rakyat menjadi jengah dan pada tingkat tertinggi, rakyat menjadi bersikap apatis dan pesimis terhadap pemilu. Pada akhirnya melahirkan banyaknya angka golput. Selain itu, pola praktik politik yang tidak sehat kemudian juga menyebabkan orientasi rakyat menjadi berubah arah menjadi pragmatis dan materialistis. Dengan berbagai permasalahan yang sudah menjamur tersebut, pada akhirnya membuat cita-cita luhur demokrasi dan pemilu menjadi mimpi dan utopia belaka.

Kondisi seperti itu tentu saja tidak dapat dibiarkan. Diperlukan peran berbagai pihak dan elemen masyarakat di dalam mengonstruksikan pemikiran yang sehat dan benar mengenai demokrasi dan pemilu itu sendiri. Kondisi yang sudah sangat serius ini tidak dapat hanya dibebankan terhadap satu pihak saja, KPU dan Panwaslu misalkan. Peran organisasi masyarakat yang memiliki peran signifikan di dalam masyarakat dapat memberikan kontribusinya dalam memperbaiki kondisi buruk ini.

Pendidikan yang dibutuhkan dalam pemilu adalah pendidikan demokrasi, pendidikan pemilih, dan pendidikan politik. Pendidikan demokrasi, mengenai urgensitas pemilu, peranan demiokrasi dalam menata masyarakat dan sebagai tool untuk mencapai cita-cita bangsa yang luhur nan mulia. Pendidikan pemilih, mengenai urgensitas rakyat tidak hanya dalam menentukan wakilnya dan pemimpinnya, tetapi lebih jauh dari itu yaitu mengenai kontribusi rakyat di dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Pendidikan politik, mengenai urgensitas memilih wakil rakyat dan pemimpin yang kedibel dan berkualitas dengan berbagai karakteristik yang sudah terumuskan dalam persepsi dan pikiran rakyat.

Untuk menciptakan kondisi perubahan dan pencerahan menjelang pemilu, diperlukan upaya penggalakan pendidikan demokrasi, pendidikan pemilih, dan pendidikan politik tersebut yang dilakukan secara koheren dan kontinu oleh berbagai elemen masyarakat. Salah satu contoh adalah pembentukan Relawan Demokrasi (Relasi) oleh Komisi Pemilihan Umum. Pembentukan Relawan Demokrasi tersebut dipilih berdasarkan simpul masyarakat, sehingga setiap elemen masyarakat dapat terwakilkan. Terdapat lima segmen, yaitu pemilih pemula, kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang difabel dan kelompok pinggiran. Relawan Demokrasi ini pada perjalanannya harus menjalankan tugas dalam bermitra dengan KPU untuk membantuk tugas KPU di dalam memberikan pendidikan pemilih. Usaha ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan di dalam meningkatkan peran aktif pemilih dalam pemilu. Maka dari itu, urgensitas Relawan Demokrasi sangat tinggi dalam hal ini.

Kelompok agama yang sudah termasuk dalam salah satu komposisi Relawan Demokrasi secara khusus, dan kelompok agama di luar Relawan Demokrasi secara umum, juga memiliki peran yang tinggi di dalam mencerdaskan umat dalam hal demokrasi dan pemilu ini. Realitanya, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama (religious). Sehingga, tingkat kepatuhan terhadap pemuka agama tergolong tinggi. Terlebih lagi, pemilu dan demokrasi tidak diajarkan dalam agama (Islam khususnya) secara eksplisit yang membuat masyarakat menjadi buta akan pentingnya demokrasi dan pemilu tersebut. Pada sisi lain, terdapat berbagai kelompok radikal yang menyuarakan bahwa demokrasi haram dan harus mendirikan negara Islam membuat pelaksanaan dan pencapaian citra-cita demokrasi yang luhur terhambat.

Di sinilah peran kelompok agama dalam membumikan nilai-nilai agama (Islam khususnya) yang berkaitan dengan pemerintahan, politik, dan demokrasi. Terlebih lagi, peran organisasi keagamaan seperti Nahdlatul ‘Ulama dan Muhammadiyah yang sampai saat ini menjadi representasi Islam sunni terbesar di Indonesia akan sangat membantu dalam mencerdaskan masyarakat. Pencerahan yang diterima masyarakat dalam hal kaitan antara agama dengan demokrasi ini juga akan mampu meningkatkan antusiasme masyarakat. Satu hal yang menjadi catatan penting disampaikan oleh DR. Syamsul Bakri, Pembantu Dekan III Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta sekaligus Ketua Lakpesdam PCNU Klaten. Beliau mengatakan bahwa pemuka agama sebaiknya tidak ikut berpolitik praktis karena akan ada kemungkinan untuk meninggalkan umat dan adanya persepsi yang negative dalam pikiran umat.

Kontribusi segmen lain dalam masyarakat pun juga diperlukan, misalkan salah satu segmen dalam Relawan Demokrasi, yaitu kelompok pemilih pemula. Kelompok ini memiliki kontribusi yang besar dalam memberikan pendidikan dan pengetahuan pemilih terhadap kawan-kawannya. Apa yang diterima seseorang pada suatu periode awal, maka akan dapat berfungsi sebagai filter. Begitu juga apa yang pemilih pemula terima tentang pengetahuan demokrasi dan pemilih, maka itulah yang kemudian akan membentuk sikap pada pemilu dan menentukan seberapa kuat seseorang itu memegang prinsip pemilih yang telah diterimanya. Begitu halnya juga kelompok lain, misalkan difabel, perempuan, dan pinggiran. Mereka diharapkan mampu memberikan pendidikan pemilih terhadap kelompoknya.

Pemilih yang cerdas, bukan pemilih yang pragmatis dan materialistis. Pemilih yang cerdas, bukan pemilih yang memiliki orientasi pemikiran jangka pendek. Pemilu adalah sebuah alat untuk menuju cita-cita demokrasi yang luhur sehingga harus dilaksanakan sesuai etika. Ketiadaan pemimpin dalam suatu bangsa, mengakibatkan bangsa itu menjadi bangsa yang tidak memiliki laju langkah dan arah perjalanan. Ketidaksediaan memilih dan orientasi yang salah, memiliki kecenderungan menipisnya peluang terpilihnya wakil rakyat dan pemimpin yang berkualitas. Maka dari itu, memilih merupakan sebuah kewajiban bangsa sebagai upaya membangun bangsa ini. Pada kondisi tertentu, pemimpin merupakan representasi dari rakyat, sehingga seberapa baik pemimpin itu bergantung pada seberapa baik rakyat itu. Dari analogi tersebut, dapat disimpulkan bahwa awal keberhasilan pemilu justru terletak pada kualitas pemilih itu.

Selain memilih, rakyat juga memiliki peran monitoring secara tidak langsung terhadap wakil rakyat dan pemimpin yang sudah terpilih. Menurut Nuswantoro Dwiwarno, Dosen Fakultas Hukum UNDIP Semarang, mengatakan bahwa selama ini gentlemen agreement belum terlaksana. Kesepakatan antara wakil rakyat dan pemimpin dengan rakyat mengenai konsekuensi wakil rakyat dan pemimpin yang tidak dapat merealisasikan program yang telah dicanangkan penting untuk dilaksanakan. Hal ini mengindikasikan bahwa secara tidak langsung rakyat memiliki power dalam menentukan perjalanan demokrasi di Indonesia ini dan di sisi lain rakyat memiliki peran langsung.

Partai politik, sebagai wadah calon wakil rakyat dan pemimpin, harus mampu menjalankan fungsinya sebagai partai politik yang memiliki nilai dan karakter mulia. Fungsi tersebut dapat diejawantahkan dalam bentuk politic education. Sehingga, calon wakil rakyat dan pemimpin akan benar-benar memiliki kepribadian dan karakter yang baik. Kepentingan golongan juga harus disingkirkan jika ingin demokrasi tercipta dengan baik di negeri ini. Komponen negara yang lain juga dapat berkontribusi dalam perbaikan demokrasi dan pemilu di Indonesia ini. Misalkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memasukkan kurikulum yang membahas mengenai pentingnya pemilu dan peran serta masyarakat dalam pemilu, serta urgensitas demokrasi dalam upaya problem solving atas permasalahan yang ada. Pendidikan demokrasi dan politik juga seyogyanya tidak diberikan pada kurun waktu tertentu saja, tetapi juga setiap waktu. Misalkan, pembuatan buletin dan penerbitan buku yang membahas dan menganalisis tentang demokrasi, baik dikaji dari paradigma ilmu politik maupun paradigma keagamaan.

Pemilu dan demokrasi, sebuah upaya yang menimbulkan dampak yang sangat luas dan kompleks. Maka dari itu, upaya pembenahan pemilu dan demokrasi memerlukan kontribusi dan partisipasi aktif dari berbagai elemen masyarakat, partai politik, pemerintah, dan KPU. Nasib bangsa ini ditentukan dari siapa wakil rakyat dan pemimpinnya. Nasib wakil rakyat dan pemimpin ditentukan dari proses pemilu yang ada. Nasib pemilu yang ada ditentukan oleh cerdasnya pemilih.

Ahmad Saifuddin, S.Psi
Ketua Pimpinan Cabang Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Kabupaten Klaten. Sedang menempuh studi S2 di Magister Profesi Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Bergiat sebagai Anggota Relawan Demokrasi (Relasi) KPU Kabupaten Klaten, , Sekretaris Lembaga Kajian Pemikiran Islam Darul Afkar Klaten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar