Senin, 13 Januari 2014

(Buku of the Day) Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir



Kisah Keberanian Membela Tanah Air



Judul                : Umar Mukhtar, Singa Padang Pasir
Penulis             : Isham Abdul Fatah
Tebal                : 148 halaman
Penerbit            : Pustaka Al-Kautsar
Cetak                : Pertama, 2013
Peresensi          : Lailatur Rohmah, mahasiswa STAI Sunan Pandanaran Yogyakarta

“Keberanian tak pernah dimiliki oleh mereka yang mencintai dunia”

Keberanian untuk membela tanah air atau biasa disebut semangat nasionalisme merupakan hal yang wajib dimiliki oleh setiap warga negara. Namun, belakangan ini sikap nasionalis mulai memudar atau bahkan sulit ditemukan di kalangan masyarakat Indonesia. Bukti yang sangat sederhana adalah, masyarakat lebih bangga jika menggunakan barang-barang buatan luar negeri dibanding menggunakan produk lokal (dalam negeri).

Tidak hanya nasionalisme, keberanian juga bisa diwujudkan dengan memberikan aspirasi terhadap problema yang ada di tanah air Indonesia. Kita tidak sedang hidup di era Soeharto dimana setiap orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah akan ditangkap, dipenjara, atau bahkan dibunuh. Saat ini, keberanian mengemukakan kebenaran bukan merupakan sebuah pelanggaran hukum atau bahkan pelanggaran syari’ah. Masalahnya, masyarakat kita cenderung lebih memilih diam dan pura-pura tidak tahu dengan berbagai problem yang sedang terjadi di Indonesia. Tanpa mereka sadari sikap diam dan acuh tak acuh mereka akan menjadikan keadaan Indonesia menjadi semakin buruk.

Buku ini menjelaskan kepada kita tentang makna keberanian, keberanian untuk membela tanah air, keberanian untuk menentang kesemena-menaan, keberanian untuk berjuang dan keberanian untuk mengambil keputusan terburuk (mati). Umar Mukhtar adalah seorang tokoh revolusioner dari Libya. Beliau lahir pada tahun 1862 M di desa Janzour Asy- Syarqiyyah Jaanzour Timur, salah satu nama desa di Libya, dekat dengan perbatasan Mesir.

Beliau terlahir dari keluarga yang religius dan teguh pada ajaran agama. Sejak kecil dia sudah ditinggal oleh ayahnya yang meninggal ketika dalam perjalanan ke tanah suci. Karena pahit getirnya kehidupan yang beliau alami menjadikannya memiliki kepekaan emosional terhadap penderitaan rakyat dan kesedihan mereka. Ia selalu bersimpati dan menolong orang miskin dan lemah.

Nama Umar Mukhtar dikenal karena keberaniannya membunuh singa padang pasir yang menjadi momok masyarakat saat itu. Ia memiliki semboyan “Keberanian tidak akan dimiliki oleh mereka yang mencintai dunia”. Karena keberaniannya orang- orang menjulukinya singa padang pasir. Ia dengan gigih melawan penjajah Italia dan menjadi generator bagi masyarakat Libya.

Ketika siang ia berjuang dengan pedang terhunus menyambar lawan tanpa pengampunan bak Khalifah Umar bin Khatab kala dulu. Akan tetapi, ketika malam beliau berubah menjadi seorang yang lemah lembut seolah tak memiliki daya. Beliau senantiasa bersujud dan bermunajat kepada Allah Swt. Mengumandangkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an memohon untuk kesejahteraan rakyatnya.

Keberanian membawanya kepada para penjajah Italia yang sangat otoritatif. Musollini seorang penjajah Italia yang terkenal dengan kelicikan dan kekejamannya sampai turun tangan dan ikut serta dalam menghadapi Umar Mukhtar karena para sekutunya merasa kelimpungan. Berbagai upaya damai yang dilakukan oleh pihak musuh mulai dari iming-iming jabatan, memberikan hadiah kepada Umar Mukhtar, hingga mengadakan berbagai perundingan dan membentuk perjanjian yang pada akhirnya dikhianati oleh pihak musuh sendiri.

Hal ini membuat Umar Mukhtar sangat marah, dan membuatnya nekat menyerbu pasukan Italia. Pada penyerangan pertama Beliau mendapatkan sebuah kemenangan. Namun, hal itu justru membuat musuh menambah jumlah pasukan dan memperketat melakukan pengintaian terhadap musuh, tanpa disadari musuh telah mengepung mereka.
Berakhir di Tiang Gantungan
Pertempuran yang tidak seimbangpun terjadi hingga pasukannya banyak yang gugur dan akhirnya musuh mampu menangkap Umar Mukhtar. Namun sang singa tidak pernah takluk selamanya. Perjuangannya tak pernah sia-sia walaupun semua harus berakhir syahid di tiang gantungan.

Perjuangan rakyat Libya tidak berakhir karena eksekusi Umar Mukhtar, namun hal itu seolah menjadi cambuk bagi mereka untuk lebih giat mengusir para penjajah. Akhirnya, rakyat Libya mampu membuat musuh lari tunggang langgang dari tanah air mereka.

Jika pada masa Umar Mukhtar keberanian dianggap sebagai sebuah pelanggaran, maka berbeda halnya dengan saat ini. Saat ini kebebasan sangat diagungkan. Lebih spesifiknya mengenai kebebasan berpendapat. Karena saat ini kita tidak berperang dengan menggunakan senjata atau pedang. Akan tetapi, pedang kita adalah akal dan pena yang bergerak sesuai irama kehidupan. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar