Nabi Muhammad menggunakan beberapa cara dan strategi dalam mendakwahkan Islam. Di samping dakwah secara langsung—berceramah, berpidato, atau berkhutbah, Nabi Muhammad dalam berdakwah juga memakai surat. Nabi Muhammad menyurati beberapa raja, kepala suku, dan tokoh di sekitar semenanjung Arab agar mereka meninggalkan agama lamanya dan memeluk Islam.
Respons para penguasa tersebut ketika menerima surat dari Nabi Muhammad bermacam-macam. Ada yang mengikuti ajakan Nabi dan ada pula yang menolak bahkan sampai membunuh utusan yang diutus Nabi untuk mengantarkan surat tersebut. Merujuk The Great Episodes of Muhammad saw (Said Ramadhan al-Buthy, 2017) dan Membaca Sirah Nabi Muhammad saw dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-hadis Shahih (M Quraish Shihab, 2018), berikut beberapa reaksi dan respons para penguasa terhadap surat Nabi Muhammad:
Pertama, Raja Heraclius, Penguasa Romawi Timur (Byzantium). Heraclius dikenal sebagai raja yang digdaya. Di bawah pemerintahannya, Romawi Timur memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas. Ia berhasil mengalahkan Persia yang mencoba menyerang wilayahnya. Bahkan menyerang balik hingga ke jantung wilayah Persia. Heraclius juga berhasil merebut Palestina dan menegakkan kekuasaannya berlandaskan agama Kristen di sana.
Adalah Dihyah al-Kalbi yang ditugaskan Nabi Muhammad untuk menyampaikan surat kepada Raja Heraclius. Dihyah menyampaikan surat itu kepada Gubernur Bashra untuk kemudian disampaikan kepada Raja Heraclius. Setelah membaca surat dari Nabi, Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan. Semula Heraclius disebutkan ‘mempercayai’ kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad. Namun karena para pembesar dan rakyatnya tidak menghendaki rajanya menjadi seorang Muslim, maka Heraclius tetap mempertahankan agama lamanya, Kristen.
Dalam satu kesempatan, Heraclius juga pernah berbicara dengan Abu Sufyan bin Harb tentang Nabi Muhammad. Dalam obrolan itu, Heraclius menyampaikan beberapa pertanyaan terkait Nabi Muhammad—mulai dari nasab hingga akhlaknya. Abu Sufyan mengonfirmasi semua pertanyaan yang diajukan Heraclius tersebut.
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, Heraclius mengaku kalau Rasulullah akan keluar. Namun ia tidak menyangka kalau Rasulullah muncul dari bangsa Arab Makkah.
“Seandainya aku tahu bahwa aku akan sampai kepada (masa)nya, pasti aku sangat ingin bertemu dengannya. Seandainya aku ada di hadapannya, pasti aku basuh kakinya,” kata Heraclius.
Kedua, Raja Negus, Penguasa Abessinia. Nabi Muhammad memerintahkan Amr bin Umayyah ad-Dhamiri untuk menyampaikan surat kepada Raja Negus. Sang Raja menyambut utusan Nabi tersebut dengan sangat baik. Dia juga mengetahui kalau akan datang seorang Nabi, setelah Nabi Isa As. Lantas apakah Raja Negus memeluk Islam setelahnya itu?
Ada riwayat yang menyebutkan kalau Raja Negus akhirnya memeluk Islam setelah peristiwa itu. Ada juga yang menyebut kalau Raja Negus hanya berbuat baik kepada umat Islam, termasuk menyediakan kapal untuk mereka berhijrah ke wilayahnya. Riwayat lain juga menyatakan bahwa Negus ini bukanlah Negus yang memeluk Islam dan yang Nabi Muhammad shalat ghaib untuknya ketika dia wafat.
Ketiga, al-Muqauqis, Penguasa Koptik Agung Mesir. Al-Muqauqis menyambut baik ketika Hathib bin Abi Balta’ah datang untuk menyampaikan surat Nabi Muhammad. Dia kemudian mengajukan beberapa pertanyaan perihal Nabi Muhammad. Di antaranya mengapa Nabi Muhammad tidak mendoakan binasa kaumnya yang mengsusirnya.
“Beliau seperti Isa As. yang tidak mendoakan kebinasaan kaumnya ketika kaumnya bermaksud menyalipnya,” jawab Hathib bin Abi Balta’ah.
Karena puas dengan jawaban-jawaban yang disampaikan Hathib, al-Muqauqis membalas surat Nabi Muhammad dengan penuh hormat. Dia juga memberikan Nabi sejumlah hadiah, termasuk dua orang gadis Koptik. Salah satunya Maria al-Qibtiyah yang nantinya dipersunting Nabi Muhammad. Di samping itu, sebetulnya al-Muqauqis tahu bahwa akan ada Nabi baru yang diutus Allah. Semula Nabi baru dianggap akan berasal dari Syam, namun ternyata dari Makkah.
Keempat, Munzir bin Sawi, Penguasa Bahrain. Al-Ala bin al-Hadhrami ditugaskan untuk mengantar surat kepada Munzir bin Sawi. Penguasa Bahrain ini menerima baik ajakan Nabi Muhammad untuk memeluk Islam. Meski demikian, Nabi Muhammad memeringatkan sang raja agar tidak memaksa seseorang untuk memeluk Islam. Bagi pemeluk Yahudi atau Majuzi, mereka tetap diperbolehkan untuk menetap di Bahrain, asal membayar jizyah untuk keamanan dan kesejahteraan.
Kelima, Raja Kisra, Penguasa Persia. Respons Raja Kisra begitu keras ketika menerima surat Nabi yang dibawa Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi. Ia langsung menyobek surat Nabi setelah mengetahui isinya. Ketika mengetahui respons Raja Kisra atas suratnya, Nabi berdoa agar Allah mengoyak kerajaannya.
Tidak hanya itu, dia juga menyurati gubernurnya di Yaman, Badzan, agar mengirim dua orang terkuatnya kepada Nabi Muhammad. Selang beberapa saat, mereka berdua tiba di Madinah dan menyerahkan surat Badzan untuk Nabi Muhammad. Nabi tersenyum setelah mengetahu isi suratnya. Mereka kemudian diperintahkan untuk pulang dan balik keesokan harinya.
“Sampaikan kepada teman kalian (Badzan) bahwa Tuhanku sudah membunuh Kisra, tuannya, malam ini, tujuh jam yang lalu,” kata Nabi Muhammad kepada dua utusan tersebut.
Benar saja, putra Kisra yang bernama Syuriyah sendiri lah yang membunuhnya. Kekuasaan Kerajaan Kisra juga terkikis sedikit demi sedikit. Hingga akhirnya hilang total setelah kalah menghadapi serangan pasukan umat Islam pada 637 M atau delapan tahun setelah Nabi berdoa.
Di samping itu, Nabi Muhammad juga mengirimkan surat kepada para penguasa wilayah di sekitar semenanjung Arab. Di antaranya Gubernur Bashra, Syurahbil bin Amr al-Ghassani. Namun sayangnya, Harits bin Umair al-Azadi, utusan Nabi yang bertugas menyampaikan surat kepada penguasa Bashra, dibunuh sebelum sampai ke tempat tujuan—riwayat lain menyebutkan dia dibunuh ketika tiba di hadapan Syurahbil. Dan Harits lah satu-satunya utusan Nabi yang dibunuh. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar