Pertanyaan:
Assalamu 'alikum wr. wb.
Redaksi NU Online, sebagian orang memperlakukan binatang secara kejam. Mereka menyiksa dan menganiaya binatang di sekitar mereka. Bagaimana seharusnya sikap manusia terhadap binatang dalam pandangan Islam? Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Hamba Allah – Jakarta
Jawaban:
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Binatang merupakan makhluk Allah yang dilindungi. Hak hidup binatang secara umum dijamin dalam Islam. Binatang baik peliharaan maupun lepas memiliki hak yang sama, tidak boleh dizalimi oleh manusia.
Rasulullah dalam hadits riwayat Imam Muslim melarang manusia untuk menjadikan nyawa binatang sebagai taruhan atau permainan:
وَعَنِ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: لَا تَتَّخِذُوا شَيْئاً فِيهِ اَلرُّوحُ غَرَضًا رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Artinya, “Dari Ibnu ‘Abbas RA, ia berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda, ‘Jangan kalian menjadikan binatang bernyawa sebagai sasaran bulan-bulanan,’” (HR Muslim).
Dari sini dapat dipahami bahwa manusia harus memperhatikan hak hidup binatang. Manusia juga harus memperlakukan dengan baik binatang di sekitarnya. Imam An-Nawawi dalam syarah sahih Muslim-nya mengatakan, larangan pada hadits riwayat Imam Muslim bermakna pengharaman bagi umat Islam menganiaya binatang.
Imam Izzuddin bin Abdissalam dari mazhab Syafi’i mengaitkan perlindungan atas hak binatang dan prinsip dasar penghadiran maslahat dan penolakan mafsadat (jalbul mashalih wa dar’ul mafasid). Imam Izzuddin yang dujuluki sulthanul ulama ini merinci hak-hak hewan dan binatang yang harus dipenuhi oleh manusia sebagai berikut:
القسم الثالث من أقسام الضرب الثاني من جلب المصالح ودرء المفاسد حقوق البهائم والحيوان على الإنسان، وذلك أن ينفق عليها نفقة مثلها ولو زمنت أو مرضت بحيث لا ينتفع بها، وألا يحملها ما لا تطيق ولا يجمع بينها وبين ما يؤذيها من جنسها أو من غير جنسها بكسر أو نطح أو جرح، وأن يحسن ذبحها إذا ذبحها ولا يمزق جلدها ولا يكسر عظمها حتى تبرد وتزول حياتها وألا يذبح أولادها بمرأى منها، وأن يفردها ويحسن مباركها وأعطانها، وأن يجمع بين ذكورها وإناثها في إبان إتيانها، وأن لا يحذف صيدها ولا يرميه بما يكسر عظمه أو يرديه بما لا يحلل لحمه،
Artinya, “Jenis ketiga yang masuk kategori kedua dalam rangka mendatangkan maslahat dan menolak mafsadat adalah kewajiban manusia dalam menjaga hak binatang ternak dan hewan. Manusia wajib menafkahi dengan pantas binatang tersebut seandainya binatang itu sakit dan tidak dapat diambil manfaatnya; tidak boleh membebaninya dengan pekerjaan yang tidak sanggup dilakukannya; tidak mengumpulkannya dengan hewan sejenis atau hewan jenis lain yang dapat menanduk, memecahkan, atau melukainya; harus menyembelih dengan cara terbaik bila ingin menyembelihnya; tidak mengoyak kulitnya, tidak boleh mematahkan tulangnya sehingga melemahkan dan menghilangkan daya hidupnya, tidak boleh menyembelih anaknya di hadapannya, tidak boleh mengisolasinya, harus menyiapkan alas terbaik untuk dia duduk mendeku; mengumpulkan jantan dan betina pada musim kawin; tidak boleh membuang hasil buruannya; tidak boleh melemparnya dengan alat (keras) yang dapat mematahkan tulangnya; atau melempar/membenturkannya dengan benda yang tidak membuat halal dagingnya,” (Izzuddin bin Abdissalam, Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2010 M], juz I, halaman 112).
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Alhafiz Kurniawan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar