KHUTBAH JUMAT
Berbuat Baik Terhadap Tetangga
Khutbah I
اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاه. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَانَبِيّ بعدَهُ.
أَمَّا بَعْدُ فَإنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْقَائِلِ فِي كِتَابِهِ الْقُرْآنِ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. فقال الله تعالى في القرآن الكريم: وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Filosof Yunani Aristoteles mengatakan manusia zoon politicon, makhluk yang tidak dapat hidup sendirian dan butuh berinteraksi antara satu sama lainnya. Karenanya, tidak ada orang yang dari sejak lahir sampai dewasa betah dengan kesendirian. Setiap orang butuh keluarga dan teman untuk berkomunikasi. Dikarenakan manusia secara umum hidup bermasyarakat dan tinggal berdampingan dengan tetangga, Islam menganjurkan kepada setiap muslim untuk berbuat baik kepada seluruh manusia, khususnya tetangga. Dalam hadits, Rasulullah bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Artinya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya” (HR: Bukhari-Muslim).
Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari menjelaskan kata “al-jar/tetangga” tidak terbatas pada agama tertentu atau sifat tertentu. Kata al-Jar di sini maknanya lebih umum. Beliau mengatakan:
واسم الجار يشمل المسلم والكافر والعابد والفاسق والصديق والعدو والغريب والبلدى والنافع والضار والقريب والأجنبي والأقرب دارا والأبعد
Artinya “Istilah tetangga mencakup muslim, kafir, budak, fasiq, teman, musuh, pendatang, pribumi, orang yang bermanfaat, orang yang memberi mudharat, karib kerabat, orang lain, orang yang rumah paling dekat ataupun jauh”
Sekali lagi, prinsipnya kita harus berbuat baik kepada siapa saja, apalagi tetangga terdekat kita. Bahkan, Rasulullah, sebagaimana dalam hadits di atas, mengaitkan kesempurnaan iman dengan penghormatan terhadap tetangga. Artinya, sempurna atau tidak keimanan seseorang bisa dilihat dari bagaimana cara dia memperlakukan tetangganya. Kalaupun kita belum bisa berbuat baik terhadap tetangga, minimal kita harus menahan diri agar tidak menyinggung dan berlaku buruk terhadap tetangga.
Sebab dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda:
وَاللَّه لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ
Artinya “Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. Demi Allah, tidak beriman. “Sahabat bertanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yang tetangganya tidak aman dari keburukannya” (HR. Bukhari).
Rasulullah menegaskan keimanan seseorang menjadi tidak sempurna, apabila dia tidak mampu menahan keburukannya, sehingga tetangganya merasa tertanggu dan tidak aman. Sebagai seorang muslim, kita harus berusaha untuk tidak berlaku buruk ataupun perbuatan apapun yang membuat tetangga tidak nyaman dan kurang aman.
Jamaah Jumat yang Dirahmati Allah
Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menghormati dan memuliakan tetangga, khususnya tetangga terdekat. Hal paling mudah adalah menegur, menyapa, dan senyum bila bertemu. Kalau bisa lebih dari itu lebih baik, seperti berbagi menolong mereka ketika kesusahan, dan berbagi makanan.
Rasulullah, dalam hadits riwayat Muslim, berpesan kepada Abu Dzar:
يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
Artinya “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak sayur (daging kuah) maka perbanyaklah airnya dan berilah tetanggamu” (HR. Muslim).
Pesan ini tidak hanya berlaku bagi Abu Dzar. Kandungan hadits ini berlaku untuk seluruh umat Islam, tanpa pengecualian. Rasulullah mengingatkan kalau kita sedang memasak makanan, jangan lupa membagikan masakan itu kepada tetangga. Jangan sampai tetangga hanya mencium baunya saja. Kalaupun kita tidak sedang memasak, andaikan membeli makanan, usahakan berbagi dengan tetangga terdekat. Selain mendapat pahala, tentu tujuannya adalah untuk memperkuat hubungan dengan tetangga dan menjaga tali silaturahim.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, berbuat baiklah kepada tetangga tanpa memandang agama dan status sosialnya. Rasulullah tidak pernah melarang berbuat baik kepada tetangga yang berbeda agama. Karenanya, sebagian sahabat Nabi tidak menganjurkan untuk berbagi kepada tetangga, sekalipun berbeda agama. Dalam kitab Targhib wa Tarhib, Abdullah bib As’ad al-Yafi’I mengutip sebuah riwayat yang menyebut Abdullah bin Umar meminta untuk berbagi makanan kepada tetangganya yang yahudi.
Riwayatnya sebagai berikut:
وكان عبد الله بن عمر رضي الله عنهما له جار يهودي، وكان يقول: إذا ذبح الشاة الشاة، احملوا إلى جارنا الهيودي منها
Artinya “Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma berdampingan dengan tetangga Yahudi. Dia berkata, ‘Apabila menyembalih kambing, bagilah kepada tetangga kita yang yahudi.’”
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Ada banyak cara untuk berbuat baik kepada tetangga. Mulai dari yang mudah sampai yang membutuhkan pengorbanan. Berbuat baiklah semampu kita. Yang penting, jangan melakukan hal-hal yang merugikan, merusak, dan membuat tetangga kita merasa tidak nyaman, baik tetangga terdekat, ataupun masyarakat sekitar tempat tinggal kita.
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلَّهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بعدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ.
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَ سَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Hengki Ferdiansyah, pegiat kajian hadits, redaktur Islami.co, tinggal di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar