Pilihan Baru: Live TV
Subsidi atau e-BBM
Oleh: Dahlan Iskan
Meski DPR sudah
memberi izin dengan ketentuan tertentu untuk menaikkan harga BBM, pemerintah
tidak akan begitu saja menaikkannya. Demikian juga, meski DPR sudah menaikkan
plafon subsidi BBM dari Rp123 triliun ke Rp137 triliun, kita masih terus
berdebar apakah nilai tersebut cukup untuk pengadaan BBM bersubsidi sampai
akhir Desember 2012.
Jangan-jangan
pertengkaran antara Presiden Obama dan Iran terus meningkat sehingga harga
minyak mentah dunia terus membubung. Akibatnya, angka subsidi yang sudah
sebesar gajah bengkak itu masih belum cukup.
Maka sambil
memikirkan apakah harus menaikkan harga BBM atau melakukan konversi ke gas,
atau melakukan pembatasan, atau cara-cara lainnya, sebaiknya kita memperbanyak
doa: semoga Obama segera mencium pipi Ayatullah Khamenei. Semoga USA segera
rukun dengan Iran. Semoga Obama segera mencabut ancamannya menyerang Iran. Dan
Iran mencabut ancamannya menutup Selat Hormuz yang jadi pintu keluar minyak
mentah dari Arab Saudi, Kuwait, Emirat, Bahrain, Qatar, Irak, dan Iran sendiri
itu.
BUMN sendiri akan
mengajukan usul kalau saja pemerintah memutuskan melakukan pembatasan. Caranya
sangat modern, tepat guna dan sulit dimanipulasi oleh yang tidak berhak.
Basisnya menggunakan teknologi informasi yang canggih.
Selama ini, ide
pembatasan BBM sulit dilaksanakan karena caranya dirancang sangat tradisional
dan sulit dikontrol. Misalnya: menggunakan stiker. Mobil-mobil yang layak
disubsidi ditempeli stiker. Rasanya memang akan banyak persoalan dengan cara
ini.
Yang BUMN akan usulkan
adalah: setiap mobil yang layak disubsidi dipasangi peralatan elektronik untuk
kartu e-BBM. Para pemilik mobil bisa meminta peralatan tersebut dengan cara
menunjukkan BPKB dan kartu penduduk. Data pokok dimasukkan dalam e-BBM.
Misalnya berapa cc mobil tersebut, tahun berapa, dan siapa pemiliknya. Dan yang
paling penting: kartu itu akan memuat data berapa jatah BBM bersubsidi yang
pantas diberikan kepadanya. Misalnya 300 liter per bulan untuk mobil kelas
1.300 cc.
Peralatan ini ditaruh
di dashboard mobil untuk memudahkan nanti kalau mau mengisi bensin. Di setiap
SPBU akan dilengkapi mesin reader yang bisa membaca kartu e-BBM. Kalau Anda
ingin membeli bensin bersubsidi, Anda tinggal menyerahkan kartu e-BBM. Petugas
SPBU memasukkan e-BBM ke reader. Saat itulah diketahui apakah Anda layak
menerima subsidi. Kalau pun layak, masih akan terbaca apakah jatah BBM
bersubsidi Anda bulan ini masih berapa liter.
Yang tidak memiliki
kartu ini, dan yang jatah subsidi bulanannya sudah habis, harus membayar BBM
dengan harga lebih tinggi. Masih disubsidi juga, tapi subsidinya lebih kecil.
Salah satu BUMN yang
selama ini bergerak di bidang elektronik akan mampu memproduksi dan menyediakan
alat ini. Tentu bekerja sama dengan pemilik teknologi yang sudah terbukti
andal. Teknologi ini sudah dipakai dengan sukses di Afrika Selatan, Chili,
Venezuela, Columbia, dan beberapa negara Amerika Latin.
Memang kira-kira
diperlukan dana sekitar Rp4 triliun untuk sekitar 6 juta mobil yang layak
disubsidi. Yakni mobil yang cc-nya 1.300 ke bawah, mobil angkutan umum, dan
terserah mobil yang seperti apa lagi. Penghematan subsidinya bisa Rp30 triliun.
Dan yang penting: subsidi bisa benar-benar tepat sasaran.
Pengerjaannya juga
lebih sederhana dibanding konversi gas yang biayanya lebih mahal. Belum lagi,
perasaan pemilik mobil yang juga lebih nyaman.
Selama ini, kalau
saja diumumkan secara terbuka dan menggunakan layar digital mengenai berapa
subsidi yang diberikan kepada pemilik mobil, bisa-bisa akan jadi tontotan
tukang bakso yang menarik. Coba saja setiap mobil yang masuk SPBU ditayangkan
live di TV. Setiap selesai isi bensin langsung ditayangkan mobil tersebut
menerima subsidi berapa ratus ribu rupiah dari pemerintah. Katakanlah ada mobil
sedan Toyota Altis (1.800 cc) masuk SPBU. Setelah mengisi bensin dengan penuh,
langsung ditayangkan bahwa pemilik mobil tersebut baru saja menerima subsidi
dari pemerintah sebesar Rp120.000.
Pasti para pedagang
bakso, mie dorong, dan para penganggur akan asyik menonton live TV. Mereka akan
bergerombol di depan TV melihat dan menghitung deretan mobil yang masuk SPBU.
Dengan asyiknya mereka menyaksikan para pemilik mobil tersebut masing-masing
mendapat bantuan berapa ratus ribu rupiah dari pemerintah.
Mereka akan asyik
bergerombol menonton live TV sambil membayangkan begitu mudah orang mendapat
bantuan pemerintah sebesar Rp120.000 hanya dengan syarat harus memiliki mobil
Toyota Altis. Sedang dirinya yang hanya bisa berjualan bakso dan nasi goreng
dorong, tidak bisa mendapat bantuan seperti itu hanya karena tidak memiliki
sedan Toyota Altis.
Meski mereka itu
penjual bakso, nasi goreng, mie dorong, pedagang sayur keliling, dan para
penganggur tapi mereka bukan orang bodoh. Mereka bisa berhitung. Mereka juga
akan menonton live TV sambi niteni (mengamati/mempelajari) berapa kali sebulan
Toyota Altis tersebut masuk SPBU. Mereka pun bisa berhitung bahwa pemilik sedan
Toyota Altis atau pemilik mobil apa pun yang sejenis menerima bantuan
pemerintah melalui subsidi BBM sebesar Rp480.000/bulan. Alias: menerima bantuan
pemerintah Rp5.000.000/tahun!
Kalau saja setiap
mobil yang masuk SPBU disiarkan live TV dan diperlihatkan nomor mobilnya lalu
disebutkan bahwa mobil ini telah menerima bantuan pemerintah Rp5 juta/tahun,
maka rasanya tidak akan ada tontotan yang rating-nya lebih tinggi dari live
reality show ini. Orang-orang miskin akan asyik menonton untuk memimpikan
sesuatu dan mimpi itu adalah hiburan satu-satunya bagi mereka.
Maka setelah
heboh-heboh BBM berlalu kita punya waktu untuk memilih: akan menyelenggarakan
program live TV, atau melakukan pembatasan, atau konversi ke gas, atau
menaikkan harga. Atau cara yang lain lagi yang belum terpikirkan. Tentu bicara
terus juga tidak ada hasil nyatanya. Sambil menunggu pilihan yang tepat, saya
tetap akan meminta salah satu BUMN untuk menyiapkan diri: siapa tahu pembatasan
BBM model e-BBM tadi bisa dipilih. Dengan sekali pengeluaran Rp4 triliun bisa
menghemat sedikitnya Rp30 triliun/tahun.
Tentu, jangan lupa
Putra Petir.
Presiden SBY sudah
memanggil rektor-rektor universitas besar untuk mempersiapkan mobil listrik
nasional ini. Para rektor itu (Rektor UGM, Rektor ITS, Rektor UI, dan Rektor
ITB) secara mengejutkan menyampaikan kepada Presiden bahwa konsep mobil listrik
nasional ini sudah terwujud. Presiden tidak menyangka kalau para rektor begitu
antusias dan begitu konkret menyambut gagasan mobil listrik nasional ini.
Gerakan mobil listrik
kini memang menggema di seluruh dunia. Bahkan harian New York Times dan
International Herald Tribune edisi bulan lalu mengulasnya secara panjang.
Kepercayaan masyarakat juga sudah tinggi. Terbukti konsumen di Amerika Serikat
sudah antre menaruh uang muka untuk membeli mobil listrik ke salah satu
perusahaan pionir di sana.
Obama memang serius
dalam program pengurangan ketergantuangan kepada minyak. Apakah ini juga
pertanda dia tidak akan mau mencium pipi Ayatullah Khamenei? Dan kita terus
tersiksa BBM karenanya?
*Dahlan Iskan, Menneg
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar