Senin, 02 April 2012

(Buku of the Day) Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren

Pesantren, Problem Solving Buruh Pabrik
045.jpg
Judul : Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren
Penulis : Imam Bawani dkk
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, 2011
Tebal : 350 Halaman
ISBN : 979-25-5341-X
Peresensi : Romel Masykuri *

Kehidupan buruh pabrik di kota-kota besar sangatlah rumit. Selain tuntutan kerja dari pabrik-pabrik besar dan upah yang belum sesuai dengan UMR, mereka juga dihadapkan pada masalah internal mereka sendiri, dalam interaksinya dengan lingkungan masyarakat sekitar, maupun tempat mereka tinggal. Bahkan tidak jarang, mereka menjadi sumber kerawanan sosial yang mengganggu masyarakat sekitar.

Ditambah lagi persoalan ekonomi kapital (pemilik modal) yang sangat tidak memihak kepada buruh, akibatnya kesejahteraan masyarakat buruh selalu menjadi kenangan yang tak kunjung terwujud. Impian untuk bisa hidup sejahterapun pupus ditelan kenyataan bahwa perusahaan atau tempat mereka (baca: buruh) bekerja tidak bisa memberikan mediasi yang baik untuk merealisasikannya. Akibatnya, berbagai macam ekspresi kekecewaan yang dilakukan oleh kaum buruh muncul, mulai dari boikot mogok kerja, demonstrasi sampai pada pembakaran tampat usaha.

Diakui atau tidak, realitas di atas memanglah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya. Sehingga, harus ada solusi cerdas untuk mengatasi persoalan ini. Artinya, tidak bisa kaum buruh memaksakan kehendak dengan situasi yang seperti ini karena mayoritas perusahaan atau pabrikan itu pemiliknya adalah kaum kapital, yang sudah jelas tidak akan memihak kepada masyarakat kecil, sedangkan negara saat ini sudah tidak bisa melindungi rakyatnya. Lantas harus dengan apa?

Buku “Pesantren Buruh Pabrik, Pemberdayaan Buruh Pabrik Berbasis Pendidikan Pesantren”, hasil penelitian Imam Bawani dkk merupakan kontribusi produktif sebagai bahan dasar untuk mengatasi persoalan buruh saat ini. Penelitian ini dilakukan di pusat-pusat kota industri Jawa Timur, seperti Surabaya, Sidoarjo, Mojokoerto, dan Gersik.

Pertanyaan mendasar, kenapa harus dari pesantren? Salah satu elemen mendasar dari proses pendidikan Islam yang tidak bisa ditinggalkan adalah dimensi teologis pendidikan Islam, yakni tujuan dan target dari sebuah proses pembelajaran. Artinya, secara konseptual, pendidikan harus berfungsi sebagai wahana bagi proses humanisasi individu manusia, yakni mengembangkan seluruh potensi kemanusian dasar yang inheren dalam diri manusia, seperti dimensi fisik, psikologis, spritual, intelektual dan sosial. (Hal 72).

Persoalan mendasar, kenapa selama ini kebanyakan buruh tak kunjung sejahtera karena buruh dianggap sebagai komuditas pekerja oleh perusahaan, bukan sebagai objek untuk menumbuhkan potensi dan kreatifitasnya. Akibatnya, buruh itu tak ubahnya robot yang bisa dikontrol sesuai keinginan pemilik modal. Sehingga, tidak heran jika buruh tak kunjung berkembang, baik secara pengalaman, pengetahuan dan finansial. Kenapa? Karena tidak ada kemandirian berfikir dan bekerja dikalangan buruh, dan kondisi ini memang didesign demikian. Saat ini, hanya pesantren yang masih memegang teguh prinsip memanusiakan manusia dalam upaya mensejahterakan masyarakat.

Dalam paradigma pesantren buruh pabrik ini, disadari sepenuhnya bahwa masalah kehidupan buruh pabrik dengan segala suka dan dukanya merupakan persoalan kemanuasian dan kemasyarakatan yang sudah sedemikian rupa kecendrungannya mengiringi hadirnya era industrialisasi. Kesadaran itu kemudian diwujudkan dengan menawarkan formulasi pemecahan secara riil masalah yang berdimensi psikologis, ekonomis, sosiologis, dan cultural tersebut.

Dalam artian sederhana, pesantren buruh pabrik ini memposisikan diri sebagai jembatan penghubung antara kepentingan buruh sebagai pekerja dan sekaligus santri dengan tidak menimbulkan masalah baru. Sebagai contoh, di Surabaya, salah satu kota industri terbesar di Indonesia yang menjadi objek penelitian dalam buku ini, keberadaan embrio pesantren buruh pabrik sangat berdampakn positif, tidak hanya kepada masayarakat sekitar, melainkan juga berdampak bagi para pendatang yang menjadi buruh pabrik.

Manfaat adanya pesantren buruh pabrik ini dapat memberikan sesuatu yang sangat berguna bagi masyarakat, khususnya bagi pekerja buruh pabrik. Diantaranya. Pertama, pemecahan masalah ekonomi. Persoalan ekonomi merupakan persoalan klasik sekaligus krusial bagi para pemilik modal dan buruh pabrik., dua kelompok yang mempunyai kepentingan yang bertolak belakang. Pemilik modal ingin buruh pabrik sebisa mungkin dieksploitasi dengan imbalan upah semurah-murahnya. Sebaliknya, buruh pabrik menuntut upah yang seimbang dengan jam kerja yang dikeluarkan.

Adanya pendirian pesantren buruh pabrik dari aspek ekonomi sangat menolong santrinya yang juga buruh pabrik di daerah sekitarnya. Dengan tersedianya fasilitas pemondokan dengan hanya membayar uang infaq atau sedekah yang sangat murah dibanding tinggal di kamar kos-kosan. Uang infaq yang dibayarkan kepada santri, termasuk santri buruh pabrik sekitar Rp. 5.000,00 s/d Rp. 10.000,00 per bulannya. Tentu hal ini sangat membantu dan mengurangi biaya pengeluaran bagi buruh pabrik dalam hal tempat. Selain itu, ada sebagian pesantren yang juga menyediakan jasa ketering makan yang harganya sangat murah dibanding harga makanan di luar.

Kedua, pemacahan masalah sosial. Di pasantren buruh pabrik, santri diajarkan untuk hidup sederhana dan peka terhadap lingkungan sekitar. Santri atau buruh pabrik dibimbing untuk mempunyai sikap yang ramah, tolong menolong dan toleransi yang tinggi. Sehingga, sekalipun industrialisasi berkembang pesat tidak merusak kearifan lokal sekitar.

Ketiga, pemecahan masalah religius. Persoalan religius merupakan masalah krusial dalam kehidupan umat manusia. Keagamaan seseorang merupakan benteng terakhir dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup. Namun, mayoritas masyarakat buruh pabrik pemahaman keagamaannya sangat minim, dari situlah pesantren buruh memberikan pelajaran materi agama yang berkaitan dengan masalah tauhid (teologi), fiqh (hukum Islam), dan akhlak. Dengan ketiga materi itu diharapkan santri buruh pabrik dapat mengatasi persoalan-persoalan keagamaan baik di lingkungan pabrik maupun di luar.

* Kader muda NU dan PMII Ashram Bangsa Yogyakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar