Perbincangan pro kontra penggunaan pengeras suara terus riuh di media sosial seiring terbitnya Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Sebenarnya tidak hanya di Indonesia, di luar negeri, negara-negara berpenduduk
muslim pun telah mengatur penggunaan pengeras suara di tempat ibadah, dalam hal
ini masjid, agar tidak kontraproduktif yang justru menimbulkan kebisingan yang
mengganggu masyarakat. Negara Yaman menjadi salah satu contohnya.
Wizaratul Auqaf wal Irsyad semacam kementerian agama negara Yaman, secara
terang-terangan mengeluarkan peraturan yang tentang penggunaan mikrofon di
masjid-masjid. Tepatnya Qarar Wizaratul Auqaf wal Irsyad Nomor 79 menyatakan:
“(3) Penggunaan pengeras suara dibatasi untuk mengumumkan masuknya waktu dan
pelaksanaan shalat wajib yang lima; khutbah Jumat; shalat Idul Fitri dan Idul
Adha serta khutbahnya; shalat gerhana matahari dan gerhana bulan. Adapun
kesunnahan lainnya seperti berbagai shalat sunnah, ibadah sunnah, dan berbagai
pengajian, maka yang digunakan adalah pengeras suara dalam.
(4) Keseimbangan harus dijaga saat penggunaan alat pengeras suara sehingga
suara pengeras suara di antara masjid yang berdekatan tidak bercampur baur,
agar tidak membuyarkan konsentrasi orang-orang yang sedang shalat dan
menimbulkan gangguan bagi orang-orang yang sedang sakit dan yang sedang uzur.”
Jauh sebelumnya Kerajaan Qu’aithiah (1858-1967) yang menguasai sebagian wilayah
Yaman tempo dulu juga mengatur penggunaan pengeras suara secara lebih ketat.
Wizaratul Auqaf yang saat itu dipimpin oleh Syekh Umar bin Muhammad Sahilan
mengeluarkan larangan penggunaan mikrofon untuk iqamat shalat. Larangan
penggunaan mikrofon itu menyebutkan:
“Kepada seluruh Imam dan muazin masjid di Kota Mukalla. Sungguh penggunaan
mikrofon untuk mengumandangkan iqamah shalat adalah perbuatan yang tidak pada
tempatnya. Sebab masyarakat tetap saja berbicara saat mendengarkan iqamah dari
mikrofon, lalu mereka baru bergerak menuju masjid dan menunda shalat. Karenanya,
azan menjadi tidak berharga dan tujuan disyariatkannya tidak tercapai,
sebagaimana iqamah juga menjadi bertentangan dengan tujuan sebenarnya,
yaitu memberitahu orang-orang yang telah hadir di masjid, bukan orang-orang
yang di luar masjid, bahwa shalat segera didirikan. Karenanya kami larang
sekeras-kerasnya penggunaan mikrofon untuk mengumandangkan iqamah shalat.”
Pengaturan penggunaan pengeras suara untuk azan dan semisalnya di negeri Yaman
nyatanya juga mendapat apresiasi dari para ulama. Di antaranya adalah
Sayyid Zain bin Muhammad Husain Alydrus, dosen Universitas Al-Ahqaf Yaman.
Menurutnya aturan-aturan semacam ini sangat sesuai dengan ruh syariat Islam,
namun sayangnya banyak orang Islam yang mengabaikannya, karena cenderung
menuruti hawa nafsunya. Secara tegas ia menyatakan:
وهو
قرار وجيه يتوافق معه روح الشريعة الغراء ومقاصدها النبيلة، ولكن للأسف الشديد، لم
يلتزم كثير من الناس بهذا القرار، ركونا إلى أهواهم ورغباتهم، وعدم مراعتهم
لمشاعر المسلمين بل وإيذائهم مما يوقعهم في حضر جسيم. هداهم الله تعالى
Artinya, “Peraturan penggunaan mikrofon di masjid-masjid itu adalah peraturan
yang sangat bagus dan berkesesuaian dengan ruh syariat yang indah dan tujuan
syariat yang luhur. Namun sangat disesalkan banyak orang yang tidak mematuhinya
karena cenderung mengikuti hawa nafsu dan kesenangannya. Ketidakpedulian mereka
terhadap kaum muslimin bahkan menyakitinya—dengan menggunakan pengeras suara
secara tidak beraturan—termasuk hal yang membuat mereka jatuh dalam bahaya
besar. Semoga Allah Ta’ala memberi petunjuk kepada mereka.” (Zain bin Muhammad
bin Husain Alydrus, I’lâmul Khâsh wal ‘Âmm bi Anna Iz’âjan Nâsi bil Mikrûfûn Harâm,
[Mukalla, Dârul ‘Idrûs: 1435/2014], halaman 29-30).
Nah, berkaitan riuh rendah pro dan kontra pengaturan penggunaan pengeras suara,
apakah kita cenderung mengikuti aturan yang lebih memperhatikan kepentingan
orang banyak, atau justru suka-suka sendiri tanpa aturan seperti selama ini?
Wallâhu a’lam. []
Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar