Rasulullah adalah panduan orang-orang Islam dalam menjalankan syariat agama. Ada saatnya Rasulullah mendidik para sahabatnya dengan teguran, jika ada di antara mereka yang tanpa kapasitas memadai sembrono berijtihad, dan ada kalanya Rasulullah tersenyum bahkan tertawa merespons tindakan kreatif para sahabatnya.
Berikut ini adalah tawa Rasulullah merespons keadaan dan tindakan yang tidak
lazim salah seorang sahabatnya, yaitu 'Amr bin Ash.
Ceritanya pada masa perang Dzati Salasil (nama sebuah lembah di balik Wadil
Qura; mata air di wilayah Judzam yang disebut As-Salasil), yang terjadi pada
Jumadal Akhir pada tahun kedelapan Hijriyah, 'Amr bin Ash di suatu malam
bermimpi basah. Kemudian karena kedinginan, ia berinisiatif (berijtihad)
tayamum sebagai ganti dari mandi besar. Inilah yang membuat Rasulullah Muhammad
tertawa.
Kisah tentang ‘Amr bin ‘Ash yang bertayamum ketika sedang junub ini
diriwayatkan antara lain oleh Imam Al-Bukhari dan Imam Abu Dawud dalam
Sunannya.
Dalam Shahihul Bukhari riwayat ini disebutkan setelah hadits yang bernomor 344,
dengan bab "Idza khafa al-junubu 'ala nafsihil maradha awil mawta aw
khafal athasya tayammama," (Jika seorang junub khawatir sakit, mati kepada
dirinya, atau khawatir kehausan, maka ia bertayamum).
Dalam Sunan Abi Dawud, pada bab "Idza khafal junubu al-barda,
atayammama?" (Ketika seorang Junub khawatir kedinginan apakah ia
bertayamum?), juz I, hadits bernomor 334, kisahnya sebagai berikut:
Ia berkata, “Saya bermimpi basah pada sautu malam yang sangat dingin dalam
perang Dzat as-Salasil. Jika saya mandi maka saya khawatir akan mati, sehingga
saya bertayammum. Kemudian saya shalat Shubuh dengan para sahabatku. Mereka
kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah Muhammad. Beliau kemudian
bertanya,”
يَا
عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟
Artinya,“Wahai ‘Amr, engkau shalat dengan para sahabatmu sedangkan engkau dalam
keadaan junub?”
Amr bin ‘Ash berkata, “Maka saya ceritakan kepada beliau sebab yang
menghalangiku untuk mandi besar. Kemudian saya katakan, ‘Saya mendengar Allah
berfirman,’”
وَلَا
تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya, “Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepada kalian,” (Surat An-Nisa’ ayat 29).
Maka Rasulullah Muhammad pun tertawa dan tidak berkata apapun.
Dalam riwayat Imam Bukhari, respons Rasulullah terwakili dengan redaksi فلم يُعَنِّف (maka Rasulullah tidak mencela).
Menyikapi hadits ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalany (Fathul Bary Syarah
Shahih Al-Bukhari, juz II, halaman 406, cetakan Darul Kutub Ilmiyah Beirut)
menyatakan bahwa tindakan Amr bin Ash ini adalah kategori ijtihad di masa
Rasulullah (masih hidup).
Hadits tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah membiarkan, menetapkan, dan
membenarkan ijtihad yang dilakukan oleh ‘Amr ibn ‘Ash, pemimpin peperangan
Dzati Salasil. Andai 'Amr bin Ash berbuat salah, tentu Rasulullah akan
menegurnya. Nyatanya justru Rasulullah tidak mencela, bahkan merespons dengan
tertawa.
Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan,
فكَانَ
ذلِك تقْريرا دالّا على الجواز
Artinya, "Yang demikian itu adalah bentuk penetapan Rasulullah Muhammad
yang menunjukkan kebolehan (tayamum bagi orang khawatir dengan penggunaan air
yang bisa membinasakan)."
Al-Asqalany juga menarik kesimpulan, imam yang shalatnya dengan tayammum itu
sah dan boleh menjadi imam bagi makmum yang shalatnya dengan berwudhu. Wallahu
a’lam. []
Ustadz Yusuf Suharto, pegiat Aswaja NU di Jawa Timur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar