Pertanyaan:
Assalamu 'alaikum wr. wb.
Redaksi NU Online, panitia biasanya memungut biaya pendaftaran untuk kebutuhan teknis perlombaan dan juga sebagian untuk hadiah pemenang. Apakah perlombaan dengan cara seperti ini termasuk perjudian dalam pandangan Islam? Atas jawabannya, terima kasih.
(Hamba Allah/ Depok).
Jawaban:
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman. Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada kita semua. Biaya pendaftaran merupakan sesuatu yang lazim. Sebagian panitia penyelenggara lomba atau kontestasi dalam bidang tertentu menarik uang pendaftaran dari peserta lomba.
Panitia biasanya menggunakan uang tersebut untuk keperluan teknis lomba dan
juga untuk tambahan hadiah lomba.
Perlombaan dengan pungutan uang pendaftaran pernah diangkat dalam forum
Muktamar Ke-30 NU di Kediri, Jawa Timur, pada tahun 1999 M. Perlombaan, menurut
forum ini, pada dasarnya boleh diselenggarakan sejauh tidak menggunakan biaya
dari masing-masing peserta sebagai hadiah bagi pemenang lomba.
Forum ini mendasarkan pandangannya pada kriteria hadiah yang umum dijelaskan di
kitab-kitab fiqih. Forum ini mengutip salah satunya Hasyiyatul Bajuri sebagai
berikut.
وَإِنْ
أَخْرَجَاهُ أَيِ الْعِوَضَ الْمُتَسَابِقَانِ مَعًا لَمْ يَجُزْ ... وَهُوَ أَيِ
الْقِمَارُ الْمُحَرَّمُ كُلُّ لَعْبٍ تَرَدَّدَ بَيْنَ غَنَمٍ وَغَرَمٍ
Artinya, “Jika kedua pihak yang berlomba mengeluarkan hadiah secara bersama,
maka lomba itu tidak boleh ... dan hal itu, maksudnya judi yang diharamkan,
adalah semua bentuk permainan yang masih simpang siur antara untung dan
ruginya,” (Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiyatul Bajuri ‘ala Fathil Qarib,
[Singapura, Sulaiman Mar’i: tanpa tahun], jilid II, halaman 310)
Forum Muktamar Ke-30 NU di Kediri pada 1999 memutuskan bahwa lomba dengan
menarik uang saat pendaftaran dari peserta untuk hadiah termasuk judi.
Sedangkan perlombaan yang menggunakan uang pendaftaran bukan untuk hadiah tidak
termasuk judi.
قوله
(كُلُّ مَا فِيْهِ قِمَارٌ) وَصُوْرَتُهُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهَا أَنْ يَخْرُجَ
الْعِوَضُ مِنَ الْجَانِبَيْنِ مَعَ تَكَافُئِهِمَا وَهُوَ الْمُرَادُ مِنَ
الْمَيْسِرِ فِيْ اْلآيَةِ. وَوَجْهُ حُرْمَتِهِ أَنَّ كُلَّ وَاحِدٍ مُتَرَدِّدٌ
بَيْنَ أَنْ يَغْلِبَ صَاحِبَهُ فَيَغْنَمَ. فَإِنْ يَنْفَرِدْ أَحَدُ
اللاَّعِبَيْنِ بِإِخْرَاجِ الْعِوَضِ لِيَأْخُذَ مِنْهُ إِنْ كَانَ مَغْلُوْبًا
وَعَكْسُهُ إِنْ كَانَ غَالِبًا فَاْلأَصَحُّ حُرْمَتُهُ أَيْضًا
Artinya, “(Setiap kegiatan yang mengandung perjudian) Bentuk judi yang
disepakati adalah hadiah berasal dua pihak disertai kesetaraan keduanya. Itulah
yang dimaksud al-maisir dalam ayat al-Qur’an (Surat Al-Maidah ayat 90). Alasan
keharamannya adalah masing-masing dari kedua pihak masih simpang siur antara
mengalahkan lawan dan meraup keuntungan -atau dikalahkan dan mengalami
kerugian-. Jika salah satu pemain mengeluarkan hadiah sendiri untuk diambil
darinya bila kalah, dan sebaliknya–tidak diambil–bila menang, maka pendapat
al-Ashah mengharamkannya pula. (Syekh Muhammad Salim Bafadhal, Is’adur Rafiq
Syarh Sulamut Taufiq, [Indonesia, Dar Ihya’il Kutubil ‘Arabiyah: tanpa tahun],
juz II, halaman 102).
Forum Muktamar Ke-30 NU di Kediri pada 1999 M menawarkan solusi untuk
penyelenggaraan lomba berhadiah:
A. Uang pendaftaran tidak menjadi hadiah.
B. Hadiah diperoleh dari sumber lain (sponsor).
C. Jenis yang dilombakan tidak termasuk dalam larangan syari’at seperti keterampilan
dalam perang, jalan cepat, memanah, menembak, balap kuda, dan lain-lain.
Demikian jawaban singkat kami, semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu
terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
(Alhafiz Kurniawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar