Jumat, 15 Februari 2013

BamSoet: SBY, Antara Tugas Negara dan Partai

SBY, Antara Tugas Negara dan Partai

 

Bambang Soesatyo

Anggota Komisi III DPR RI/

Presidium KAHMI Periode 2012-2017

 

KEMBALI ke tanah air setelah sepekan melakukan kunjungan kerja ke sejumlah negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung fokus pada persoalan Partai Demokrat (PD), bukan mengurusi masalah negara atau rakyat. Fokus Kabinet Indonesia Bersatu-II akan berantakan jika para menteri ikut-ikutan menyibukan diri mengurusi partainya masing-masing.  

 

Sejak masih berada di Arab Saudi, presiden sudah disibukan dengan kisruh yang melanda internal PD. Presiden sempat mengirim pesan singkat (SMS) kepada para pengurus PD di tanah air. Bahkan, sempat pula menggelar konferensi pers seputar persoalan PD. Pemandangan atau kenyataan ini tentu saja tidak pantas, sehingga mengundang cibir dari berbagai pihak.  Mencibir karena persoalan sepele.

 

Presiden sedang dalam periode waktu kunjungan kenegaraan, dan sudah barang tentu presiden sangat tahu posisi dan kapabilitasnya saat itu. Kurang elok  memanfaatkan waktu di sela-sela perjalanan dinas itu untuk mengurus atau sekadar merespons persoalan PD.

 

Apalagi, di dalam negeri, kader PD pun sudah mengecam Menteri ESDM Jero Wacik karena menyelenggarakan konferensi pers di kantor kementerian untuk menyikapi hasil  sebuah survei yang memperlihatkan merosotnya elektabilitas  PD. Namun, rupanya, presiden pun tak bisa menahan diri. Akibatnya muncul kesan di ruang publik bahwa presiden tidak konsisten karena sebelumnya pernah Meminta para menteri fokus pada tugas negara dan menyampingkan urusan partai.

 

Seperti diketahui, saat berada di Jeddah, presiden memanfaatkan kapasitasnya sebagai Ketua Dewan Pembina PD meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera menuntaskan kasus hukum yang menjerat kader PD, utamanya status hukum Ketua Umum PD Anas Urbaningrum. "Saya mohon kepada KPK untuk, ya, bisa segera konflusif dan tuntas. Jika salah, ya kita terima memang salah. Kalau tidak salah, kami juga ingin tahu kalau itu tidak terlibat," pinta SBY.

 

Sekali lagi, walaupun bernada imbauan, permintaan seperti tak layak disuarakan seorang presden. Kelompok-kelompok yang berpikiran sempit bisa saja mengartikan permintaan itu sebagai upaya presiden mengintervensi KPK. Memang, kalau pimpinan KPK tidak tegar, permintaan presiden seperti itu bisa ditanggapi dengan sikap yang tidak professional pula.

 

Dengan menyuarakan permintaan itu, presiden lagi-lagi menunjukan kecenderungan hanya peduli pada persoalan yang berkait dengannya atau kelompoknya, dalam hal ini PD. Pada saat bersamaan, khalayak juga bisa melihat bahwa presiden tidak begitu peduli dengan persoalan hukum lainnya. Bukankah di KPK masih ada sejumlah kasus besar yang belum tuntas penanganannya? Kalau presiden begitu peduli dengan persoalan status hukum Anas, mengapa presiden tidak peduli dengan posisi Wakil Presiden Boediono yang diduga terlibat dalam skanda Bank Century yang merugikan negara?

 

Semua orang sudah paham bahwa presiden mestinya lebih memprioritaskan persoalan negara dan persoalan rakyat. Bahwa sekali-kali presiden juga peduli pada partai yang didirikannya, itu pun tak salah. Tetapi, harus diatur sedemikian rupa agar tidak terjadi  kekeliruan tafsir atau anggapan.

 

Munculnya anggapan negatif di ruang publik tak bisa dicegah,  karena begitu tiba di tanah air, presiden langsung menyibukan diri membenahi PD. Lebih memprihatinkan lagi, bukannya melokalisir persoalan menjadi masalah internal PD, presiden malah ikut-ikutan ‘memasyarakatkan’ persoalan PD. Akibatnya, energi publik ikut tersedot ke persoalan PD.

 

Fokus Kabinet

 

Padahal, sebelum persoalan PD mengemuka, presiden sempat berencana untuk memanggil Menteri Pertanian guna menerima penjelasan tentang masalah kebijakan impor daging sapi. Memanggil Menteri Pertanian dan membahas persoalan impor daging sapi jauh lebih relevan untuk diprioritaskan presiden, dibandingkan dengan mengurusi kisruh di internal PD.

 

Logikanya, bagi presiden selaku kepala pemerintahan, persoalan daging sapi semestinya pelik. Soalnya, di tengah keluhan rakyat akan tingginya harga daging sapi, tiba-tiba terkuak kasus suap untuk mendapatkan kuota impor daging sapi. Rakyat kebanyakan yang awam langsung mengaitkan praktik suap itu sebagai penyebab tingginya harga daging sapi di dalam negeri. 

 

Oleh karena tingginya harga daging sapi sudah meresahkan masyarakat,  Presiden wajib mencari  tahu apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Tak hanya itu, Presiden pun seharusnya segera memerintahkan para menteri untuk melakukan segala cara yang mungkin guna menormalisasi harga daging sapi di pasar dalam negeri. Tingginya harga sudah menimbulkan ekses yang luas.

 

Berkait dengan kasus dugaan suap impor daging sapi, KPK sudah berencana memanggil Menteri Pertanian untuk didengarkan keterangannya sebagai saksi. Di sisi lain, sudah muncul anggapan dan kecurigaan bahwa kabinet tidak mampu dalam mengelola pengadaan daging sapi untuk kebutuhan dalam negeri. Ketidakmampuan itulah yang menyebabkan tingginya harga daging sapi saat ini.

 

Artinya, sekembalinya dari kunjungan kerja ke luar negeri, persoalan-persoalan seperti inilah yang idealnya direspons presiden. Benar bahwa para menteri ekonomi-lah yang seharusnya mengatasi persoalan. Namun, jika setelah sekian lama para menteri ekonomi nyata-nyata tidak mampu menurunkan harga daging sapi ke level yang ideal dan terjangkau daya beli rakyat, presiden tidak bisa tinggal diam. Presiden harus turun tangan langsung  karena masalahnya riel dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Jutaan keluarga Indonesia sedang gelisah karena sudah lama tak mampu mengosumsi daging akibat harganya yang kelewat mahal.

 

Kini, muncul lagi kekhawatiran lain. Karena presiden mulai ‘nyambi’ membenahi  PD, para menteri pun akan ikut-ikutan membenahi partainya masing-masing. Tidak mungkin tidak, karena tahun ini semua partai politik peserta Pemilu 2014 harus bersiap. Berkonsolidasi memperkuat peran pengurus pusat dan pengurus daerah, hingga seleksi calon anggota legislatif.  Kalau sudah begitu keadaannya, apa mungkin kabinet bisa 100 persen  fokus mengelola persoalan negara dan persoalan rakyat? Sudah pasti tidak.  

 

Dengan demikian, efektivitas kabinet pada bulan-bulan mendatang tidak akan ideal sebagaimana yang diharapkan presiden. Seperti diketahui, presiden pernah mengingatkan para menterinya untuk tetap fokus bekerja sesuai tugas dan fungsinya masing-masing, kendati 2013 menjadi tahun politik. Hal ini perlu diingatkan presiden agar para menteri jangan sampai lebih memrioritaskan kepentingan partainya dibanding program pemerintah untuk kepentingan negara dan rakyat.

 

Namun, harapan yang ideal itu akan sulit diwujudkan setelah presiden sendiri  mengambilalih kekuasaan dan semua kewenangan yang ada dalam struktur PD, menyusul kisruh internal di partai itu. Bukan tidak mungkin beberapa menteri yang kebetulan menjabat ketua umum partai  akan meniru langkah presiden.

 

Tentu saja semua elemen masyarakat berharap efektivitas pemerintahan presiden SBY  tetap terjaga. Namun, jika presiden pun mulai sibuk mengonsolidasi PD, tidak mungkin efektivitas pemerintahannya bisa terjaga. Situasinya mungkin akan lebih memprihatinkan kalau para menteri  ikut-ikutan tidak fokus pada tugasnya masing-masing. []

 

 

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar