Senin, 31 Desember 2012

(Ngaji of the Day) Menangkal Terorisme Dengan Dakwah dan Pendampingan


Menangkal Terorisme Dengan Dakwah dan Pendampingan

Oleh: M. Arif Hidayat, Lc

 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, Rasulullah bersabda:

 

الرَّاحمُونَ يَرحمُهُم الرّحمنُ ارْحَموا مَنْ في الأرض يرحمْكُم من في السَّماءِ

 

Orang-orang yang yang penuh kasih-sayang akan dikasih-sayangi oleh Allah. Hendaklah kalian semua menyayangi semua yang ada di bumi, agar kalian disayangi oleh para penghuni langit.

 

Yang dimaksud dengan penghuni langit dalam hadis tsb adalah Allah SWT dan para malaikat-Nya. Beberapa pelajaran dari hadis ini adalah:

 

Kita harus mempunyai sifat yang penuh kasih-sayang pada sesama makhluk Allah di bumi, agar kita dikasihi dan disayangi oleh Allah dan malaikat-malaikat-Nya. Jadi rasa kasih-sayang pada sesama makhluk merupakan syarat agar kita dikasihi dan disayangi oleh Allah dan para malaikat-Nya. Ketika mengasihi dan meridhoi kita di bumi, Allah akan memerintahkan para malaikatnya untuk mendoakan dan memintakan rahmat dan ampunan pada kita, sehingga kehidupan kita menjadi nyaman, tentram, dan sejahtera.

 

Disebutkan dalam hadist tsb ارحموا من في الأرض (sayangilah siapa saja yang ada di bumi). Siapa saja di sini tidak terbatas pada manusia saja, tapi juga semua makhluk, baik makhluk hidup dan mati. Semuanya harus kita sayangi. Bagaimana kita menyayangi mereka? Tentu dengan menghargai segala hak keberadaan mereka dan membantu apa saja yang dibutuhkan untuk kelestariannya selama itu adalah berupa kebaikan. Dengan demikian, tradisi-tradisi dan kebudayaan masyarakat dan benda-benda yang bernilai historis dan positif harus kita lestarikan. Termasuk tanah tempat kita berpijak harus kita sayangi, dengan tidak membuang sampah sembarangan, mengotori dan merusaknya, tapi justru dengan menghijaukannya. Udara pun demikian.

 

Adapun dalam kelompok manusia, tidak perlu diragukan lagi bahwa semua orang tanpa kecuali harus kita sayangi. Tanpa membedakan antara orang yang baik dan yang buruk.

 

Justru, sesuai prinsip tasowwuf Islam, semakin jelek prilaku seseorang maka semakin besar dia membutuhkan kasih-sayang dan perhatian kita. Pemberian kasih-sayang dan perhatian ini tentu tidak dalam rangka melindungi dan melestarikan perilaku jelek tersebut, tapi untuk sedikit-demi sedikit mengikis dan memotivasinya agar berubah menjadi baik.

 

Prinsip ini memang berat sekali rasanya. Sebab secara naluri, lumrahnya orang hanya menyukai orang lain yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya. Kalangan santri menyukai sesama santri dan sulit membaur dengan kalangan abangan apalagi dengan kelompok yang sering dianggap nakal dan sebagai sampah masyarakat.

 

Demikian pula sebaliknya, orang-orang yang merasa dirinya menjadi sampah masyarakat akan semakin dalam terjatuh dalam ketersesatan karena mereka hanya mau bergaul dengan teman-temannya yang berhobi sama.

 

Ini sama halnya dengan kalangan yang akhir-akhir ini ramai diberitakan media massa yakni mereka yang disebut sebagai teroris. Kalangan teroris hanya berkelompok dengan sesama teroris, dan sebaliknya yang belum menjadi teroris membenci mereka.

 

Hendaknya kita dalam melihat segala sesuatu seobyektif mungkin. Jika kita mengetahui seseorang itu berperilaku tidak baik, yang harus kita benci bukan orangnya, tapi perilakunya. Jika kita mampu bersikap demikian, maka kita harus membaur dan membantu mereka sampai mereka bisa meninggalkan kebiasaan buruknya.

 

Ingat, kita hanya membenci keburukannya, makanya kita harus berusaha menghilangkan keburukan itu sementara orangnya tetap kita hormati, kita hargai, dan kita sayangi. Teroris pun demikian, tidak boleh kita serta-merta membenci orangnya. Hanya perilakunya yang harus kita benci.

 

Dengan begitu, jika kita menjumpai seorang teman yang terperosok ke terorisme, kita harus mendekati mereka dengan penuh kesabaran, menunjukkan pada mereka jalan yang benar. Minimal, jika kita tidak mampu melakukan pendekatan dan bimbingan pada mereka, kita harus ikut mendoakan agar mereka bisa kembali ke jalan yang benar.

 

Pemaknaan yang salah


Kaitannya dengan hal ini ada sebuah hadis yang penting kita ketahui :

 

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول من رأى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف الإيمان رواه مسلم

 

Rasulullah saw. Bersabda: “Barangsiapa melihat kemungkaran maka hendaknya dia menghentikannya dengan tangannya. Dan jika tidak mampu (dengan tangan) maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu (dengan lisan), maka dengan hatinya dan ini (dengan hati) adalah selemah-lemahnya iman.”

 

Banyak orang yang salah menafsirkan hadis ini. Mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan “فليغيره بيده” (hendaknya menghentikan kemungkaran itu dengan tangan) adalah menghentikan kemungkaran dengan kekuatan fisik bahkan kalau perlu dengan kekerasan.

 

Penafsiran seperti itu adalah salah total. Memang benar tangan adalah simbol dari kekuatan, tapi tidak lantas berarti kekuatan fisik belaka, apalagi jika dikonotasikan dengan kekerasan (ini sungguh pemaknaan yang sempit).

 

Kekuatan di sini harus lebih diartikan sebagai kekuatan jiwa yang meliputi kesabaran, pengetahuan, dan aksi tanpa kekerasan. Sebab jika dihitung-hitung, kekuatan fisik yang disertai kemarahan dan kekerasan pasti tidak akan menuai kemenangan, tapi justru kekalahan. Namun kekuatan yang berupa kesabaran, pengetahuan, dan aksi tanpa kekerasan tidak akan lain pasti meraih kemenangan.

 

Prinsip-prinsip

 

Lalu bagaimana agar kita mampu bersikap positif pada orang-orang yang kita anggap salah dan sesat, agar kita mampu mengajak mereka kembali pada jalan yang benar? Berikut ini adalah prinsip-prinsip dalam berdakwah.

 

1. Positif thinking/optimis atau husnudzdzon

 

Sejelek-jeleknya orang pasti akan bisa berubah. Kita perlu ingat, jika permukaan batu saja bisa berubah karena tertetesi air tiap hari dan tiap waktu, mengapa manusia tidak? Kita harus yakin bahwa manusia lebih berpotensi untuk mengalami perubahan menjadi baik.

 

2. Curahkan kesabaran

 

Kesabaran dalam keadaan apapun harus didahulukan. Kesabaran bukan berarti menyerah dan kalah, tapi lebih berarti ketangguhan. Jika kita mampu bersabar itu berarti kita tangguh, tidak mudah terkalahkan. Itulah makanya Allah SWT berfirman:

 

استعينوا بالصبر والصلاة. البقرة : 45

 

Minta tolonglah kalian [dalam menyelesaikan segala problem kehidupan] dengan berlaku sabar dan solat.

Mengapa dalam ayat ini justru sabar yang didahulukan, bukan solat? Ini tentu ada hikmahnya. Yakni bahwa agar solat kita menjadi berkualitas kita harus melakukannya dengan penuh kesabaran. Tidak boleh ada ketergesa-gesaan. Dalam sebuah hadis:

 

إذا سمعتم الإقامة فامشوا إلى الصلاة وعليكم بالخشوع والوقار، فما أدركتم فصلوا وما فاتكم فأتموا

Jika kamu mendengar iqomah, maka berjalanlah menuju solat, dan kalian harus tetap dalam keadaan khusyuk dan tenang. Ikutilah reka’at yang kalian dapati, dan sempurnakanlah reka’at-reka’at yang kamu tertinggal. Demikian juga dalam segala bidang kehidupan, kesabaran sangat menentukan kualitas perjalanan hidup kita.

 

3. Tahan amarah

 

Sebenarnya, apapun alasannya kemarahan tidak bisa dibenarkan. Itulah makanya Nabi bersabda:

الغضب من الشيطان (Kemarahan berasal dari setan). Nmun demikian, karena kemarahan adalah sesuatu yang manusiawi, lumrah, agama tidak serta-merta mencelanya. Namun demikian tidak lantas membenarkannya. Oleh karenanya Nabi bersabda:

 

ليس الشديد بالصرعة ولكن الشديد من يملك نفسه عند الغضب

 

Tidaklah orang yang hebat itu yang ahli gulat, tapi orang yang hebat adalah yang mampu mengendalikan hawa nafsunya ketika marah.

 

Jadi, boleh dan wajar saja kita marah pada teroris, pada para penjahat, orang-orang yang dianggap hanya berbuat rusuh. Tapi kita jangan lupa, bahwa kita jugalah yang harus membantu mereka, membimbing mereka, minimal mendoakan mereka, agar mereka bisa menjadi orang yang baik.

 

Tanamkan kesadaran bahwa setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan, memiliki kejelekan dan kebaikan. Tidak ada yang sempurna. Sebaik-baiknya manusia pasti mempunyai keburukan juga, dan seburuk-buruk manusia pasti memiliki kebaikan juga.

 

4. Tulus


Ketulusan berdampak pada keseriusan dan istiqomah. Sehingga kita akan menyukai pekerjaan dan aktifitas yang kita lakukan.

 

5. Demokratis

 

Prinsip demokratis ini harus benar-benar kita pegang. Sebab agama kita juga mengajarkan demikian: tidak ada paksaan dalam agama.

 

لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي. البقرة : 256

 

Sesuatu yang benar berdasar petunjuk itu jelas berbeda dari kesesatan.

 

Oleh karena itulah kita tidak perlu emosi dan marah-marah dalam menyikapi suatu tindakan buruk dan sesat. Yang kita perlukan hanyalah ketegasan. Itulah makanya perlu adanya musyawarah atau rembukan dalam rangka mencapai suatu kesepakatan.

 

Hal ini juga berlaku bagi orang tua, guru, dan para pendamping yang menginginkan anak-anaknya atau orang yang didampingi menjadi baik. Harus ada musyawarah, sehingga aturan-aturan dan sanksi-sanksi benar-benar berdasar mufakat antara orang tua dan anak, antara guru dan murid, antara pendamping dan yang didampingi.

 

Jangan bersikap mentang-mentang orang tua, maka bisa bersikap seenaknya. Dengan begitu, jika orang tua melakukan kesalahan maka harus minta maaf pada anaknya dan berjanji tidak mengulangi lagi.

 

Guru dan pendamping juga demikian. Sehingga anak akan tahu bahwa kesalahan itu sesuatu yang manusiawi. Bisa terjadi pada anak-anak dan orang tua. Yang terpenting adalah sikap maaf-memaafkan dan komitmen untuk terus memperbaiki diri. Sebab orang yang baik itu bukan orang yang bersih dari kesalahan, tapi orang yang berkomitmen untuk tidak mengulang kesalahan serupa dan berjanji untuk terus memperbaiki diri.

 

Sikap demokratis ini selaras dengan ajaran Islam yang lain bahwa semua kebaikan itu datangya dari Allah, sedangkan kejelekan karena ulah manusia sendiri. Kewajiban kita sebagai orang yang dikaruniai kesadaran yang normal dan baik adalah hanya berdakwah atau mengajak.

 

Adapun jika orang yang kita ajak tidak mau mengikuti ajakan kita maka ada 2 kemungkinan: (1) Orang yang kita ajak punya prinsip mengenai kebaikan/kebenaran yang berbeda. Jika ini yg terjadi, maka kita harus bersuka hati karena dia telah menjadi orang yang baik, hanya saja berbeda madzhab atau berbeda jalannya. (2) Orang yang kita ajak belum siap atau benar-benar tidak mau mengikuti jalan kebaikan yang kita dakwahkan. Jika ini yang terjadi, kita pun tidak boleh serta-merta kecewa. Justru kita harus menelaah kembali, jangan-jangan pendekatan dan metode yang kita gunakan dalam berdakwah tidak sesuai atau justru mengecewakan orang yang kita ajak. Maka kita harus terus belajar untuk mencari cara dan metode agar dakwah kita bisa efektif, dan semuanya kita lakukan dengan penuh optimisme, kesabaran, tulus dan demokratis.

 

Dengan berbekal prinsip-prinsip tersebut Insya Allah proses dakwah, pendampingan, atau pembelajaran akan berjalan efektif. Jangan sampai kita menempuh jalan kekerasan. Sebab apapun alasannya kekerasan tidak bisa dibenarkan.

 

Kita hanya diperintahkan mengajak pada kebaikan dan kebenaran tanpa merasa baik dan benar sendiri. Sebab jika ada kebenaran dan kebaikan dalam diri kita itu tiada lain karena pertolongan Allah SWT.

 

Berbekal pertolongan Allah itulah kita harus menolong sesama makhluk yang membutuhkan pertolongan. Dan pertolongan yang paling ampuh adalah pendampingan. Pendampingan di sini lebih berarti menemani dalam proses belajar (menuju perubahan ke arah yang lebih baik) dengan penuh kebersamaan, egaliter, demokratis, dan kemandirian. Inilah kekuatan yang sesungguhnya. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar