Kamis, 11 Juli 2013

(Tradisi of the Day) Dugderan, Harmonisasi Menyambut Ramadhan


Dugderan, Harmonisasi Menyambut Ramadhan

 

Bulan Ramadhan merupakan momentum yang istimewa, sehingga kedatangannya juga biasanya disambut dengan hal yang tak biasa pula. Hampir di setiap daerah memiliki beragam cara dalam penyambutan Bulan Puasa, diantaranya dengan acara festival perayaan. Seperti Megengan di Demak, Baratan di Jepara, dan Dhandhangan di Semarang.


Selain Dhandangan, masyarakat Semarang juga menggelar Dugderan untuk menyambut Ramadlan, tiap tahunnya. Menurut sejarah, Dugderan sudah berlangsung sejak tahun 1881 M. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat dalam masyarakat mengenai awal dimulainya puasa pada bulan suci Ramadhan.


Oleh karena itu diambil suatu kesepakatan untuk menyamakan persepsi masyarakat dalam menentukan awal Ramadhan, yakni dengan menabuh bedug di Masjid Agung Kauman dan meriam di halaman kabupaten, kemudian dibunyikan masing-masing tiga kali dan dilanjutkan dengan pengumuman awal puasa di masjid. Paduan bunyi bedug dan meriam, “dug” dan “der”, itulah yang menjadi asal kata Dugderan.


Pada acara tahun ini, Dugderan diadakan pada Senin (8/7) kemarin. Plt Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan acara ini disamping penanda datangnya Ramadlan, juga sebagai wujud keharmonisan antar-etnis yang ada di Semarang. Seperti yang tercermin pada ikon acara ini, “Warak ngendhog” yang memperlihatkan adanya perpaduan kultur Arab, Islam, Jawa, dan Tionghoa.


“Selain itu, dimaksudkan untuk mempertahankan tradisi yang sudah dilakukan secara turun-temurun,” terangnya.


Acara diawali dengan karnaval yang diikuti ribuan peserta dari berbagai kelompok masyarakat. Rutenya mulai dari halaman Balaikota Semarang menuju Masjid Agung Kauman di kawasan Johar, kemudian menuju Masjid Agung, Jawa Tengah. Arak-arakan dari musik gamelan, drum band, tari-tarian, serta sejumlah kesenian lainnya turut memeriahkan rombongan karnaval.


Di Masjid Agung Kauman, dilakukan kegiatan utama, yakni penyerahan dan pembacaan sukuf halakoh, kemudian pemukulan beduk dan meriam yang dibunyikan sebanyak enam kali. Selain itu, juga dibagikan pembagian kue "ganjel rel" dan air khataman Al Quran. Keduanya merupakan perlambang harapan akan kelancaran dan keberkahan saat menjalankan puasa nanti. []

 

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar