Mengenal Sifat Lahirah Batiniah
HAWA NAFSU berasal dan napas api neraka.
Ketika napas itu berembus dari api, syahwat terbawa ke pintu neraka tempat perhiasan
dan kesenangan berada, lalu ia mendatangi nafsu.
Ketika nafsu mendapatkan kesenangan dan
perhiasan, ia bergolak akibat kesenangan dan perhiasan yang diletakkan di
sisinya dalam wadah itu, dan ia berupa angin panas. Ia lalu mengalir dalam
urat-urat, sehingga semua saluran darah terisi olehnya dalam waktu lebih cepat
daripada kedipan mata.
Saluran darah mengaliri seluruh tubuh dan
kepala hingga kaki. Jika angin itu sudah berembus di dalamnya, lalu jiwa
manusia merasakan embusannya dalam tubuh, kemudian ia merasa nikmat dan senang
dengannya, itulah yang disebut dengan syahwat dan kenikmatannya.
Apabila nafsu serta syahwat berikut
kenikmatannya sudah menempati seluruh tubuh, syahwat menyerang hati. Apabila
syahwat sudah demikian hebat, ia menguasai hati, sehingga hati tertawan, yakni
takluk kepada syahwat. Selanjutnya, syahwat dapat memainkannya. Kekuatan hawa
nafsu dan syahwat ada bersama jiwa dan bertempat dalam perut, sedangkan
kekuatan makrifat, akal, ilmu, pemahaman, hafalan, dan pikiran berada di dada.
Makrifat ditempatkan di kalbu, pemahaman di fu’ad, serta akal di pikiran, dan
hafalan menyertainya.
Syahwat diberi sebuah pintu yang
menghubungkan tempatnya ke dada, sehingga asap syahwat yang bersumber dari hawa
nafsu bergolak sampai ke dada. Ia menyelubungi fu’ad dan kedua mata fu’ad
berada dalam asap itu. Asap tersebut adalah kebodohan. Ia menghalangi mata
fu’ad untuk melihat cahaya akal yang dipersiapkan baginya.
Demikian pula amarah ketika bergolak. Ia
seperti awan yang menutupi mata fu’ad, sehingga akal pun tertutup. Akal
bertempat di otak dan cahayanya memancar ke dada. Ketika awan amarah keluar
dari rongga ke dada, ia memenuhi dada dan menyelubungi mata fu’ad.
Karena cahaya akal terhalang, sementara awan
menutupi fu’ad, fu’ad orang kafir berada dalam gelapnya kekafiran. Itulah tutup
yang Allah sebutkan dalam Al-Quran:
Mereka berkata, “Hati kami tertutup.” (QS
Al-Baqarah : 2)
Tetapi, hati orang-orang kafir dalam
kesesatan terhadap hal ini. (QS Al-Mu’minun : 63)
Adapun fu’ad mukmin berada dalam asap syahwat
dan awan kesombongan. Inilah yang disebut kelalaian.
Dari kesombongan itulah amarah berasal.
Kesombongan bertempat dalam jiwa. Ketika jiwa manusia menyadari penciptaan
Allah atasnya, kesombongan berada di dalamnya. Inilah sifat lahiriah dan
batiniah manusia.
Allah Swt. memilih dan memuliakan manusia
yang bertauhid. Dan setiap seribu orang, satu orang dipilih, sementara sembilan
ratus sembilan puluh sembilan lainnya tidak dipedulikan. Dia hanya memerhatikan
satu dari setiap seribu manusia. Dia mendistribusikan bagian pada Hari
Penetapan dan menolak orang yang Dia abaikan, sehingga mereka tidak mendapat
bagian.
Ketika mengeluarkan keturunan \[manusia]
lewat sulbi, Dia menjadikan mereka berbicara, Manusia yang diperhatikan Allah
mengakui-Nya secara sukarela saat Allah berfirman, “Bukankah Aku Tuhan kalian?”
(QS Al-A’raf:172). Orang yang tidak mendapat bagian dan tidak mendapat
perhatian Allah menjawab, “Ya, Engkau Tuhan kami” dengan terpaksa.
Itulah makna firman Allah Swt.: “Seluruh yang
terdapat di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya baik dengan sukarela
maupun terpaksa.” (QS Al-Imran:83)
Dia menjadikan mereka dalam dua kelompok:
kelompok kanan dan kelompok kiri.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Sebagian
mereka berada di surga dan Aku tidak peduli; Aku tidak peduli ampunan-Ku
tercurah kepada mereka. Sebagian lagi berada di neraka dan Aku pun tidak
peduli; Aku tidak peduli ke mana kembalinya mereka.”
Dia lalu mengembalikan mereka ke sulbi Nabi
Adam as. Dia mengeluarkan mereka pada hari-hari dunia untuk (memberi mereka
kesempatan) melakukan amal dan menegakkan hujah. Manusia yang telah dipilih dan
dimuliakan Allah, kalbunya dicelup dalam air kasih sayang-Nya sampai bersih.
Allah Swt. berfirman, “Itulah celupan Allah, dan siapakah yang lebih baik
celupannya daripada Allah?!” (QS Al-Baqarah:138)
Dia kemudian menghidupkannya dengan cahaya
kehidupan setelah sebelumnya ia hanya berupa seonggok daging.
Ketika dihidupkan dengan cahaya kehidupan, ia
pun bergerak dan membuka kedua mata di atas fu’dd. Ia lalu diberi-Nya petunjuk
dengan cahaya-Nya yang tidak lain adalah cahaya tauhid dan cahaya akal. Ketika
cahaya itu menetap di dadanya serta fu’ad dan kalbu merasa teguh dengannya, Ia
pun mengenal Tuhan. Itulah maksud firman Allah Swt.: “Dan apakah orang yang
sudah mati kemudian Dia kami hidupkan ...“ (QS Al-Baqarah:138). Yaitu,
dihidupkan dengan cahaya kehidupan.
Allah Swt. kemudian berfirman, “Lalu, Kami
berikan untuknya cahaya yang dengan itu ia berjalan di tengah-tengah man usia.”
(QS Al-An’am : 122) Yakni, cahaya tauhid.
Dengan cahaya itu, kalbunya menghadapkannya
kepada Allah, sehingga jiwa menjadi tenteram dan mengakui bahwa tiada Tuhan
selain Dia. Ketika itulah lisan mengungkapkan ketenteraman jiwanya dan
kesesuaiannya dengan kalbu berupa ucapan: “laa ilaaha illaa Allah (tiada Tuhan
selain Allah).” Itulah makna firman Allah Swt.: “Tidaklah jiwa seseorang
beriman kecuali dengan izin Allah” Yunuus dan firman-Nya: “Wahai jiwa yang
tenteram.” (QS Al-Fajr : 27)
Kala jiwa sudah merasa tenteram saat melihat
perhiasan karena akal menghiasi mata fu’ad dengan tauhid, saat melihatnya itu
jiwa merasakan kenikmatan cinta Allah yang meresap dalam kalbu bersama cahaya
tauhid. Saat melihat perhiasan, ia merasakan kenikmatan cinta dalam cahaya
tauhid. Ketika itulah jiwa menjadi tenang dan senang kepada tauhid. Ia bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah. Firman-Nya, menjadikan kalian cinta kepada
keimanan dan menjadikan iman indah dalam kalbu kalian.”135
Kala jiwa mendapatkan perhiasan itu, ia
membenci kekufuran, kefasikan, dan kemaksiatan.
Ketika seorang mukmin berbuat dosa, Ìa
melakukan itu dengan syahwat dan nafsunya, padahal ia membenci kefasikan dan
kekufuran. Karena benci, ia berbuat fasik dan bermaksiat dalam kondisi lalai.
Ia sebenarnya tidak bermaksud kepada kefasikan dan kemaksiatan seperti halnya
iblis.
Kebencian itu tertanam dalam jiwa, namun
syahwat menguasai jiwa. Kebencian itu ada, karena tauhid terdapat dalam
dirinya. Hanya saja, kalbu dikalahkan oleh sesuatu yang merasukinya, akal
terhijab, dada dipenuhi asap syahwat, dan nafsu menguasai kalbu.
Ini terjadi lantaran akal kalah, makrifat
tersudut, dan pikiran buntu, sementara hafalan dan akal terkurung dalam otak.
Jiwa melakukan dosa karena kekuatan syahwat, sementara musuh menghiasi,
membangkitkan angan, mengiming-imingi ampunan, serta mempertunjukkan tobat,
sehingga hati berani berbuat dosa. []
KH. M. Luqman Hakim, Ph.D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar