Pertanyaan:
Assalamu'alaikum.
Maaf Kiai, izin bertanya. Suatu LKS (Lembaga Keuangan Syariah) menerima pesanan renovasi rumah. Untuk mewujudkan pesanan tersebut, bolehkan LKS itu bekerja sama dengan developer—dengan LKS sebagai pemodal dan developer sebagai tenaga ahli/pekerja? Developer mendapat 70% dan LKS 30% dari keuntungan bersih. Nasabah membayar angsuran ke LKS. Jazakallahu khair atas waktu luangnya, Kiai.
Jawaban:
Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga rahmat Allah subhanahu wata’ala senantiasa menyertai kita semua! Shalawatullahu wa salamuhu semoga tercurah ke hadirat Baginda Nabi shalllallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan para sahabat beliau!
Penanya yang budiman! Ketika sebuah LKS menerima akad pesanan renovasi rumah dari seorang nasabah, pada dasarnya akad yang mereka ambil adalah akad istishna’ (inden barang), sebagai turunan dari akad bai’ murabahah (jual beli dengan mengambil keuntungan).
Dalam mazhab Syafii, akad istishna’ ini dikenal juga dengan istilah akad bai’ salam dengan objek yang bersifat maushuf fi al-dzimmah (bisa ditunjukkan karakteristik renovasinya).
Bila sebuah LKS melakukan akad istishna’ dengan nasabahnya, maka segala ketentuan yang berlaku pada akad bai’ salam meniscayakan untuk dipenuhi oleh kedua pihak yang berakad, yaitu:
1. Harga sudah harus diserahkan terlebih dulu oleh pihak pemesan (muslim) kepada yang dipesani (muslam ilaih), yaitu LKS itu sendiri.
2. Kriteria renovasinya jelas, sehingga bisa dikalkulasi berapa habisnya kebutuhan untuk renovasi.
3. Kesepakatan mengenai harga dan janji penyerahan objek transaksi, disepakati tepat saat perjannjian itu terjadi, di majelis akad sebelum terjadinya pisah majelis akad (nasabah dan LKS)
Setelah pihak LKS menerima pesanan dari nasabah, selanjutnya pihak LKS berhak untuk menyuruh orang atau menggandeng rekanan yang terdiri dari pihak lain seumpama developer, untuk mewujudkan pesanan dari nasabah.
Berdasarkan kaidah asal pencarian rekanan untuk mewujudkan tender ini, maka akad yang berlaku antara LKS dengan developer adalah akad berbasis ijarah, atau bisa juga dengan akad ju’alah.
Akad Ijarah dan Ju’alah terhadap Relasi antara LKS dan Developer
Relasi antara LKS dan Developer awal mulanya kita tinjau dari aspek akad ijarah dan ju’alah. Jika menggunakan akad ijarah maka peran masing-masing yang berakad dapat dirinci sebagai berikut:
1. LKS adalah berkedudukan sebagai pihak penyewa jasa,
2. Pihak developer merupakan pihak yang disewa jasanya
3. Objek yang disewa adalah jasanya developer untuk merenovasi rumah
4. Pekerjaan yang menjadi target penyelesaian adalah renovasi rumah
5. Upahnya harus bersifat maklum (diketahui) dan musamma (disebutkan). Misalnya, sampai selesainya renovasi rumah, pihak developer akan menerima sebesar 30 juta rupiah.
Jika menggunakan akad ju’alah, maka peran masing-masing pihak yang berakad, dapat dirinci sebagai berikut:
1. LKS sebagai ja’il (penyuruh kerja)
2. Pihak developer sebagai pihak yang disewa jasanya
3. Objek yang dikerjakan adalah melakukan renovasi rumah
4. Kriteria pemberian reward/komisi harus jelas, misalnya: jika pekerjaan itu bisa selesai kurang dari 30 hari, maka pihak developer akan menerima upah pekerjaannya + komisi tambahan yang akan diberikan oleh LKS sebesar 5 juta. Kedudukan uang 5 juta tersebut menempati derajatnya ju’lu buah dari relasi akad ju’alah. Sementara itu, upah (ujrah) menempati derajat relasi akad ijarah (sewa jasa) yang harus memenuhi ketentuan akad ijarah.
Berbekal dari penjelasan ini, maka penetapan pembagian hasil sebesar 70% untuk developer dan 30% untuk LKS, adalah tidak memenuhi konsepsi kedua akad ijarah, dan akad ju’alah.
Alhasil, jika dipaksakan tetap berada pada kedua akad tersebut, maka relasi antara developer dan LKS, adalah termasuk jenis relasi akad ijarah fasidah atau ju’alah fasidah. Oleh karena itu, adanya akad yang fasidah ini, menghendaki penyelesaian lewat aplikasi rumpun akad yang lain yang masih keluarga dari akad ijarah dan ju’alah. Apa itu? Jawabnya, adalah akad qiradh dan akad mudlarabah.
Akad Qiradh dan Mudlarabah terhadap Relasi antara LKS dan Developer
Akad qiradh meniscayakan objek yang dikerjakan oleh pihak developer, tidak boleh ditentukan oleh pihak rabbul mal (pemilik harta, yakni penerima tender/LKS). Soal modal, memang harus 100% dari rabbul mal (pemilik harta). Alhasil, persoalan yang disampaikan oleh penanya, tidak memenuhi kategori akad qiradh disebabkan pekerjaan itu meniscayakan keterlibatan rabbul maal, yaitu LKS.
Sementara itu, bila akad di atas dimasukkan dalam rumpun akad mudlarabah, maka di dalam mudlarabah menghendaki adanya:
1. 100% modal berasal dari rabbu al-mal (LKS)
2. Sifat bidang pekerjaannya ditentukan, seumpama melakukan renovasi rumah
3. Bagi hasil pekerjaannya jelas dan ditentukan saat dibangun kesepakatan antara rabbu al-mal (LKS) dan pihak ‘amil (developer), semisal 70% Amil dan 30% pihak rabbul maal.
Dengan menilik dari kriteria mudlarabah ini, maka akad sebagaimana yang dimaksudkan oleh penanya, adalah termasuk jenis akad mudlarabah shahihah, dengan objek pekerjaan berupa syaiin maushufah fi al-dzimmah. Alhasil, hukumnya adalah boleh melakukan mekanisme sebagaimana yang ditanyakan oleh penanya disebabkan keterpenuhan akad mudlarabah.
Bagaimana dengan status hukum rusaknya akad dari sisi ijarah dan ju’alah terhadap mudlarabah?
Rusaknya akad dari sisi akad ijarah dan ju’alah disebabkan karena ketidaksesuaian pola kerja sama saja berdasarkan kedua rumpun akad tersebut. Alhasil, keduanya tidak mempengaruhi pada status shahihnya akad mudlarabah, disebabkan keterpenuhan syarat dan rukun mudlarabah. Wallahu a’lam bi al-shawab. []
Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jatim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar