Di antara sebagian isi ayat-ayat Al-Qur’an adalah berisi tentang peringatan Allah kepada orang-orang yang beriman. Sementara dengan sesama orang beriman adalah nasihat menasihati. Allah berfirman:
وَذَكِّرْ فَإِنَّ ٱلذِّكْرَىٰ تَنفَعُ ٱلْمُؤْمِنِينَ (الذاريات: 55)
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Dzariyat: 55)
...وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (العصر: 3)
“Dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr:3)
Abu Hanifah al-Nu'man bin Tsabit bin Zautho Al-Taimi Al-Kufi adalah seorang bangsawan bani Taimiyyah bin Tsa'labah. Kebanyakan sarjana Islam berpendapat bahwa beliau lahir pada tahun 80H/699M, semasa zaman khalifah ‘Abd al-Malik bin Marwan dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 150H/767M, ketika berumur 70 tahun (Siyar a’lam al-Nubala’, juz 6, hal. 390-403).
Putra Abu Hanifah yang juga sekaligus muridnya adalah seorang ahli fikih bernama lengkap Hammad bin Abi Hanifah al-Nu’man bin Tsabit al-Kufi, dan juga dikenali dengan nama al-Faqih Abu Isma‘il. Dia seorang ahli ilmu, ahli agama, shalih dan sangat wara’. Hammad wafat pada bukan Dzulqa'dah tahun 176 H.
Terdapat 20 wasiat yang disampaikan oleh Abu Hanifah kepada Hammad. Wasiat tersebut berisikan nasihat tuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Wasiat tersebut sebagaimana tercantum dalam kitab Jami’ al-Ushul fi al-Auliya adalah sebagaimana berikut:
Imam Abu Hanifah rahimahullah Berkata kepada anaknya Hammad: “Wahai anakku sayang, semoga Allah Ta’ala senantiasa memberi petunjuk dan menolongmu. Aku akan sampaikan kepadamu sebuah wasiat yang jika sekiranya kamu mengingat dan mengamalkannya, aku berharap dengannya kamu akan mendapat kebahagiaan dalam urusan agama dan dunia, jika Allah menghendaki.
Pertama, hendaklah kamu menjaga ketaqwaanmu dengan memelihara anggota badan dari perbuatan maksiat karena takut kepada Allah, serta melaksanakan segala perintah-Nya sebagai bentuk penghambaan diri (‘ubudiyyah) kepada-Nya.
Kedua, hendaklah kamu tidak tetap berada dalam ketidaktahuan akan sesuatu hal yang kamu perlu mengetahuinya.
Ketiga, hendaklah kamu tidak bergaul melainkan bersama orang yang kamu butuhkan dalam urusan agama dan duniamu.
Keempat, hendaklah kamu berlaku adil terhadap diri sendiri dan janganlah kamu mempertahankan bagi dirimu sendiri kecuali dalam keadaan terpaksa.
Kelima, hendaklah kamu tidak memusuhi orang Muslim dan orang dzimmi.
Keenam, hendaklah kamu merasa cukup dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari harta dan kedudukan.
Ketujuh, hendaklah kamu perelok menutup-nutupi dalam sesuatu hal yang bermanfaat kepadamu dalam merasa cukup dari manusia.
Kedelapan, hendaklah kamu tidak meremehkan seorangpun manusia atasmu.
Kesembilan, hendaklah kamu mengendalikan dirimu dari terlibat perkara yang tidak berfaidah.
Kesepuluh, hendaklah kamu apabila bertemu dengan orang-orang, mengawali ucapan dengan salam, memperindah tutur kata, menunjukkan kasih sayang kepada orang yang baik, dan menyenangkan hati kepada dengan orang yang jahat. []
(Bersambung)
Hikmatul Luthfi, Nahdliyin kelahiran Sukabumi, Jawa Barat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar