"Kedatangan Perdana Menteri Hideki Tojo di Jakarta pada 7 Juli dan pidatonya dalam rapat umum di Lapangan IKADA jelas sekali menunjukkan kalau kedudukan Nippon semakin terdesak oleh Sekutu," ujar tokoh NU, KH Zainul Arifin pada tahun 1943.
Nyatanya, sebagaimana diungkap Aiko Kurusawa (1993), memang beberapa hari kemudian pemerintahan pendudukan Jepang memulai program "pelatihan alim ulama" guna mengantisipasi "perlawanan semesta". Program pelatihan terbagi 2: yang pendek untuk alim ulama dan yang panjang 3 bulan untuk "guru-guru madrasah" yang berusia lebih muda. Jepang menamanya "Latihan Guru Agama Bagian Dua". Kedalam pelatihan ini dimasukkan pula dasar-dasar kemiliteran. Selanjutnya, mengakomodasi usulan para pemimpin agama bulan September 1943 agar dibentuk pasukan sukarelawan muslim pelatihan guru agamapun dikembangkan menjadi pelatihan Laskar Hizbullah.
Merdeka atau Mati
Resminya, baru pada 8 Desember 1944 Panglima Jepang Jenderal Kamakichi Harada menjanjikan kemerdekaan Indonesia senyampang menyinggung akan didirikannya Laskar Hizbullah. Seminggu sesudahnya, pada 15 Desember 1944, didirikanlah Kaikyo Seinen Teishinti atau Hizbullah. Bulan Januari 1945 nama-nama yang disaring lewat rapat pleno Masyumi diumumkan. Rapat juga menegaskan Hizbullah sebagai pendamping PETA yang sudah lebih dulu berdiri.
Hizbullah berpedoman pada Al-Qur'an:
"Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (Surah Al Maidah ayat 56).
Salah satu slogannya: "Hidup mulia atau mati syahid." ('Isy kariman au mut syahidan). Ringkasnya: "Merdeka atau Mati". Kepengurusannya disusun lewat rapat pleno Masyumi yang sepakat mendirikan Hizbullah terpisah dari PETA bukan sebagai pesaing, melainkan sebagai upaya strategi dalam menghadapi Jepang. Sedangkan sebagai komandan ditunjuk KH Zainul Arifin. Wakilnya adalah Moh Roem. Anggota pengurus lain Prawoto Mangunsasmito, Kiai Zarkasih, dan Anwar Cokroaminoto.
Bushido di Cibarusah
Pelatihan di Cibarusah dimulai 28 Februari 1945, terbagi dua kegiatan utama: keagamaan dan kemiliteran. Pendalaman keagamaan bercorak kerohanian Islam diberikan di malam hari oleh: Pada malam hari mereka diberi bekal Pendidikan kerohanian oleh: KH Wahid Hasyim, KH Zarkasyi (Ponorogo), KH Mustofa Kamil (Singaparna), KH Mawardi (Solo), KH Mursyid (Kediri) dan KH Abdul Halim (Majalengka). Sedangkan pelatihan dasar-dasar militer mengacu pada semangat Bushido atau "Jalan Ksatria" yang pada prinsipnya mengacu pada 4 nilai moral: kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri dan kehormatan hingga mati.
Pelatihan militer terdiri dari teknik-teknik berperang utamanya dalam situasi gerilya dipimpin oleh Kapten Yanagawa Munenari Moichiro yang sangat keras dan berdisiplin tinggi dalam melatih pasukan Hizbullah. Yanagawa juga dibantu 20 orang perwira PETA. Kapten Yanagawa alumnus sekolah elit intelijen Nakanogako. Selain sangat mahir seni bela diri Karate, Judo dan Jiujitsu, dia selalu melatih pasukan dengan pemahaman akan senjata sebagai bagian dari anggota tubuh mereka. Tito.id mengungkap Kapten Yanagawa melatih pasukan PETA pula termasuk: Sudirman, Supriyadi, Ahmad Yani dan Suharto. Yanagawa kemudian menjadi seorang mualaf dan menikah dengan Muslimah asal Tasikmalaya.
Meskipun, di Cibarusah tidak digunakan senjata asli namun semangatnya sudah mendekati teknik berperang sungguhan. Setelah bangun pagi, sholat Subuh dan sarapan pagi semua peserta melakukan taisho (senam pagi) disambung lari-lari kecil pemanasan (kakeashi) yang dilaksanakan dalam kesempurnaan sikap dan disiplin tinggi.
Selanjutnya dibagikan mokuju (senapan tiruan dari kayu jati) atau takeyari (bambu runcing) untuk latihan baris berbaris dan simulasi perang sungguhan. Dalam film pendek propaganda Jepang keluaran Nippon Eigasha ditunjukkan cara membuat takeyari menggunakan bambu yang setengah kering ataupun masih basah berukuran sekira 2 meter untuk orang dewasa. Ujungnya lalu ditajamkan menggunakan golok hingga menyerong tajam 20 derajat. Idealnya ujung takeyari terletak tidak jauh dari buku bambu. Kemudian, ujung takeyari dibakar di atas api kecil hingga kulit bambu agak hangus menghitam. Takeyari akan lebih kuat jika ujungnya digosok dengan minyak dari tumbuh-tumbuhan.
Takeyari Jutsu
Takeyari dilatihkan sebagai senjata yang di tusukkan ke arah badan lawan dengan kombinasi gerak-gerak kelincahan tangan dan kaki sedemikian rupa hingga menjadikannya senjata yang dapat melumpuhkan lawan.
Pelatihan sento kyoren atau pertempuran meliputi latihan-latihan teknik bertiarap (fuse), merangkak (hofuku), membentuk formasi gerakan mundur satu persatu ke belakang (icirit), teknik mengintai (sekko), perang sangkur, serangan banzai dan serangan komando (kirikumi). Selain itu ditambahkan pelajaran merakit bom molotov dan bahan-bahan peledak lain. Puncaknya adalah pelatihan perang gerilya yang tidak pernah digunakan pasukan-pasukan Belanda dan Inggris. Sebagai seni bela diri tambahan dilatihkan teknik-teknik olahraga tradisional Jepang, Sumo.
Tanggal 20 Mei 1945, program pelatihan padat Hizbullah diakhiri dengan sekira 500 santri peserta dari 30 residen Jawa dan Madura dinyatakan lulus. Mereka dikirim pulang ke wilayah masing-masing untuk melatih angkatan berikutnya. Sementara Cibarusah sendiri mulai menyiapkan pelatihan Hizbullah angkatan II. []
(Ario Helmy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar