Rabu, 19 September 2012

(Ngaji of the Day) Jihad dalam Islam; Dahulu dan Kini


Jihad dalam Islam; Dahulu dan Kini

Oleh: Fathurrahman Karyadi *)


Al-Qur’an menyebutkan kata ja-ha-da sebanyak 42 kalimat dengan shighât yang berbeda, sebagimana yang telah diteliti oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam indeks al-Quran. Salah satunya berada dalam surat al-Ankabût ayat 69: “Dan orang-orang yang berjihad (jâhadû) untuk mencari keridhaan kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.”


Hadits-hadits yang berbicara seputar jihad juga amat banyak. Sahabat Anas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya surga berada di bawah naungan pedang.” Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan “Barang siapa yang kakinya berdebu karena jihad fi sabilillah maka Allah akan mengharamkan kepadanya neraka.”


Imam al-Nawawi mencantumkan hadits keutamaan jihad sebanyak 67 hadits dalam kitabnya Riyâdh al-Shâlihîn. Diantaranya diriwayatkan dari Abi Hurairah RA, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW ditanya oleh seseorang “Wahai Rasulallah, perbuatan apa yang paling mulia?” Kemudian Nabi menjawab “Percaya kepada Allah dan Rasul-Nya.” Sahabat itu bertanya lagi “Kemudian apa?” Nabi menjawab “Jihad di jalan Allah.” Lantas bertanya lagi “Kemudian apa?” Nabi menjawab “Haji mabrur.”


Senada dengan hadits di atas, Ibnu Mas’ud RA bertanya kepada Rasulullah SAW. “Wahai Rasulallah, amal apa yang paling dicintai Allah?”


Nabi bersabda “Shalat tepat waktu.”


“Kemudian apa?” tanya Ibnu Mas’ud selanjutnya.


“Berbakti kepada kedua orang tua.”


“Kemudian apa?”


“Jihad di jalan Allah,” jawab nabi mengakhiri.


Dari kedua hadits di atas dapat diketahui bahwa jihad adalah memiliki keutamaan yang sangat tinggi. Dalam konteks amal yang mulia (al-a’mâl al-afdhâl) jihad menempati urutan kedua setelah iman. Sedangkan dalam konteks amal yang dicintai Allah (ahabb al-a’mâl) jihad menempati urutan ketiga setelah shalat tepat waktu dan berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Abi Yahya bahwa Nabi bersabda “Barang siapa yang menyumbangkan dananya untuk jalan Allah maka akan ditulis baginya pahala sebanyak 700 kali lipat.”


Dalam literatur fiqh pun, para ulama memposisikan jihad sebagai pembahasan bab tersendiri. Seperti Syaikh Taqiyyuddin al-Hishni dalam kitabnya Kifâyah al-Akhyâr, beliau memberikan penjelasan panjang tentang jihad dengan mengkaitkan peristiwa jihad pada zaman Rasulullah SAW.


Pengertian dan tujuan


Jihad secara bahasa (lughatan) berarti mengerahkan dan mencurahkan. Sedangkan secara istilah syari’ah (syar’an) berarti seorang muslim mengerahkan dan mencurahkan segala kemampuannya untuk memperjuangkan dan menegakkan Islam demi mencapai ridha Allah SWT. Oleh karena itu kata-kata jihad selalu diiringi dengan fi sabilillah untuk menunjukkan bahwa jihad yang dilakukan umat Islam harus sesuai dengan ajaran Islam agar mendapat keridhaan Allah SWT.


Jihad dibagi menjadi tiga. Pertama, jihad dengan perkataan (bi al-lisân), yaitu menyampaikan, mengajarkan dan menda’wahkan ajaran Islam kepada manusia serta menjawab tuduhan sesat yang diarahkan pada Islam. Termasuk dalam jihad dengan lisan adalah, tabligh, ta’lim, da’wah, amar ma’ruf nahi mungkar dan aktifitas politik yang bertujuan menegakkan kalimat Allah.


Kedua, jihad dengan harta (bi al-mâl), yaitu menginfakkan harta kekayaan di jalan Allah SWT khususnya bagi perjuangan dan peperangan untuk menegakkan kalimat Allah serta menyiapkan keluarga mujahid yang ditinggal berjihad. Ketiga, jihad dengan jiwa (bil al-qitâl), yaitu memerangi orang kafir yang memerangi Islam dan umat Islam. Dan ungkapan jihad yang dominan disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah berarti berperang di jalan Allah.


Adapun Jihad disyari’atkan bertujuan agar syari’at Allah tegak di muka bumi dan dilaksanakan oleh manusia. Sehingga manusia mendapat rahmat dari ajaran Islam dan terbebas dari fitnah. Jihad fi sabilillah bukanlah tindakan balas dendam dan menzhalimi kaum yang lemah, tetapi sebaliknya untuk melindungi kaum yang lemah dan tertindas di muka bumi. Jihad juga bertujuan tidak semata-mata membunuh orang kafir dan melakukan teror terhadap mereka, karena Islam menghormati hak hidup setiap manusia. Tetapi jihad disyariatkan dalam Islam untuk menghentikan kezhaliman dan fitnah yang mengganggu kehidupan manusia (QS. al-Nisâ’ 74-76).


Hukum Jihad


Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Kamil Muhammad bahwa hukum Jihad secara umum adalah fardhu kifayah, artinya jika sebagian umat telah melaksanakannya maka sebagian yang lain terbebas dari kewajiban tersebut. Allah SWT berfirman “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (QS al-Tawbah 122).


Jihad berubah menjadi fardhu ‘ain (wajib secara individu) jika [1] sang pemimpin atau presiden memerintahkan warga muslim untuk berperang, maka hukumnya menjadi fardhu ‘ain untuk berperang. [2] Ketika musuh sudah datang ke suatu negeri, maka jihad menjadi fardhu ‘ain bagi seluruh penduduk di daerah atau wilayah tersebut.


Jihad Kekinian


Jihad yang kita fahami selama ini—begitu pula dalam tulisan di atas—seakan-akan hanya melawan musuh yang berupa manusia saja. Padahal, sebagaimana yang kita ketahui berdasarkan hadits Nabi SAW, jihad terbesar setelah perang badar kubro adalah jihad melawan hawa nafsu.


Jika diinterpretasikan lebih dalam lagi, selain musuh berupa “hawa nafsu” maka masuk juga di dalamnya musuh-musuh yang berbentuk pemikiran-pemikiran liberal, radikalisme, fundamentalisme, westernisasi, aliran sesat, dan lain-lain. Termasuk juga musuh-musuh media. Kini banyak berita atau foto yang memprovokasi banyak orang sehingga menimbulkan kebencian antarsesama atau bahkan pertikaian antarumat. Ditampilkan dan di-upload secara besar-besaran padahal belum tentu itu sesuai fakta. Melihat fenomena ini maka kita perlu menampilkan berita, kisah, dan foto sungguhan yang dengan membacanya, orang akan senang, merasa damai, menambah ikatan persaudaraan dan melahirkan gagasan-tindakan dalam kebaikan. Inilah jihad media.


Nah, jika musuh-musuh sudah merajalela di muka bumi ini, mengapa kita diam saja? Maka wajiblah kepada kita untuk berjihad! WaLlâhu A’lam.


*) Penulis adalah mahasiswa Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar