Rabu, 11 Desember 2013

Kiai Ahli Pertanian



Kiai Ahli Pertanian

Kiai ahli ilmu fikih, falak atau ketabiban itu memang sudah lazim, tetapi kadang kiai juga dituntut oleh masyarakat untuk memiliki keahlian yang lain. Karena apapun persoalannya masyarakat datang ke tokoh spiritual ini, baik urusan agama atau urusan dunia sehari-hari. Ada juga karena sang kiai memiliki kepedulian sosial yang tinggi, sehingga menjalankan riset dan pengembangan guna memajukan ekonomi masyarakat. Langkah itu dilakukan dengan fasilitas seadanya yang dipersiapkan sendiri tanpa subsidi dari pihak manapun.

Kiai Abdul Jamil adalah salah seorang kiai yang sangat kreatif dan inovatif, ketekunannya berhasil membuahkan inovasi baru di bidang persingkongan dengan ditemukannya singkong varitas baru yang diberi nama darul hidayah, yang diambil dari nama pesantren yang dipimpinnya yaitu Pesantren Darul Hidayah yang berlokasi di Lampung Utara.

Temuan ini merupakan revolusi singkong gelombang kedua setelah revolusi pertama dilakukan oleh seorang santri dari Kediri yang bernama Mukibat, 40 tahun yang lalu, sehingga singkong hasil silangannya disebut dengan mukibat yang sangat terkenal.

Kebetulan Kiai Abdul Jamil yang berasal dari Lamongan itu masih kerabat dengan Mukibat, sehingga merasa bertanggung jawab untuk melanjutkan inovasi yang telah dilakukan sang Paman. Berbeda dengan inovasi mukibat yang sulit dibiakkan secara massal karena teknik okulasi. Sementara inovasi Kiai ini bisa dibiakkan secara massal karena hasil silangan dengan semai biji. Hasilnya pun cukup lumayan dalam umur 10 bulan telah mampu menghasilkan 15 kg per pohon, sehingga masuk singkong jenis unggul.

Sayang temuan Kiai yang kreatif itu diabaikan saja oleh pemerintah, bahkan surut bersama runtuhnya harga singkong. Akibatnya inovasi yang dilakukan tidak membuahkan kemajauan ekonomi, karena pemerintah tidak membuat pabrik pengolah singkong, atau membuka pasar ekspor. Pucuk dicita ulama tiba, ketika budidaya singkong yang terpuruk itu tiba-tiba bangkit bersama dengan maraknya indutri bioetanol belakngan ini.

Tidak ada pilihan lain mayarakat kemudian mencari lagi Kiai Jamil untuk memesan bibit singkong unggul itu secara massal sebagai bahan pembuatan bioetanol. Temuan ini tidak dipatenkan, karena sejak awal Sang Kiai telah mewakafkan hak ciptanya pada masyarakat dan umat manusia pada umumnya. Karena sang kiai bukan kapitalis yang berbuat untuk mendapatkan untung, dia seorang sukarelawan yang mendermakan ilmu dan tenaganya dan hartanya. []

(Mun’im)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar