Rabu, 16 November 2011

(Ngaji of the Day) Seni dalam Hukum Fiqh Islam

Seni dalam Hukum Fiqh Islam
Oleh: Nab Bahani AS

Secara harfiah, seni sebagai bentuk karya manusia yang mengandung nilai keindahan; mengandung pesona rasa jika diamati dan dinikimati. Kemudian memberik kepuasan dan kesenangan bagi setiap jiwa manusia. Dan seni adalah keindahan yang memberi kepuasan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Maka seni dan kesenian adalah suatu jelmaan dari rasa keindahan yang diujud karja manusia untuk mencapai suatu kesesejahteraan hidupnya, yang disusun berdasarkan pemikiran-pemikirannya, sehingga ia mejadi suatu karya yang indah, yang menimbulkan kesenangan untuk dinikmati. Maka secara filsafat, kalau sesuatu nilai baik dan buruk dapat dibahas dengan menggunakan demensi etika, maka nilai seni dan keindahan ini selalu dibahas dengan menggunakan demensi estetika, yaitu melalui penghayatan dan pengalaman-pengalaman indra manusia.

Para filosof menggolongkan nilai seni dan keindahan ini ke dalam alam estetis. Sejak zaman Socrates, perhatian terhadap seni dan keindahan ini memang sudah menimbulkan pemikiran-pemikiran yang serius. Sehingga sejak itu sudah menimbulkan berbagai tanda tanya “tentang soal apakah yang berada dalam sesuatu objek hingga menyebabkan ia menjadi indah?”. Ini terus menjadi perhatian generasi selanjutnya, seperti Plato yang melihat seni dan keindahan ini dengan teori metafisika. Menurutnya, keindahan seni adalah sesuatu realitas yang sesungguhnya. Ia sejenis dengan hakekat yang abadi yang tidak berubah-ubah.

Platinus menggunakan pendekatan rohaniah yang menilai seni apabila hakekat menyatakan dirinya atau memancarkan sinarnya dalam, sebuah realitas. Sedangkan seniman adalah manusia yang tajam pandangannya, yang dapat melihat dan menangkap realitas dan keindahan yang hakiki. Seni dan keindahan tak dapat dipisahkan dari hidup manusia.

Manusia sendiri hidup dalam alam keindahan yang hakiki. Bahkan sejauh mata memandang, hanya keindahan yang kelihatan. Lihat saja bagaimana gunung-gemung hijau menjulang, lautan yang luas tak dapat dijangkau pandangan mata. Di matahari yang terbenam, di fajar yang menyingsing, di taman yang semerbak, di mawar yang merekah, dan bahkan disegenap lapangan ruang alam ini yang nampak hanyalah keindahan-keindahan yang mengagumkan. Hanya saja penglihatan kita yang terkadang belum mampu menangkap dari semua keindahun itu.

Bahwa semua nilai seni yang hakiki ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa tanpa cacat sedikit pun. Sedang ciptaan manusia sendiri pastilah mengalami kekurangan. Itulah sebabnya, Sutardji Bachri menulis: “Walau penyair besar/takkan sampai sebatas Allah... “ (baca puisi walau). Lalu apakah Tuhan itu bisa disebut seniman? Kita tidak akan mempersoalkan jawaban dari pertanyaan itu. Yang pasti, “Sesungguhnya Allah itu Maha indah, Dia sukapada keindahan” (Hadis riwayat Muslim).

Untuk memudahkan penilaian terhadap semua jenis keindahan di alam ini, manusia pun membagi dala, beberapa cabang kesenian seperti kita kenal saat ini. Misalnya, indah berbahasa disebut seni sastra; indah menari (seni tari); indah menggambar (seni lukis); indah berirama (seni musik) dan indah menata dinamakan seni hias; indah memahat (seni ukir).

Dan jika dikaitkan dengan agama (Islam) jelas tidaklah bertentangam. Malah Islam menganjurkan penganutnya untuk selalu berindah-indah dan berseni sejauh tidak melanggar hukum yang telah ditentukannya. Seni dan Islam adalah dua masalah yang sering diperdebatkan.

Tak jarang kita jumpai ada ulama yang menolak kesenian dalam Islam. Pandangan itu kadang ada juga benarnya, bahwa satu sisi agama tak ada hubungannya dengan seni. Agama adalah tata hubungan manusia dengan Tuhan, maka tak perlu ada kesenian. Seperti Shalat, tidak boleh diiringi musik, ia harus dikerjakan dengan penuh penghayatan, ketekunan, kesungguhan dan rasa pasrah (khusuk) kepada Tuhan.

Sisi lain, dari rasa kepasrahan itu, maka dalam bahasa - bahasa yang diucapkan timbullah semacam nada, irama, dan gaya-gaya bacaan yang benilai seni. Seperti azan, ia harus dikumandangkan seindah mungkin dengan irama alunan suara menyentuh hati setiap yang mendengarnya dan tergerak jiwanya melaksanakan ibadah shalat.

Begitu juga al-Quran, kitab suci yang diturunkan penuh dengan nilai seni bahasa (sastra) yang sangat tinggi. Tak ada mahkluk yang bisa menandingi seni bahasa al-Quran. Orang Jahiliah yang dikenal memiliki nilai kesusastraan sangat tinggi sebelum Islam, tak mampu menandingi seni yang terkandung dalam al-Qu’an. Begitu tinggi nilai sastranya, Allah memperingatkan agar para sastrawan dapat selalu beriman dan berpodoman pada al-Quran.

Tidak menjadi sastrawan seperti bandit-bandit yang mengembara dari lembah-ke lembah yang berbicara tanpa kerja hingga mereka menjadi pendusta-pendusta kebenaran. Firman Allah, “.. kecuali sastrawan-sastrawan beriman dan beramal saleh, dan banyak menyebutkan nama Allah serta mendapat kemenangan sesudah mendapat kezaliman... “(QS: Asy-syu’ra: 227).

Mufassir kenamaan Muhammad Jamaluddin Al Qasimy (1866-1944 M) menjabarkan maksud ayat tersebut bahwa yang mempengaruhi sajak- sajak mereka (sastrawan beriman) adalah Kemahaesaan Allah yang selalu mengandung hikmah serta ajaran dan budi pekerti yang baik. Dengan sajak-sajak yang diciptakan itu mereka beroleh kemenangan dari musuh-musuh yang sebelumnya menzalimi.

Dalam surat Asy-syu’ra yang beberapa ayatnya membahas khusus tentang sastrawan, menunjukan bahwa Islam sama sekali tidak melarang seni bahasa atau kesusastraan. Bahkan zaman Rasul SAW, terdapat beberapa penyair pribadinya. Di antaranya Hasan Ibnu Shabid yang selalu mengubah syair-syairnya untuk perjuangan Islam dan memuliakan Rasulullah. Islam sendiri mulanya disiarkan dengan seni yang mendakwahkan ajaran dengan bahasa-bahasa damai.

Rasul SAW, pernah menyatakan, “Dalam seni bahasa bersemi sejuta kata, ucapan sastrawan yang pasti kebenaran adalah kalimat Lubaid yang berintikan, kecuali Allah, semuanya akan rnusnah”. Hadis rasul SAW juga menyatakan, “Orang yang berperang dengan senjata lidah, sama pentingnya dengan mereka yang berperang dengan senjata besi”.

Tidaklah heran, kalau Nabi sendiri sangat menyukai karya sastra, terutama sajak-sajak yang digubah para penyair di masa beliau. Di antara syair-syair yang paling disukai Rasulullah adalah karya Umaiyah hen Shal, karena syair Umaiyah ini selalu mengingatkan manusia kepada Allah dengan menggambarkan peritiwa-peristiwa yang akan terjadi di hari kebangkitan sete1ah kehidupan ini berakhir. Rasulullah semasa hidupnya senantiasa dekat dengan penyair dan selalu mendorong mereka menciptakan syair-syair yang membangkitkan semangat jihad kaum muslimin meperjuangkan kebenaran Islam. ‘

Jenis kesenian musik dan tari juga sangat erat hubungannya dengan dunia Islam. Bahkan pernah mencapai puncak kejayaan seni musik dan tari. Namun ketika perang salip pecah di Palestina 1096 M, orang-orang Kristiani dari Eropa banyak yang mengambil kesempatan mempelajari musik Islam. Bahkan merampas dokumen-dokumen musik umat Islam untuk mempelajarinya.

Jenis seni malah sudah dianggap sebagi displin ilmu yang perlu dikembangkan hingga menjelang abad ke-13 dunia Islam mengalami kemajuan luar biasa di bidang musik, yakni dengan mendirikan sekolah- sekolah khusus untuk mempelajari musik. Safi al- Din Abdul al-Mukmin adalah salah seorang sarjana musik Islam yang mendirikan sekolah musik pertama dalam dunia Islam.

Sekarang ini kemajuan di bidang seni musik ini telah tampil dengan beragam corak, terutama di Eropa. Namun akar dari semua jenis seni musik itu adalah berpangkal dari musik Islam. Ahli Purbakala Jerman Prof FG Waleker yang pernah meneliti asal usul musik Eropa, menyimpulkan bahwa segenap musik yang berkembang di Eropa datangnya dari orang Islam.

Demikian juga dengan seni tari. Di awal abad ke-13 dunia Islam telah berhasil mengembangkan suatu tarian yang sangat populer waktu itu, yaitu tarian Almishasil ciptaan Reveriedu Soir, tarian ini sangat digemari oleh remaja-remaja Islam ketika itu.

Anak -naka penangkap ikan sering memaikan tarian ini sambil melepas lelah di tepi sungai Nil saat itu. Di Cairo kala itu ada Cairo Ghazali, tempat yang khusus dibuat sebagai tempat pertunjukan “tarian dansa” di depan umum.

Tarian ini dipop1uerkan kembali seorang komponis Perancis Filicien David, dan diganti nama dengan Dense Des Almees. Cukup banyak dalil tentang seni tari dan musik dalam Islam.

Seperti terungkap dalam hadis Yang diriwayatkan Aisyah: “Rasulullah sedang berbaring dan aku di sampingnya, kala Aisyah, saat itu kami sedang dihiburi dengan lagu-lagu merdu. Lalu masuklah Abu Bakar dan membentakku dengan kata-kata yang tajam. Apa serunai setan itu sedang berada di samping Rasul?” tanya Abu Bakar. Rasulullah menjawab:“Biarkan mereka terus menyanyikan lagu-lagunya”.

Hadist lain yang juga diriwayat Aisyah: “Pada suatu hari saya (Aisyah) sedang memimpin upacara perkawinan sepasang suami-isteri kaum Ansar. Waktu itu Nabi bersabda: “Wahai Aisyah, apakah engkau menyediakan sesuatu pertunjukan permainan, karena kaum Ansar suka kepada permainan?” Hadis ini bermakna upacara perkawinan pun Islam membolehkan diadakannya pertunjukan kesenian sejauh tidak menyimpang dari ajaran Islam itu sendiri.

Kemudian dalam Hadis riwayat Buraidah disebutkan: Pada suatu hari Rasulullah didatangi seorang gadis yang ingin melepaskan nazarnya untuk menabuh rebana dan menembangkan lagu..lagunya di depan Rusulullah. Saat itu Rasul menjawab: “Kalau benar engkau telah bernazar demikian, laksanakan apa yang telah menjadi nazarmu”, kala Rasul. Lalu gadis itu pun menabuh rebananya sambil menyanyikan lagu-lagu merdu di depan Rasulullah.

Di tengah pertunjukan itu masuklah beberapa orang Sahabat dan ikut menyaksikan nyanyian gadis itu bersama Rasul. Kemudian masuk Saidina Umar, gadis itu langsung menyembunyikan rebananya di bawah pinggul. Sehingga sambil tersenyum Rasulullah bersabda: “Gadis itu sungguh takut kepadamu ya Umar Begitu pun dalam Hadis riwayat Imam Bukhari. dari Aisyah menceritakan.

Pada suatu hari Rasulullah berdiri di pintu kamar Aisyah melihat orang Habsyi sedang menabuh rebana dan menari dalam masjid. Sambil memperlihatkan permainan itu pada Aisyah, Nabi menyelimuti Aisyah dengan selendangnya, seraya menanykan: “Apakah engkau gemar melihatnya,” tanya Nabi. “ya! “, jawab Aisyah. Lalu Rasulullah berdiri di sampingnya dan kemudian memerintahkan anak-anak Habsyi: “Lanjutkan permainanmu hai anak-anak Ar-Fadah,” ucap Rasul. Setelah Aisyah pun dengan pertunjukan mereka, barulah Nabi menyuruh mereka pergi.

Lalu bagaimana dengan seni lukis dan seni perhiasan? Jenis ini sering diperdebatkan Sepertidiceritakan Sa’id ibnu Hasan: “Ketika saya sedang bersama Ibnu Abbas, tiba-tiba datang seorang laki-laki (seniman), ia berkata, hai Ibnu Abbas, aku hidup dari kerajinan tanganku dengan melukis dan membuat arca.

Lalu Ibnu Abbas menjawab, tidak akan aku katakan kepadamu, hanya apa, yang telah aku dengar dari Rasulullah. Beliau bersabda: “Siapa yang telah melukis sebuah gambar, maka dia akan disiksa Tuhan sampai dia bisa memberinya gambar itu bernyawa akan tetapi sampai kapanpun dia tidak akan mungkin memberikan nyawa terhadap gambar itu”. (baca Jawahir Buchari).

Para penafsir hadis ini berpendapat bahwa membuat gambar secara inklusif (seni lukis) pada dasarnya memang dibolehkan dalam agama Islam. Namun yang membedakan pendapat para ulama terhadap seni lukis ini adalah dalam bentuk objek dan motif yang dilukiskan.

Sebagian ulama berpendapat, maksud Hadis di atas melarang seseorang membuat gambar dengan objek atau motif dalam bentuk sesuatu makhluk bernyawa, seperti gambar manusia atau gambar binatang. Dan sangsi yang disebutkan berarti larangan membuat gambar. Yang dilarang jika gambar itu dapat diraba bentuknya, seperti relif atau arca. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar