Rabu, 27 Agustus 2014

NU Mendorong Suksesi Orde Baru



NU Mendorong Suksesi Orde Baru

Terjadinya Krisis ekonomi tahun 1997 telah mempercepat gerakan reformasi, sehingga terjadi demonstrasi di mana-mana, tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa, tetapi juga para karyawan yang perusahaannya ditutup, termasuk demonstrasi dari kalangan santri dan petani. Situasi sosial dan politik semakin hari semain tidak menentu, bahkan kemudian pada puncak krisis beberapa menteri mulai mengundurkan diri. Bahkan ketua MPR saat itu berani menyarankan agar Soeharto segera mundur. Semua kelompok mendesak agar dia mundur dan dilakukan suksesi kepemimpinan.

Melihat situasi sosial yang semakin anarkis dan situasi politik yang semajin kacau, kalangan Ulama NU mengadakan pertemuan di pesantren Langitan, Jawa Timur. Mereka sependapat bahwa situasi kacau ini harus segera diakhiri. Sementara pemerintahan yang berkuasa, Presiden Soeharto dinilai telah tidak lagi mampu menguasai keadaan. Ini berarti pemimpin tidak bisa lagi mengemban amanah kepemimpinan sebagaimana dimandatkan. Dalam keadaan begini, sebagai pemimin, Soeharto segera disarankan untuk mengundurkan diri.

Pemikiran itu disepakati oleh hampir semua ulama yang hadir, antara lain Kiai Idris Marzuki, KH Abdullah Fakih, Kiai Shaleh Qosim, Kiai Muchid Muzadi dan sebagainya. Hanya Kiai Maimun Zuber dari Sarang yang menolak keputusan itu, dengan alasan Presiden sebagai waliyul amri tidak bisa dimakzulkan di tengah jalan begitu saja, kecuali dengan tegas menyatakankan ketidaksanggupannya. Para ulama lain menilai, pemikiran Kiai Maimun itu fikih sentris yang tidak mempertimbangkah illah (sebab-sebab) sosial dan politik yang melingkupinya.

Sementara para ulama yang lain melihat bahwa kemadlorotan (bahaya) yang ditimbulkan seandainya Soeharto masih berkuasa akan lebih besar, selain rakyat tidak lagi menghendaki karena dianggap korup, zalim, represif dan sebagainya, Soeharto juga terbukti tidak lagi mampu menguasai keadaan, bahkan para pendukungnya sendiri sudah mulai menjauh. Kalau ini dibiarkan maka akan menimbulkan kekacauan bahkan akan muncul konflik yang lebih besar. Pendapat kiai Maimun tidak memperoleh dukungan, sehingga keputusan awal yang disepakati.

Akhirnya diambil beberapa langkah, pertama, para ulama NU akan segera mengirim utusan menemui Presiden Soeharto agar segera mengundurkan diri demi kemaslahatan dan keselamatan bangsa. Kedua, para santri dan kaum muda NU tidak lagi diperkenankan untuk turut berdemonstrasi agar tidak menambah kekeruhan, menimbulkan kerusuhan dan keruwetan. Walaupun diakui bahwa kelompok muda NU menjadi penggerak utama dalam demonstrasi mahasiswa di bawah bendera Forkot dan Famred. Keputusan itu sengaja tidak ditulis, karena akan disampaikan secara lisan agar lebih efektif, dan tidak disabotase di jalan.

Pada tanggal 20 Mei 1998 subuh dini hari, para ulama dari Jawa Timur telah datang ke Jakarta dan berkumpul di kantor PBNU, jalan Karamat Raya 164. Dengan perasaan berdebar, para ulama ini akan menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang otoriter. Mereka sudah bisa membayangkan akan mendapatkan tantangan dari Soeharto, setidaknya akan dimarahi atas kelancangannya dan keberaniannya menyuruh sang penguasa itu mengundurkan diri.

Tetapi kebenaran harus disampaikan dengan risiko apapun. Tugas itu harus dilaksanakan demi umat, negara dan bangsa, sehingga mereka bertekad akan menyampaikan amanah tersebut.

Ketika memasuki kantor PBNU, Kiai Muchid Muzadi dan ulama yang lain bertemu dengan KH Makruf Amin. Dengan nada bercanda, Kiai Makruf bertanya, pagi-pagi begini pada mau ke mana kiai?”

"Lho sampean ini bagaimana, kita kan sama-sama mendapatkan tugas dari rapat untuk menyampaikan pesan Pertemuan Ulama Langitan pada Presiden Soeharto agar mengundurkan diri.” Jawab mereka tegas.

”Situasi telah berubah total Kiai, sehingga keputusan rapat para ulama itu tidak perlu disampaikan lagi,” Kiai Makruf Amin menjelaskan.

”Lho sampean ini bagaimana, amanah ini harus disampaiakan, apapun risikonya”, sergah mereka.

”Begini lho kiai, amanah itu tidak perlu kita sampaikan karena nanti siang sekitar jam 12, presiden Soeharto akan mengumumkan pengunduran dirinya.”

”Oh... benar begitu...?” Komentar para ulama dengan terkaget-kaget.

”Syukurlah, yang penting kita sudah berikhtiar, dan walaupun belum disampaikan usaha kita telah berhasil, ya kita syukuri toh semuanya atas kehendak Allah, Dzat yang memberi kekuasaan dan Dzat yang mencabut kekuasaan, kita hanya sebagai perantara," kata para ulama.

"Dengan demikia kekacauan akan berangsur bisa diperbaiki,” kata mereka lagi dengan lega. []

(Abdul Mun’im DZ)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar