Rabu, 08 Juni 2011

Gus Mus: Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam

Gus Dur dan Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila denganIslamSebuahCatatan
Oleh: KH. Dr. A. Mustofa Bisri

Saat membicarakan Khitthah Nahdlatul Ulamadalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama di Situbondo 16 Rabiul Awwal 1404H / 21 Desember 1983, ada 3 Sub Komisi Khitthah yang masing-masing dipimpinoleh KH. Tholchah Mansoer; Drs. Zamroni, dan H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) –rahimahumuLlah.

Gus Dur waktu itu memimpin Sub. KomisiDeklarasi yang membahas tentang Hubungan Pancasila dengan Islam. Dan Deklarasidi bawah inilah hasilnya:

***
Bismillahirrahmanirrahim
1.    Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesiabukanlah agama, tidak dapat menggantikan agama dan tidak dapat dipergunakanuntuk menggantikan kedudukan agama.
2.    Sila "Ketuhanan Yang Maha Esa" sebagai dasar NegaraRepublik Indonesia menurut pasal 29 ayat 1 Undang Undang Dasar (UUD) 1945, yangmenjiwai sila yang lain, mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalamIslam.
3.    Bagi Nahdlatul Ulama (NU) Islam adalah akidah dan syariah, meliputiaspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antara manusia.
4.    Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upayaumat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
5.    Sebagai konsekwensi dari sikap di atas, NU berkewajiban mengamankanpengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dankonsekwen oleh semua pihak.

Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama
Situbondo, 16 Rabiul Awwal 1404 H / 21 Desember1983 M

***
Rapat untuk merumuskan Deklarasi di atas, hanyaberlangsung singkat sekali. Pimpinan (H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur)membuka rapat dengan mengajak membaca AL-Fatihah. Lalu mengusulkan bagaimanakalau masing-masing yang hadir menyampaikan pikirannya satu-persatu dan usulini disetujui. Kemudian secara bergiliran masing-masing anggota Sub Komisi --dr. Muhammad dari Surabaya; KH. Mukaffi Maki dari Madura; KH. Prof. Hasan dariSumatera; KH. Zarkawi dari Situbondo; dan . A. Mustofa Bisri dari Rembang—berbicara menyampaikan pikirannya berkaitan dengan Pancasila dan apa yang perludirumus-tuangkan dalam Deklarasi.

Setelah semuanya berbicara, Pimpinan punmenkonfirmasi apa yang disampaikan kelima anggota dengan membaca catatannya,lalu katanya: “Bagaimana kalau kelima hal ini saja yang kita jadikan rumusan?”Semua setuju. Pimpinan memukulkan palu. Dan rapat pun usai.

K. Kun Solahuddin yang diutus K. As’ad SamsulArifin untuk ‘mengamati’ rapat, kemudian melapor ke K. As’ad. Ketika kembalimenemui Pimpinan dan para anggota Sub Komisi, K. Kun mengatakan bahwa K. As’adkurang setuju dengan salah satu redaksi dalam Deklarasi hasil rapat dan mintauntuk diganti. Sub Komisi Khitthah pun mengutus A. Mustofa Bisri untukmenghadap dan berunding dengan K. As’ad. Hasilnya ialah Deklarasi di atas.

Yang masih menyisakan tanda Tanya di benak sayaselaku ‘saksi sejarah’, bagaimana Gus Dur bisa begitu cepat menyimpulkan semuayang disampaikan anggota Sub Komisi dan kelimanya –termasuk saya-- merasa bahwakesimpulan yang dirumuskannya telah mencakup pikiran kami masing-masing. Dugaansaya, Gus Dur sudah “membaca” masing-masing pribadi kami dan karenanya sudahtahu apa yang akan kami katakan berkenaan dengan Pancasila, lalu menuliskankelima butir rumusan tersebut. Dugaan ini sama atau diperkuat dengan fenomenayang masyhur: ketika Gus Dur sanggup menanggapi dengan pas pembicaraan orang yang–padahal-- pada saat berbicara, Gus Dur tidur. Wallahu a’lam.

Gus Dur dan K. Cholil Bisri, Situbondo 1983 lahumaal-Faatihah!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar