اللهم
قرّب لقلبي كُل ما هو خير لي.
Yaa gusti Allah... Bawalah kedalam hatiku,
setiap segala apa yang baik untukku.
Al Faatihah... 🤲
renungan harian untuk semuanya
اللهم
قرّب لقلبي كُل ما هو خير لي.
Yaa gusti Allah... Bawalah kedalam hatiku,
setiap segala apa yang baik untukku.
Al Faatihah... 🤲
يا
من يراني على ذنبي فيمهلني
جد
لي بعفو إن الذنب أشقاني.
Wahai
Dzat yang melihatku saat aku berdosa, lalu menangguhkannya.
Limpahkan
ampunan-Mu padaku, karena dosa telah menyengsarakanku.
Al
Faatihah... 🤲
KHUTBAH JUMAT
Ikhtiar
menjadi Muslim yang Beruntung
Khutbah I
إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ
مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا
مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنْ لَّا إلهِ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَلَا مَثِيْلَ
لَهُ، هُوَ الْإِلهُ الْعَفُوُّ الْغَفُوْرُ الْمُسْتَغْنِي عنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ
وَالْمُفْتَقِرُ إِلَيْهِ كُلُّ مَا عَدَاهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ،
صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً يَقْضِي بِهَا حَاجَاتِنَا وَيُفَرِّجُ
بِهَا كُرُبَاتِنَا وَيَكْفِيْنَا بِهَا شَرَّ أَعْدَائِنَا وَسلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَى
صَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ وَآلِهِ الْأَطْهَارِ وَمَنْ وَالَاهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْقَدِيْرِ
الْقَائِلِ فِي مُحْكَمِ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ: وَٱلْعَصْرِ (١) إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ
لَفِى خُسْرٍ (٢) إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟
بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (٣)
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Mengawali khutbah siang yang penuh keberkahan ini, khatib berwasiat kepada kita
semua terutama kepada diri pribadi untuk senantiasa berusaha meningkatkan
kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Taala. Di antara
cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan semua kewajiban dan
meninggalkan seluruh yang diharamkan.
Jamaah yang Berbahagia
Pada siang hari yang penuh kemuliaan ini, khatib akan menyampaikan penjelasan
surat Al-‘Ashr. Bahwa surat tersebut adalah kategori Makkiyyah sebagaimana
pandangan mayoritas ahli tafsir. Menurut sebagian yang lain disebut Madaniyyah
yang terdiri dari tiga ayat, empat belas kata dan enam puluh delapan huruf.
وَٱلْعَصْرِ
Artinya: Demi ashar.
Ayat ini diawali dengan sumpah. Allah bersumpah dengan ‘ashr. Sebagian
ulama menafsirkannya dengan makna shalat ashar. Allah bersumpah dengannya
karena keutamaan yang dimilikinya. Sebagian yang lain memaknainya dengan makna
masa. Allah Ta’ala bersumpah dengan masa karena dalam perjalanan masa
terdapat banyak pelajaran bagi orang-orang yang mau merenung.
إِنَّ ٱلْإِنسَـٰنَ لَفِى خُسْرٍ
Artinya: Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian.
إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟
ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ
Artinya: Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling
menasihati untuk kebenaran dan kesabaran.
Jamaah Rahimakumullah
Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa seluruh manusia dalam kerugian kecuali
orang-orang yang melakukan empat hal. Pertama, memiliki iman. Karena tanpa
iman, seseorang tidak akan selamat di kehidupan akhirat.
Kedua, beramal salih, yaitu melakukan seluruh apa yang Allah wajibkan kepada
hamba-hamba-Nya. Ketiga, saling menasihati untuk kebenaran yakni saling
menasihati untuk melakukan kebaikan. Dan keempat, saling menasihati untuk
kesabaran. Maknanya saling menasihati untuk bersabar melakukan ketaatan,
bersabar meninggalkan kemaksiatan dan bersabar menghadapi musibah. Sebab jika
disebut kata sabar secara mutlak, artinya mencakup sabar melakukan ketaatan,
sabar menahan diri dari kemaksiatan dan sabar menghadapi musibah.
Jadi, seorang muslim minimal ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi
kekufuran. Adapun tambahan dari hal itu dengan melakukan perkara-perkara yang
disebutkan dalam surat ini, adalah sifat orang-orang shalih yang berbahagia dan
selamat dari segala siksa di akhirat.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Sungguh, Allah telah mengagungkan sikap saling menasihati dan saling berwasiat
untuk melakukan dan menetapi kebaikan. Allah Ta’ala berfirman
dalam hadits qudsi:
وَحَقَّتْ مَحَبَّتِيْ عَلَى الْمُتَنَاصِحِيْنَ
فِيَّ (رواه أحمد وابن حبان وغيرهما)
Artinya: Dan telah tetap cinta-Ku bagi orang-orang yang saling menasihati
karena Aku. (HR Ahmad, Ibnu Hibban dan lainnya)
Saling menasihati karena Allah adalah ciri orang-orang mukmin yang sempurna
imannya. Saling menasihati karena Allah artinya saling mengingatkan ketika ada
yang berbuat dosa. Bukan membiarkannya dalam dosa dengan dalih menjaga perasaan
atau dengan dalih menjaga hubungan pertemanan agar tidak terputus. Saling
menasihati karena Allah artinya bekerja sama dalam kebaikan dan meraih ridha
Allah. Bukan bekerja sama untuk meraih harta duniawi dengan mengesampingkan
ridha Allah Ta'ala.
Jamaah yang Dimuliakan Allah
Nasihat seyogianya disampaikan dengan lemah lembut sebagaimana disabdakan oleh
baginda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:
إِنَّ اللهَ يُعْطِيْ عَلَى الرِّفْقِ
مَا لَا يُعْطِيْ عَلَى الْعُنْفِ (رواه ابن حبان وغيره)
Artinya: Sesungguhnya Allah memberikan pada sikap lembut
hasil yang tidak Ia berikan pada sikap keras. (HR Ibnu Hibban dan lainnya)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda:
إنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ
كُلِّهِ (رواه مسلم)
Artinya: Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan pada perkara seluruhnya. (HR
Muslim)
Nasihat juga semestinya disampaikan sekira tidak membuka aib seseorang di
hadapan orang lain. Bahkan jika nasihat itu cukup dengan isyarat, maka kita
lakukan. Jadi seorang muslim yang melakukan dosa dan aib, maka sepatutnya kita
tutupi aibnya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wasallam:
مَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ (رواه ابن ماجه)
Artinya: Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup
aibnya di dunia dan akhirat. (HR Ibnu Majah)
Dalam hadits yang lain, Nabi bersabda:
مَنْ رَأَى عَوْرَةً فَسَتَرَهَا كَانَ
كَمَنْ أَحْيَا مَوْؤُوْدَةً (رواه أبو دود)
Artinya: Barang siapa yang mengetahui aib (pada saudaranya) lalu ia tutupi,
maka ia bagaikan menghidupkan anak perempuan yang dikubur hidup-hidup. (HR Abu
Dawud)
Kaum Muslimin yang Berbahagia
Karena itu, apabila kita melihat aib dari seorang muslim atau ia melakukan
suatu kesalahan, maka selayaknya kita tutupi dan rahasiakan serta tidak kita
buka kedoknya. Melainkan kita nasihati ia secara sembunyi sembunyi, tidak di
hadapan orang lain. Hal ini jika yang ia lakukan adalah aib atau dosa yang
tidak membahayakan orang lain. Sebaliknya, jika dosa itu membahayakan
masyarakat, baik membahayakan eksistensi agama mereka atau kehidupan dunia
mereka, maka kita diperintahkan untuk memperingatkan masyarakat secara
terang-terangan dari orang tersebut.
Kemudian penting untuk diketahui bahwa di antara kesalahan besar yang dilakukan
sebagian orang, jika mereka melihat seseorang salah dalam perkara agama seperti
melakukan shalat dengan tidak benar, orang itu tidak mereka tegur sembari
mereka mengatakan: “Yang penting niatnya”. Lalu mereka berdalih dengan
hadits:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: Sungguh amal-amal itu hanya akan sah dengan
niat. (HR Al-Bukhari Muslim)
Jamaah Jumat yang Berbahagia
Hadits tersebut konteksnya tidaklah seperti yang mereka pahami. Karena kita
dalam masalah ini diperintahkan untuk melakukan dua hal sekaligus: berniat
dengan benar dan melakukan perbuatan dengan benar sesuai tuntunan syariat.
Hadits tersebut artinya bahwa amal saleh jika tidak disertai niat (yang baik
dan benar), maka tidak diterima oleh Allah. Maksudnya bukan berarti seseorang
dibiarkan dalam kebodohannya, lalu yang diperhitungkan dari dia hanya niatnya.
Sedangkan perbuatannya sama sekali tidak diperhitungkan apakah sesuai dengan
tuntunan Rasulullah atau bertentangan dengannya.
Dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim diceritakan bahwa
suatu ketika Rasulullah berada di dalam masjid lalu ada seseorang yang masuk
masjid kemudian melakukan shalat. Setelah itu ia duduk di majelis
Rasulullah.Nabi kemudian bersabda kepadanya: Bangkit lalu shalatlah karena
sesungguhnya engkau belum shalat! Laki-laki itu lalu mengulangi shalatnya
kemudian duduk di majelis Rasulullah. Baginda Nabi lalu bersabda lagi
kepadanya: Bangkit dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!
Lalu laki-laki itu mengulang shalatnya kemudian duduk di majelis Rasulullah.
Lagi-lagi Rasulullah memerintahnya untuk mengulangi shalat dan bersabda:
Bangkit dan shalatlah karena sesungguhnya engkau belum shalat!
Orang itu kemudian berkata: Wahai Rasulullah, aku tidak bisa melakukan shalat
kecuali yang telah aku lakukan. Kemudian Rasulullah mengajarkan kepadanya
tata cara shalat sesuai tuntunan syariat. Rasulullah tidak membiarkannya lalu
mengatakan: Yang penting niatnya.
Begitu pula yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu
Hibban bahwa ada seorang laki-laki yang salah dalam membaca Al-Qur’an,
lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَرْشِدُوْا أَخَاكُمْ
Artinya: Wahai para sahabatku, ajarilah ia bagaimana cara membaca Al-Qur’an
yang benar. (HR Ibnu Hibban)
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Hendaklah kita ketahui bersama bahwa ada sebuah cerita dusta yang dinisbatkan
kepada Nabi Khadhir ‘Alaihis Salam. Diceritakan secara dusta bahwa suatu
ketika Nabi Khadhir bertemu dengan seorang penggembala yang tidak mengetahui
tata cara shalat, lalu Khadhir mengajarinya tata cara shalat yang benar.
Kemudian Khadhir pergi meninggalkan penggembala itu dan berjalan di atas air.
Ketika sang penggembala bangkit untuk melakukan shalat, ia lupa mengenai tata
cara shalat yang diajarkan oleh Khadhir. Lalu ia menyusul Khadhir dan
memintanya berhenti untuk mengajarinya kembali tata cara shalat. Khadhir
menoleh dan mendapati penggembala itu mengikutinya dari belakang dan berjalan
di atas air seperti dia.
Lalu Khadhir berkata kepadanya: Shalatlah seperti yang engkau
mau. Orang-orang yang menceritakan kisah ini mengatakan bahwa sang
penggembala, disebabkan kejernihan hati dan kesucian niatnya, ia dapat berjalan
di atas air. Kisah ini jelas tidak benar dan tidak berdasar. Kisah semacam ini
hanya mendorong orang untuk tetap dalam kebodohan serta melemahkan semangat
orang yang ingin belajar ilmu agama. Orang bodoh yang sama sekali tidak
mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan tuntunan syariat dan tidak
mengetahui ilmu agama yang fardhu 'ain, tidak akan diangkat oleh Allah
menjadi wali-Nya. Sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam As-Syafi’i dan
banyak ulama yang lain.
Hadlratus Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari menegaskan dalam
kitab Tamzizul Haqq minal Bathil:
مَا اتَّخَذَ اللهُ مِنْ وَلِيٍّ جَاهِلٍ
وَلَوِ اتَّخَذَهُ وَلِيًّا لَعَلَّمَهُ
Artinya: Allah tidak mengangkat seorang wali yang bodoh. Seandainya Allah
mengangkatnya menjadi wali, niscaya Ia memudahkan jalan baginya untuk memahami
ilmu agama.
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Disebutkan dalam sebuah atsar bahwa jika seorang sahabat
Nabi bertemu dengan sahabat Nabi yang lain, keduanya tidak berpisah sebelum
yang satu membaca surat Al-‘Ashr kepada yang lain.
Imam as-Syafi’i mengatakan:
لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هذِهِ السُّوْرَةَ
لَكَفَتْهُمْ، وَذلِكَ لِمَا فِيْهَا مِنَ الْمَرَاتِبِ الَّتِي بِاسْتِكْمَالِهَا
يَحْصُلُ لِلشَّخْصِ غَايَةُ كَمَالِهِ إِحْدَاهَا: مَعْرِفَةُ الْحَقِّ، وَالثَّانِيَةُ:
عَمَلُهُ بِهِ، وَالثَّالِثَةُ: تَعْلِيْمُهُ مَنْ لَا يُحْسِنُهُ، وَالرَّابِعَةُ:
صَبْرُهُ عَلَى تَعَلُّمِهِ وَالْعَمَلِ بِهِ وَتَعْلِيْمِهِ. اهـ
Artinya: Seandainya seluruh manusia merenungkan surat ini, niscaya ia cukup
menjadi pedoman bagi mereka. Hal itu dikarenakan surat ini mengandung beberapa
hal yang jika dilakukan seseorang maka ia telah mencapai kesempurnaan iman.
Yaitu (1) Mengetahui kebenaran, (2) Melakukan kebenaran, (3) Mengajarkan
kebenaran itu kepada orang lain yang tidak melakukannya dan (4) Bersabar untuk
mempelajari kebenaran, mengamalkannya dan mengajarkannya.
Jamaah Muslimin Rahimakumullah
Demikian khutbah singkat pada siang hari yang penuh keberkahan ini. Semoga
bermanfaat dan membawa barakah bagi kita semua. Amin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ
اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ
وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ
بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ
فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ
وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ
وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا
خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Ustadz Nur Rohmad, S.Ag., M.Pd.I, Anggota Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur
dan Katib Syuriyah MWCNU Kec. Dawarblandong, Kab. Mojokerto
KHUTBAH JUMAT BAHASA JAWA
Ngisi Umur kelawan Amal Kesaenan
Khutbah I:
الحمدُ
لله حمدًا كثيرًا طيبًا مُبارَكًا فيه كما يُحبُّ ربُّنا ويرضَى، وأشهدُ أن لا إله
إلا الله وحدَه لا شريكَ لَهُ عَظِيمٌ في رُبُوبيَّته وَاُلُوْهِيَّتِهِ وَأَسْمَائِهِ
وَصِفَاتِهِ، حَكيمٌ في مَقَادِيرِهِ وَأَحْكَامِهِ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
ورَسُوْلُهُ اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ، وعَلَى
آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإحْسِانٍ إِلَى يَوْمِ لِقَائِهِ
امَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا الله حقَّ التقوَى، وَقَالَ تَعاَلَى:
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ
إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Jamaah Jumat Rahimakumullah
Monggo kito sami takwo dumateng Gusti Allah wonten ing panggenan pundi kimawon,
sepi utawi rame, susah utawi bungah, kranten saking takwo kito saget pikantuk
rohmat lan ridone Gusti Allah.
Sholawat serto salam mugi tansah keaturaken dumateng Kanjeng Nabi Muhammad
ingkang kito ajeng-ajeng syafaatipun mbenjang wonten akhirat, panggenan ingkang
sejati. Amergi gesang wonten dunyo niku namung sekedap lan dados panggenan
guyonan kimawon.
Gusti Allah dawuh:
وَمَا
هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ
لَهِيَ الْحَيَوَانُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Artosipun: Ora ono urip ing dunyo iku kejobo guyon lan dolanan. Lan saktemene
akhirat iku sejatine panguripan, lamun siro kabeh podo ngerti (Al-Ankabut, 64)
Ayat meniko negesaken bilih gesang ing dunyo niku sejatine namung mampir
ngunjuk tuyo, mampir sekedap, ameng-amengan, mboten langgeng. Pramilo, umure
tiyang gesang wonten dunyo niku nggih sekedap lan dipun imutaken bilih akhirat
niku ingkang dados panggenan sejati, selawase.
Jamaah Jumat Ingkang Minulyo
Ayat kasebat ugi ngimutaken dateng kito sedoyo supados inggal cancut taliwondo
ngisi umur wonten dunyo kelawan amal kesaenan. Sebab katah sanget tiyang
ingkang ngangguraken waktune, malah didamel dolanan kimawon, remen persulayan,
ngapusi, maksiat. Padahal sedoyo niku bakale dipun pertanggungjawabaken
mbenjang dinten kiamat. Kanjeng Nabi dawuh:
ألا
كُلُّكُمْ راعٍ، وكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artosipun: Ilingo, saben siro kabeh iku wong kang angon, lan saben siro kabeh
bakal ditakoni saking angonane (HR. Muslim)
Sebagian ulama njelasaken wong angon teng hadis meniko maksude tiyang ingkang
dipun paringi amanah, misale pemimpin kedah tanggungjawab ingatase rakyate,
wong tuo kedah tanggungjawab ingatase putro-putrone, tiyang alim kedah
tanggungjawab ingatase umate, tiyang sugeng kedah tanggungjawab ingatase tindak
lampahe. Milo, sedoyo tanggungjawab niku wau bakal
ditangletaken wonten ngersane Gusti Allah.
Katah sanget tindak lampah ingkang saget manfaati ing antawisipun:
tolong-tinolong, pesen kebecikan, ucapan sae, rukun, tepo sliro. Nalikane
wonten tiyang ingkang kesusahan, mongko dipun bungahaken penggalihe lan
nalikane wonten tiyang nyuwun tulung, mongko dipun tulungi, lan saling wasiat
kelawan perkawis ingkang bener.
Gusti Allah sampun dawuh wonten surat al-Asr:
وَالْعَصْرِۙ
اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍاِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
Artosipun: Demi mongso, saktemene menungso iku ingdalem getunan, kejobo
wongkang podo iman lan amal soleh lan podo paring nasehat kelawan bener lan
sabar.
Ayat meniko pertelo sanget, kito sedoyo kedah nggunaaken umur, mongso ingkang
sekedap kelawan perkawis ingkang manfaati, sakderenge getunan, kranten wektu
mboten bade balik maleh. Saling ngimutaken antawisipun sederek, paring nasehat
lan pitutur kedah dipun biasaaken tanpo rumongso nggurui.
Jamaah Ingkang Minulyo
Wonten setunggale dawuh Kanjeng Nabi nalikane dipun suwuni pirso poro sahabat:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَنْ خَيْرُ النَّاسِ قَالَ : مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
Artosipun: Duh Kanjeng Nabi, sinten tiyang ingkang langkung sae? Kanjeng Nabi
ngendiko: Wong kang dowo umure lan bagus amale (HR: Tirmidzi)
Hadis niki saget dipun pahami, tiyang ingkang sae niku ingkang pinaringan umur
dowo kanti dipun isi kaliyan amal kesaenan, dipun isi kaliyan perkawis ingkang
manfaati lan migunani dateng tiyang lintu.
Sinaoso mekaten, tiyang ingkang pinaringan umur pendek
ananging nalika gesange dipun isi kaliyan amal
kesaenan nggih kalebet tiyang ingkang sae. Setunggale
dawuh saking Syekh Ahmad ibn Atha'illah as-Sakandari ing kitab al-Hikam:
رُبَّ
عُمُرٍ اتَّسَعَتْ آمادُهُ وَقَلَّتْ أمْدادُهُ، وَرُبَّ عُمُرٍ قَليلَةٌ آمادُهُ كَثيرَةٌ
أمْدادُهُ
Artosipun: Terkadang umur dowo ananging mboten manfaati, lan terkadang
umur pendek ananging katah manfaate.
Walhasil, umur dowo utawi umur pendek niku sedoyo sami bakal dipun suwun
pertanggungjawabane; tiyang ingkang umure dowo lan umure pendek niku sedoyo
sampun ngelampahi nopo mawon?. Syukur-syukur umure dowo dipun isi amal
kesaenan.
Mugi-mugi kito sedoyo pinaringan umur dowo lan gangsar anggenipun
ngelampahi kesaenan lan pikantuk pitulung saking Gusti Allah ingatase istiqomah
ngelampahi perkawis ingkang manfaati lan migunani. Amiin
أعُوْذُ
بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ, بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ . بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكمُ
فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ
وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ
مِنْ كُلَّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغفِرُوْهُ؛ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيُم
Khutbah II:
إنَّ
الْحَمْدَ لِلهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ
شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ
لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ
بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
اما بعد: يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ
وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ
عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ. إنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ,
وَقَاضِى الْحَاجَاتِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِاُمَةِ سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ. وَارْحَمْ
أُمَّةَ سَيِّدِنا مُحَمَّدٍ. وَأَصْلِحْ أُمَّةَ سيدنا مُحَمَّدٍ. اَللّٰهُمَّ انْصُرْهُمْ
عَلَى أَعْدَائِهِمْ وَوَفِّقْهُمْ لِعَمَلٍ صَالِحٍ يَنفَعُهُمْ فِى دُنْيَاهُمْ وَأُخْرَاهُمْ.
اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا وَعُلَمَائَنَا وَزُعَمَائَنَا وَاجْعَلْ
هِمَّتَهُمْ فِى اِزَالَةِ الْمُنْكَرَاتِ وَالْمَعَاصِى وَاهْدِهِمْ سَبِيْلَ الرَّشَادِ
اللَّهُمَّ ارْفَعْ وَادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالطَّاعُوْن
وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ
وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ
بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. اللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ الْعَفْوَ والْعَافِيَةَ وَالْمُعَافَاةَ الدَّائِمَةَ فِى الدِّيْنِ
وَالدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيأ حَسَنَةً, وَفِى ألآخِرَةِ
حَسَنَةً, وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعّالّمِيْنَ
عِبَادَ اللَّهِ. إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى
ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذكُرُوا اللَّهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ. وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ.
وَاسْئَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُؤْتِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz Ahmad Karomi
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوبُنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا.
Wahai
Rabb kami... Janganlah Engkau sesatkan hati-hati kami, setelah Engkau memberi
hidayah kepada kami.
Al
Faatihah... 🤲
Malam
ini, sengaja kuseduh kopi hitam yang paling pahit.
Lantas
kusesap perlahan, hanya sekedar untuk mengingatmu diam-diam.
☕
KHUTBAH JUMAT BULAN SHAFAR
Pilihan Terbaik dalam Mengisi Kemerdekaan RI
Khutbah I
الحَمْدُ
للهِ الّذِي لَهُ مَا فِي السمَاوَاتِ وَمَا فِي اْلأَرْضِ وَلَهُ الحَمْدُ فِي الآخرَة
الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا
يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وهو الرّحِيم الغَفُوْر
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى
الرَّشَادِ
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ
الهَادِيْنَ لِلصَّوَابِ وَعَلَى التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ اْلمَآبِ
اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، اِتَّقُوْااللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ
اِلاَّوَأَنـْتُمْ مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Di kesempatan yang sangat istimewa ini saya mengingatkan diri sendiri dan
jamaah yang hadir untuk berupaya meningkatkan takwallah. Caranya dengan
menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang. Diharapkan takwa tersebut
semakin hari kian kokoh sebagai bekal kita selama di dunia, juga tentu saja
berharap kebahagiaan kelak di alam akhirat, amin ya rabbal alamin.
Hadirin yang Berbahagia
Suatu ketika, khalifah kedua, Sayyidina Umar
bin Khattab Radliyallahu 'Anh pernah melontarkan kalimat berikut ini:
مَتَى
اسْتَعْبَدْتُم النَّـــــــــاسَ وَقَدْ وَلَدَتْهُمْ أُمَّهَاتُهُمْ أَحْرَارًا؟
Artinya: Sejak kapan kalian memperbudak manusia, sedangkan ibu-ibu mereka
melahirkan mereka sebagai orang-orang merdeka. (Kitab Al-Wilâyah ‘alal
Buldân fî ‘Ashril Khulafâ’ ar-Râsyidîn)
Sayyidina Umar memang menyampaikannya dengan nada bertanya, namun sesungguhnya
sedang mengorek kesadaran kita tentang hakikat manusia. Menurutnya, manusia
secara fitrah adalah merdeka. Bayi yang lahir ke dunia tak hanya dalam keadaan
suci, tapi juga bebas dari segala bentuk ketertindasan.
Sebagai konsekuensinya, penjajahan sesungguhnya adalah proses pengingkaran akan
sifat hakiki manusia. Karena itu Islam mengizinkan membela diri ketika
kezaliman menimpa diri. Bahkan, pada level penjajahan yang mengancam jiwa, umat
Islam secara syar'i diperbolehkan mengobarkan perang. Perang dalam konteks ini
adalah untuk kepentingan mempertahankan diri atau defensif, bukan perang dengan
motif asal menyerang yakni ofensif.
Hal ini pula yang dilakukan para ulama, santri, dan umat Islam bangsa ini
ketika menghadapi penjajahan Belanda dan Jepang pada masa lalu. Perjuangan
mereka lakukan bersama berbagai elemen bangsa lain yang tidak hanya beda suku
dan daerah, tapi juga agama dan kepercayaan. Sebab, kemerdekaan memang menjadi
persoalan manusia secara keseluruhan, bukan cuma golongan tertentu. Islam
mengakuinya sebagai nilai yang universal.
Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah
Tanah air menjadi elemen penting dalam perjuangan tersebut. Tanah air tidak
ubahnya rumah yang dihuni jutaan bahkan ratusan juta manusia. Islam mengakui
hak atas keamanan tempat tinggal dan memperbolehkan melakukan pembelaan bila
terjadi ancaman yang membahayakannya.
Al-Qur’an bahkan secara tersirat menyejajarkan posisi agama dan tanah air dalam
surat Al-Mumtahanan ayat 8 sebagai berikut:
لَا
يَنْهَاكُمُ اللهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku
adil. (Al-Mumtahanah: 8)
Seorang pakar ilmu tafsir, KH Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat tersebut
memberi pesan bahwa Islam menyejajarkan antara agama dan tanah air. Oleh
Al-Qur’an, keduanya dijadikan alasan untuk tetap berbuat baik dan berlaku adil.
Al-Qur’an memberi jaminan kebebasan beragama sekaligus jaminan bertempat
tinggal secara merdeka. Tidak heran bila sejumlah ulama memunculkan
jargon hubbul wathan minal iman yakni cinta tanah air sebagian dari
iman.
Jamaah Shalat Jumat yang Mulia
Dengan demikian, cara pertama yang bisa dilakukan untuk mengisi kemerdekaan ini
adalah mensyukuri secara sungguh-sungguh dan sepenuh hati atas anugerah
keamanan atas agama dan negara kita dari belenggu penjajahan yang
menyengsarakan. Sebab, nikmat agung setelah iman adalah aman atau a’dhamun
ni‘ami ba‘dal îmân billâh ni‘matul aman.
Lalu, bagaimana cara kita mensyukuri kemerdekaan ini?
Pertama, mengisi kemerdekaan dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
Menjalankan syariat secara tenang adalah anugerah yang besar di tengah sebagian
saudara-saudara kita di belahan dunia lain berjuang mencari kedamaian. Umat
Islam Indonesia harus mensyukurinya dengan senantiasa mendekatkan diri kepada
Sang Khaliq dan berbuat baik kepada sesama. Perlombaan yang paling bagus adalah
perlombaan menuju pribadi paling takwa karena di situlah kemuliaan dapat
diraih.
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا
وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ
اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS Al-Hujurat: 13)
Yang kedua, mencintai negeri ini dengan memperhatikan berbagai kemaslahatan dan
kemudaratan bagi eksistensinya. Segala upaya yang memberikan manfaat bagi
rakyat luas kita dukung, sementara yang merugikan masyarakat banyak kita tolak.
Dukungan terhadap kemaslahatan publik bisa dimulai dari diri sendiri yang
berpatisipasi terhadap proses kemajuan di masyarakat, andil bergotong royong,
atau patuh terhadap peraturan yang berlaku. Sebaliknya, mencegah mudarat
berarti menjauhkan bangsa ini dari berbagai marabahaya, seperti bencana,
korupsi, kriminalitas, dan lain sebagainya.
Inilah pengejawantahan dari sikap amar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian yang
luas. Ajakan kebaikan dan pengingkaran terhadap kemungkaran dipraktikkan dalam
konteks pembangunan masyarakat. Tujuannya, menciptakan kehidupan yang lebih
harmonis, adil, dan sejahtera. Termasuk dalam praktik ini adalah mengapresiasi
pemerintah bila kebijakan yang dijalankan berguna dan mengkritiknya tanpa segan
ketika kebijakan pemerintah melenceng dari kemaslahatan bersama.
Hadirin yang Mulia
Al-Imam Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali dalam Ihyâ’ ‘Ulûmid Dîn mengatakan
sebagai berikut:
المُلْكُ
وَالدِّيْنُ تَوْأَمَانِ فَالدِّيْنُ أَصْلٌ وَالسُّلْطَانُ حَارِسٌ وَمَا لَا أَصْلَ
لَهُ فَمَهْدُوْمٌ وَمَا لَا حَارِسَ لَهُ فَضَائِعٌ
Artinya: Kekuasaan (negara) dan agama merupakan dua saudara kembar. Agama
adalah landasan, sedangkan kekuasaan adalah pemelihara. Sesuatu tanpa landasan
akan roboh. Sedangkan sesuatu tanpa pemelihara akan lenyap.
Al-Ghazali dalam pernyataan itu seolah ingin menegaskan bahwa ada hubungan
simbiosis yang tak terpisahkan antara agama dan negara. Alih-alih bertentangan,
keduanya justru hadir dalam keadaan saling menopang. Negara membutuhkan
nilai-nilai dasar yang terkandung dalam agama, sementara agama memerlukan
“rumah” yang mampu merawat keberlangsungannya secara aman dan damai.
Indonesia adalah sebuah nikmat yang sangat penting. Kita bersyukur dasar negara
kita senafas dengan substansi ajaran Islam. Kemerdekaan memang belum diraih
secara tuntas dalam segala bidang. Namun, itulah tugas kita sebagai warga
negara yang baik untuk tak hanya mengeluhkan keadaan tapi juga harus turut
serta memperbaikinya sebagai bagian dari ekspresi hubbul wathan. Semoga
Allah Subhânahu Wa Ta‘âlâ senantiasa menjaga negara dan agama kita
dari malapetaka hingga bisa kita wariskan ke generasi-generasi berkutnya, amin
ya rabbal alamin.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ
مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا
نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى
بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ
وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا
الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى
آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ
مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ
الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ
نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي
اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Ustadz Mahbib Khairon
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً.
Yaa
gusti Allah.. Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki
yang halal, dan amal yang diterima.
Al
Faatihah... 🤲
Sungguh
aku masih ingat.
Bagaimana
cepatnya jantungku berdetak ketika pertama kali berbicara denganmu.
Bagaimana
derasnya peluhku ketika pertama kali menatap matamu.
☕
Yaa gusti Allah... Ringankanlah langkah seseorang yang di pundaknya banyak menanggung beban keluarganya. Kuatkanlah raganya, karuniakan kebahagiaan, dan berikan keberkahan pada rezekinya.
Al
Faatihah... 🤲
KHUTBAH JUMAT
Mencintai Tanah Air sebagaimana Diteladankan
Rasulullah
Khutbah I
اَلْحَمْدُ
للهِ، اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ
لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا
أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ
هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ
وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ
وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ
وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ
قَالَ اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Jamaah yang Berbahagia,
Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk terus
meningkatkan takwallah dengan menjalankan perintah dan menjauhi yang dilarang.
Karena betapa banyak kurnia yang telah kita terima hingga saat ini yang hal
tersebut menjadi cukup alasan terus meningkatkan takwallah. Semoga dengan
demikian beragam nikmat akan terus ditambahkan bagi kebaikan kita, keluarga dan
lingkungan sekitar.
Jamaah yang Mulia,
Kita semua tentu punya rumah. Tempat kita
singgah dalam waktu yang lama. Tempat bernaung dan memperoleh keamanan dan
kenyamanan. Di rumah kita menikmati adanya privasi, kedaulatan
untuk—misalnya—beribadah secara khusyuk, belajar dengan fokus, dan sejenisnya.
Rumah adalah kebutuhan pokok sekaligus hak seseorang yang tak boleh dirampas.
Siapa pun tak berhak mencuri harta benda atau mengganggu rumah kita. Dan
Islam menjamin hak-hak ini sehingga si pemilik boleh membela diri. Seorang
pencuri dalam Islam juga tak lepas dari sebuah sanksi.
Lebih luas dari rumah, kita menyebutnya rukun tetangga atau RT. Lebih luas
lagi, ada rukun warga atau RW, kemudian kampung, desa, kecamatan, kabupaten,
provinsi, hingga negara. Dalam bahasa Arab, untuk menyebut istilah-istilah
tersebut dikenal kata dâr yang biasa diartikan rumah, tempat tinggal, negeri,
atau sejenisnya. Kata lain yang juga digunakan adalah wathan yang
berarti tanah air, tanah kelahiran, atau negeri.
Al-Jurjani pernah menyebut istilah al-wathan al-ashli, yaitu tempat
kelahiran seseorang dan negeri di mana ia tinggal di dalamnya.
اَلْوَطَنُ
الْأَصْلِيُّ هُوَ مَوْلِدُ الرَّجُلِ وَالْبَلَدُ الَّذِي هُوَ فِيهِ
Artinya: Al-wathan al-ashli adalah tempat kelahiran seseorang dan negeri
di mana ia tinggal di dalamnya. (Lihat: Ali bin Muhammad bin Ali
Al-Jurjani, At-Ta`rifat, Beirut, Darul Kitab Al-‘Arabi, cet ke-1, 1405 H,
halaman: 327).
Tempat tinggal merupakan keperluan alamiah (thabi’i). Seluruh manusia, bahkan
juga binatang, meniscayakan kebutuhan yang satu ini. Tapi mencintainya adalah
bagian dari mencintai kebutuhan primer manusiawi yang memang sangat dijunjung
tinggi syariat. Tidak salah bila para ulama mengatakan bahwa cinta tanah air
merupakan bagian dari iman atau hubbul wathan minal iman.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sendiri pernah mengungkapkan
rasa cintanya kepada tanah kelahiran beliau, Makkah. Hal ini bisa kita lihat
dalam penuturan Ibnu Abbas Radliyallahu ‘Anh yang diriwayatkan dari
Ibnu Hibban:
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا
أَطْيَبَكِ مِنْ بَلْدَةٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ، وَلَوْلَا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي
مِنْكِ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Alangkah
baiknya engkau (Makkah) sebagai sebuah negeri, dan engkau merupakan negeri yang
paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku
tidak tinggal di negeri selainmu. (HR Ibnu Hibban).
Setelah pengusiran tersebut, Nabi lantas hijrah ke kota Yatsrib yang di
kemudian hari bernama Madinah. Di tempat tinggal yang baru ini, Rasulullah pun
berharap besar bisa mencintai Madinah sebagaimana beliau mencintai Makkah. Hal
ini seperti yang terungkap dalam doa beliau yang terekam dalam
kitab Shahih Bukhari.
اللَّهُمَّ
حَبِّبْ إِلَيْنَا الْمَدِينَةَ كَحُبِّنَا مَكَّةَ أَوْ أَشَدَّ
Artinya: Ya Allah, jadikan kami mencintai Madinah seperti cinta kami kepada
Makkah, atau melebihi cinta kami pada Makkah. (HR Al-Bukhari 7/:161)
Jamaah Shalat Jumat Hadâkumullah,
Jelaslah bahwa cinta Tanah Air
bukanlah ‘ashabiyah atau fanatisme sebagaimana dituduhkan
oleh sebagian kalangan. Seolah-olah cinta tanah air berarti fanatik buta kepada
negeri sendiri lalu mengabaikan atau bahkan merendahkan negeri lain. Tidak
demikian. ‘Ashabiyah yang menjangkiti suku-suku zaman jahiliyah adalah
sesuatu yang sangat dibenci Rasulullah. Fanatisme kesukuan memicu munculnya
banyak perseteruan antargolongan. Menganggap cinta Tanah Air
sebagai ‘ashabiyah sama dengan menganggap Rasulullah melakukan
sesuatu yang beliau benci sendiri. Tentu pandangan ini sama sekali tidak masuk
akal.
Cinta Tanah Air bukan soal egoisme kelompok. Cinta Tanah Air adalah tentang
pentingnya manusia memiliki tempat tinggal yang memberinya kenyamanan dan
perlindungan. Cinta Tanah Air juga tentang kemerdekaan dan kedaulatan. Sehingga
siapa pun yang berusaha menjajah atau mengusir dari tanah tersebut, Islam
mengajarkan untuk melakukan pembelaan. Ketika kondisi aman, mencintai Tanah Air
adalah sebuah hal wajar, bahkan sangat dianjurkan.
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ
مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
الْمُقْسِطِينَ
Artinya: Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.
(Al-Mumtahanah: 8)
Menurut Quraish Shihab, ayat tersebut juga mengindikasikan bahwa Al-Qur’an
menyejajarkan antara agama dan Tanah Air. Al-Qur’an memberi jaminan kebebasan
beragama sekaligus jaminan bertempat tinggal secara merdeka.
Jamaah Shalat Jumat yang Mulia,
Lalu apa manfaat dari cinta Tanah Air? Apa beda
cinta Tanah Air dengan cinta kita terhadap jenis makanan tertentu atau cinta
kita terhadap hal tertentu? Kita mafhum bahwa kata cinta bermakna lebih dari
sekadar kesukaan atau kegemaran. Cinta mengandung asosiasi mengasihi, merawat,
mengembangkan, juga melindungi. Ketika Rasulullah mencintai negeri Makkah, Nabi
menjadi orang yang sangat peduli terhadap penindasan dan bejatnya moral
masyarakat musyrik kala itu. Saat mencintai Madinah, Nabi juga membangun
masyarakat beradab dengan sistem hukum yang adil untuk masyarakat yang majemuk
di Madinah.
Dengan demikian, cinta Tanah Air jauh dari pengertian fanatisme kelompok. Ia
hadir justru dari semangat untuk menghargai seluruh manusia yang tinggal dalam
satu Tanah Air yang sama meski berasal dari kelompok yang berbeda-beda. Cinta
Tanah Air menandakan seseorang untuk hidup saling menghargai, saling menolong,
dan saling melindungi. Karena Tanah Air adalah tempat mereka lahir, sumber
makanan, tempat beribadah, dan mungkin sekali juga tempat peristirahatan
terakhir bagi kita.
Semoga Allah menjadikan negeri kita dalam limpahan keberkahan, aman, damai, dan
sejahtera. Warga di dalamnya dianugerahi petunjuk sehingga mampu bersatu dan
bersama-sama membangun kemaslahatan untuk semua.
بَارَكَ
الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ
مِنْ آيَةِ وَذْكُرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ
وَاِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ
العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ
سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ
صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا
تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ
وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ
وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان
وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا
أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ
مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ
وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا
بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي
اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz Mahbib Khairon