Rabu, 09 Januari 2013

(Ngaji of the Day) Membentengi Aswaja NU Dari Wahabi-Salafi


Membentengi Aswaja NU Dari Wahabi-Salafi

Oleh: DR H. Ainur Rofiq Al-Amin, SH, MA

 

“Virus Wahabi sangat berbahaya. Jika anda sudah terkena virus Wahabi, maka anda akan ringan lidah dalam berucap: “Musyrik! Kafir! Bid’ah! TBC! dan ucapan-ucapan lain yang jelek-jelek kepada saudara sendiri sesama Muslim. Nah, jika anda mengenali gejala-gaejala terkena virus Wahabi dalam pikiran anda, segera obati jangan biarkan berlarut-larut, nanti akan susah diobati. Untuk mendownload Obat Anti Virus Wahabi…..”

 

Itulah salah satu kalimat di dunia maya tentang Wahabi Salafi. Mungkin si pembuat pernyataan di atas betul-betul menganggap berbahaya terhadap Wahabi, atau sekedar guyonan semata. Namun bagi saya sendiri, pemikiran atau ajaran Wahabi tidak berbahaya, karena memang ditegakkan di atas argumen/hujjah yang rapuh bak sarang laba-laba.

 

Sekalipun tidak berbahaya dari aspek kekuatan hujjahnya, akan tetapi dari aspek sosial, para penganut wahabi salafi ini sering membuat statemen yang sangat mudah menyulut dan menyeret konflik masyarakat. Untuk alasan yang terakhir, saya perlu mengemukakan prinsip awal yang harus dipegang oleh setiap muslim.

 

Prinsip pertama tentang persatuan. Sudah seharusnya kita sebagai umat Islam mengutamakan persatuan. Selama dia mengaku muslim dengan mengucap Laa Ilaha Illallah dan mengakui Muhammad sebagai Nabi terakhir, tidak sepantasnya kita tuduh yang macam-macam (kafir, musyrik dll), yang pada akhirnya akan bisa menimbulkan friksi atau perpecahan. Kita harus menyatakan muak dengan perpecahan umat Islam, karena nanti yang untung pasti orang lain, kita buntung. Apalagi di zaman modern ini, umat Islam memang sengaja diadu domba.

 

Prinsip kedua, jangan mudah mengumbar tuduhan yang enggak-enggak. Dalam hal ini, kita dapat memberi contoh sikap dan ucapan sekelompok jamaah yang disinggung di atas, yakni wahabi-salafi. Kelompok ini sering mengklaim (truth claim), mendaku, atau mungkin sekedar mengaku-ngaku sebagai pihak yang selalu berada di rel kebenaran, selalu memegang teguh al-Qur’an, dan berjalan di bawah sinaran sunnah Rasul. Pada akhirnya, mereka sering melontarkan tuduhan-tuduhan kepada kelompok muslim yang lain sebagai pelaku TBC (tahayul, bid’ah, churafat), kafir dan musyrik. Bahkan menganggap terhadap orang muslim tertentu, lebih berbahaya daripada orang Yahudi dan orang Kafir. Mereka memang usil, sirik, sok tahu, sok alim, dan suka iri sehingga sering mempermasalahkan tradisi masyarakat muslim di Indonesia, seperti maulid Nabi, haul ulama, tahlilan, dziba’an, ziarah kubur, qunut shubuh, ratiban, tawassul, menghadiahkan pahala kepada orang yang sudah meninggal, do’a berjama’ah, zikir keras berjama’ah, bersalaman sesudah shalat, dan lain sebagainya. Anehnya, mereka lunak, lemah lembut, dan bersahabat karib, bahkan tunduk dan merunduk-runduk kepada Amerika dan Israel.

 

Orang seperti ini harus kita ingatkan secara halus, tapi kalau tidak bisa, perlu diingatkan dengan “pukulan” yang agak keras dengan diajak berdiskusi dan berdebat secara ilmiah. Makanya, benteng terbaik untuk menghadapi mereka adalah dengan mengkaji secara serius terhadap model berfikir dan argumen mereka. Inilah kewajiban, atau paling tidak, sangat dianjurkan kepada para santri, remaja, dan pemuda, bahkan para tetua NU untuk melakukannya. Sehingga kita tidak mudah gagap atau bingung, rendah diri, dan merasa bodoh ketika berhadapan dengan kelompok wahabi salafi. Tidak ada alasan bagi kita semua untuk malas membaca. Untuk saat ini, buku-buku yang berusaha membedah, membongkar, dan mengkaji secara ilmiah terhadap wahabi salafi sudah sangat banyak dan tersedia di mana-mana.

 

Hal lain yang perlu kita ketahui terkait truth claim (klaim kebenaran) yang dilakukan wahabi salafi seperti dijelaskan di atas (mendaku sebagai pemegang dan pewaris otoritatif terhadap al-Qur’an dan Hadis), adalah realitas para pengikut salafi wahabi ini masih belum puas, sebuah kata pun masih perlu direbut dan diserobot. Kata tersebut adalah SALAF/SALAFI. Kata ini diklaim sebagai hak miliknya –kayak negara Jiran yang suka mengklaim milik Indonesia-. Kata SALAF selalu ditempelkan dalam kajian-kajian mereka dan berupaya diidentikkan sebagai mazhab mereka, mazhab salaf. Padahal salaf atau salafi bukan suatu mazhab tertentu (baca buku Dr. Said Ramadhan al-Buthi yang berjudul As-Salafiyyah).


Tidak berhenti sampai disitu “kerakusan” mereka, kelompok ini tidak puas dengan hanya menyerobot kata SALAF/SALAFI. Mereka bergerak lagi dengan merebut, mengambil alih dan mengklaim sebagai pemilik paten yang sah atas Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

 

Sehingga ketika orang NU menyebut dirinya sebagai aswaja, tentu akan ditolak mentah mentah oleh mereka. Karena apa? Ya karena kita dianggap tidak mengamalkan aswaja versi mereka, karena kita dituduh telah melakukan banyak bid’ah.

 

Di sinilah kita perlu menyadari, bahwa kalau kita menyebut aswaja jangan langsung beranggapan tunggal. Realitas sosiologis membuktikan lain, paling tidak ada aswaja lain, yaitu yang diklaim oleh salafi wahabi. Makanya, di kalangan NU sudah sering menyebut aswaja ala NU (aswaja berdasar Nahdlatul Ulama), atau kalau saya menyebut dengan aswaja moderat, yakni aswaja yang amal ibadah, wiridan, dan tirakat kesehariannya bukan menyalahkan ritual ibadah kelompok lain. Hal ini untuk membedakan dengan kelompok salafi wahabi yang juga mengklaim sebagai kelompok yang paling aswaja dengan dibarengi menyalahkan kelompok lain. Sehingga di sini, kita dapat mengetahui kenapa Pakistan baru-baru ini melarang gerakan aswaja di sana. Ternyata orang-orang yang ada dalam gerakan aswaja tersebut adalah orang-orang wahabi-salafi.

 

Selanjutnya tidak tertutup kemungkinan kelompok ini akan menyerobot dan mengklaim bahwa Islam, Muhammad, bahkan Allah itu sebagai hak milik pribadi kelompoknya. Komunitas muslim lainnya bukan pemilik Islam, pengikut Nabi, dan penyembah Allah. Kalau ini terjadi, maka sungguh tragis, dan wujud dari kemunduran sejarah umat Islam. Tidak tertutup kemungkinan, akan banyak pertikaian karena umat Islam yang lain dianggap tidak Islam. Tentu kita tidak mengharapkan ini terjadi. Kita harus banyak toleran menghadapi kelompok muslim lain, kita harus menghargai perbedaan sembari tidak mengklaim sebagai pemilik Islam satu-satunya, pemegang Sunnah tiada duanya, pengibar panji salaf yang semurni-murninya, sambil menyesat-sesatkan umat Islam lain. Apakah kita senang kalau nanti umat Islam dari kelompok lain banyak yang masuk neraka, dan kita akan sendirian masuk syurga. Alangkah sepinya surga, dan betapa ramainya neraka. Tentu ini adalah bukan harapan kita.

 

Terakhir, mari kita perhatikan sabda Nabi SAW:

 

سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِي آخِرِ الزَّمَانِ أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ لاَ يُجَاوِزُ إِيمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ فَإِنَّ فِي قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، رواه البخاري

 

“Akan keluar suatu kaum di akhir zaman, orang-orang muda usia, pendek akal, mereka berkata-kata dengan sebaik-baik perkataan manusia yang tidak melampaui kerongkongan mereka. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya. Maka, di mana saja kamu menjumpai mereka, perangilah, karena di dalam memerangi mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi yang melakukannya.” (HR.Bukhari)

 

DR H. Ainur Rofiq Al-Amin, SH, MA, Penulis Buku “Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir Indonesia”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar