Tips Menggapai
Kecemerlangan Hidup
Judul Buku : Self Development, Melejitkan
Potensi Personal, Sosial, dan Spiritual
Penulis
: Dr.
Ngainun Naim
Penerbit
: IAIN Tulungagung
Press
Edisi
: Cetakan I, November 2015
Tebal
: x + 222 halaman
Ukuran
: 14.5
x 20.5 cm
Peresensi
: Ali Sumitro, Pendidik dan Peminat Kajian Sosial dan
Keagamaan.
Tak disanksikan lagi
bahwa orang-orang yang menjadi tokoh besar, baik tokoh agama, pendidikan,
politik, ekonomi, sain, budaya dan lainnya, dapat dipastikan hari-harinya
selalu dilalui dengan belajar, belajar dan belajar. Mereka meng”haram”kan
dirinya sikap berpangku tangan dan berdiam diri menunggu keajaiban dari langit.
Bagi mereka belajar adalah panggilan jiwa, <>sehingga tidak pernah
terlewatkan dalam kamus hidupnya membiarkan hari berlalu tanpa aktualisasi
potensi diri. Belajar bagi mereka merupakan kunci penting dalam rangka
pengembangan diri agar selalu meningkat kualitas dirinya. Kualitas yang purna
dapat terwujud bila memiliki keseimbangan pada dimensi personal, sosial, dan
spiritual (h.21). Demikian kira-kira kata kunci buku terbaru karya Dr. Ngainum
Naim ini.
Kata kunci tersebut terkesan sangat sederhana dan mudah dijalankan. Dan memang,
setelah membaca dan menyelami buku ini dengan penuh penghayatan halaman demi
halaman, ternyata tidak sulit bagi siapapun untuk mengaktualisasikan dan
mengembangkan dirinya, asalkan ada kemauan yang kuat dan sungguh-sungguh, serta
memiliki komitmen yang tinggi (intrinsic
commitment), yakni komitmen keras untuk maju yang muncul atas dasar
kesadaran diri dalam diri, bukan atas dasar ikut-ikutan, paksaan, atau karena
pamrih sesaat. Komitmen inilah, menurut penulis, yang membuat seseorang menjadi
pembelajar yang disiplin, tekun, ikhlas, dan rendah hati. (h.43)
Belajar dalam kerangka pengembangan diri ini tentunya tidak dibatasi dan
dipagari oleh sekat-sekat ruang dan waktu. Belajar dalam terminologi ini
memiliki spektrum yang luas. Belajar bukan hanya ketika duduk di bangku
sekolah formal atau kuliah. Belajar sebagai sarana pengembangan diri bisa
dilakukan dengan banyak cara, seperti aktivitas membaca (kauniyah dan qauliyah), seminar,
mendengarkan ceramah, mengikuti pelatihan dan selalu mencari kesempatan lain
yang memungkinkan untuk memperbaiki diri (h.30). Di samping itu, belajar dalam
kaitannya dengan pengembangan diri juga tidak terbatas pada usia tertentu, akan
tetapi aktivitas belajar yang dilakukan sepanjang hayatnya (h. 47), yang dalam
bahasa agama, istilah ini dikenal dengan “minal mahdi ila-allahdi”. (dari
buaian hingga ke liang lahat).
Walau sudah ada karya-karya sebelumnya yang berkaitan dengan upaya memberdayakan
dimensi emosional dan spiritual, seperti Ary Ginanjar Agustian, “Rahasia Sukses
Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual”, Sukidi, “Rahasia Sukses Hidup
Bahagia, Kecerdasan Spiritual: Mengapa SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ”,
Taufik Pasiak, “Manajemen Kecerdasan; Memberdayakan IQ, EQ dan SQ untuk
Kesuksesan Hidup”, namun buku ini sangat menarik dan tetap perlu dibaca oleh
siapapun (lintas profesi), tentunya bagi yang menghendaki adanya kecemerlangan
hidup. Buku ini perlu dimiliki bukan saja karena susunan bahasanya yang renyah
saat dibaca, sederhana dan mudah dipahami, lebih dari itu, penulisnya pandai
menghadirkan kisah-kisah hidup para tokoh sukses dari berbagai bidang
kehidupan; pendidik, penemu, usahawan, artis, dan profesi lainnya, yang secara umum
menunjukkan atas keuletan, usaha keras, pantang menyerah, dan kegigihannya
dalam usaha pengembangan kualitas diri, sehingga mampu menggugah pembacanya
untuk bangkit dan lebih baik lagi. Selain itu, dalam menyajikan hidangan ini,
penulis selalu menyertakan ungkapan bijak dari tokoh tertentu setiap kali
mengawali sub tema barunya. Buku ini akan terasa lebih “menggigit” seandainya
penulis memperkaya tema-tema yang dibahasnya dengan ayat-ayat Al-Qur’an maupun
Hadis yang relevan.
Membaca buku ini rasanya enggan untuk mengakhirinya sebelum halaman terakhir
selesai dilahapnya. Ini lebih disebabkan karena penyajiannya yang sederhana,
praktis, solutif-aplikatif, dan sistematis serta mudah dicerna. Membaca buku
ini terasa seakan sedang melakukan pendakian dan pengembaraan batin
menuju ke puncak kesejatian yang berujung pada satu titik, yakni “ekstase”
spiritual.
Pembaca juga dibawa pada alam realita kehidupan. Kehidupan yang penuh dengan
persoalan kemanusiaan. Menariknya lagi, penulis tidak sekedar menyuguhkan
realita problematika kemanusiaan yang ada di sekitar kita an sich, lebih dari itu,
penulis sekaligus menawarkan obat (solusi) atas berbagai penyakit masyarakat,
yang bila tidak segera diatasi maka lambat atau cepat akan mewabah.
Sebagai seorang yang memiliki latar belakang pendidik dan sekaligus sebagai
praktisi pada sebuah perguruan tinggi Islam, penulis mencoba menyajikan
refleksinya secara komprehensif. Pengembangan diri, bagi Naim, memerlukan
sinergitas antar berbagai potensi yang ada. Menegasikan salah satunya hanya
akan menghasilkan kepribadian yang tidak utuh (split personality). Pengembangan diri yang
melulu mengandalkan kualitas intelektual semata, menurut penulis, tidaklah
cukup memadai dan tidak akan mampu bertahan lama, bahkan akan tergerus seiring
dengan dinamika perubahan zaman yang begitu cepat. Karenanya, perlu dibalut
dengan aspek lainnya, seperti; aspek personal (akhlak, integritas, disiplin
diri, sabar dan syukur (h.63-111), aspek sosial (menyadari kehadiran orang
lain, menghargai orang lain, memahami perbedaan, tidak mengeluhkan orang lain,
tidak iri hati, melakukan kebajikan, dan menebar energi positif (h.123-163),
dan aspek spiritual (h.167-192).
Ketiganya (aspek personal, sosial dan spiritual) merupakan satu kesatuan
potensi yang dimiliki manusia, yang menuntut adanya sinergitas secara intensif
dan terus menerus bagi yang menghendaki adanya pengembangan diri yang
berkualitas, sehingga akan mampu menghantarkan pelakunya memiliki kualitas
hidup yang mencerahkan, kualitas diri yang akan mengubah energi menjadi cahaya,
yang dalam istilah Bobby DePorter, disebut sebagai “quantum” pengembangan diri.
Selamat menyelami… []