Jumat, 29 Januari 2016

(Do'a of the Day) 19 Rabiul Akhir 1437H



Bismillah irRahman irRaheem

In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind

Alhamdulillaahil ladzii kasaanii haadzaa wa razaqaniihi min ghairi haulin minnii wa quwwatin.

Segala puji bagi Allah yang memberi pakaian ini kepadaku dan memberi rejeki kepadaku tanpa ada daya dan upaya daripadaku.

Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 1, Bab 3.

Liburan Yuuuk


(Khotbah of the Day) Tiga Biang Dosa yang Harus Dihindari



Tiga Biang Dosa yang Harus Dihindari

Ada berjuta kesalahan yang diperbuat manusia. Masing-masing berbeda tingkatan dan bentuknya. Dari sekian banyak kesalahan tersebut setidaknya ada tiga yang menonjol dan merahimi kesalahan-kesalahan turunan. Apa sajakah itu?

Khotbah I

إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيِّأتِ أعمالنا مَن يهده الله فلامُضِلَّ لَه وَمن يُضْلِلْهُ فَلَاهَادِيَ لَه، أشهد أن لا اله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده و رسوله. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين، أما بعد. فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله

Jamaah Jum’at rahimakumullah,

Manusia adalah tempat salah dan lupa, kata sebuah Hadits. Pernyataan ini secara sepintas hendak memberi ruang seluas-luasnya bagi manusia untuk berbuat kesalahan, padahal tidak. Justru sebaliknya, Hadits ini ingin memberi rambu-rambu kepada para hamba Allah bahwa diri mereka sangat rentan berbuat lalai dan terjerumus dalam kekeliruan. Yang paling penting bagi manusia adalah senantiasa hati-hati agar tidak terperosok ke lubang dosa dan kesalahan. Tentang hal ini, sebagaiman tercantum dalam kitab Muntabihat ‘alal Isti‘ddi li Yaumil Mî‘âd, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

أَوْحَى اللهُ  تَعَالَى إِلَى مُوْسَى بْنِ عِمْرَان فِي التّوْراتِ: إِنَّ أُمَّهَاتُ اْلخَطَايَا ثَلَاثٌ: الكِبْرُ وَالْحَسَدُ وَالْحِرْصُ، فَنَشَأَ مِنْهَا سِتَّةٌ فَصِرْنَ تِسْعَةٌ: الأُوْلى مِنَ السِّتَّةِ: الشِّبَعُ وَالنَّوْمُ وَالرَّاحَةُ وَحُبُّ الْأَمْوَالِ وَحُبُّ الثَّناَءِ وَالْمَحْمَدَةِ وَحُبُّ الرِّيَاسَةِ

“Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa ibn ‘Imran dalam kitab Taurat: ‘Sesungguhnya induk dari segala kesalahan ada tiga, yakni takabur, hasud, dan tamak. Ketiganya melahirkan enam hal, yaitu rasa kenyang, tidur, waktu senggang, cinta harta, gila pujian, dan cinta jabatan.”

Pertama, takabur atau angkuh atau sombong. Sifat ini sangat menjerumuskan karena seorang hamba dibutakan oleh perasaan diri sendiri yang unggul dan di saat yang bersamaan memandang rendah orang lain. Kita tahu, Iblis dikutuk masuk neraka selama-lamanya karena sifat ini. Perasaan bahwa Iblis lebih utama dan mulia dari Nabi Adam ‘alaihissalam membuatnya membangkang dari perintah Allah subhanahu wata’ala. Ia memilih jatuh dalam kegelapan selamanya ketimbang menaruh rasa hormat kepada Nabi Adam.

Tampaklah bagaimana al-kibru atau keangkuhan memunculkan rasa paling benar sendiri, paling mulia sendiri, dan karenanya secara sadar maupun tidak sadar merasa pantas untuk merendahkan yang lainnya. Sifat takabur juga berakibat pada hilangnya ketawadukan kepada sesama karena telah silap akan kekurangan dan kesalahan diri sendiri.

الكِبْرُ بَطْرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Takabur merupakan sikap mengingkari kebenaran dan memandang remeh manusia yang lain”

Yang kedua, adalah hasud. Istilah lain dari sifat ini adalah iri atau dengki. Orang yang hasud memiliki ciri menjilat ketika sedang berhadapan dan mengumpat saat berada di belakang. Orang yang dihinggapi penyakit hati ini selalu diliputi rasa susah kala menyaksikan orang lain gembira; dan sebaliknya, merasa gembira kala orang lain sedang susah. Selain menyiksa batin sendiri, hasud juga menggerogoti amal kebaikan.

إيَّاكم والحسدَ، فإنَّ الحسدَ يأكلُ الحسناتِ كما تأكلُ النَّارُ الحطبَ

“Jauhilah hasud karena sesungguhnya hasud menggerogoti kebaikan-kebaikan sebagaimana api menggerogoti kayu bakar.” (HR Abu Dawud)

Biang kesalahan yang ketiga adalah al-hirsu atau tamak. Yang dimaksud dalam hal ini adalah serakah terhadap kehidupan duniawi. Sebagaimana yang diberikan kepada Iblis dan binatang, Allah juga menganugerahi kita keinginan-keinginan. Hanya saja Allah memberikah kita batasan-batasan sehingga keinginan tersebut tersalurkan secara manusiawi dan sewajarnya. Tamak tak kalah membahayakannya dari takabur dan hasud. Orang yang dijangkiti sifat serakah biasanya tak peduli dengan kondisi di sekelilingnya, bahkan kadang kondisinya sendiri. Kesilapan dengan keuntungan materi yang besar bisa membuat sebuah perusahaan tambang terus mengeruk kekayaan bumi meski berakibat buruk bagi keseimbangan alam dan kehidupan warga sekitar. Seorang politisi rela melakukan risywah (suap) dan fitnah karena serakah terhadap jabatan.

Jamaah shalat Jum’at yang semoga dirahmati Allah

Ketiga sifat itulah yang disebut ummahatul khathâyâ, biang kesalahan. Dikatakan “biang” karena ketiganya menjadi faktor utama dan pemicu munculnya dosa-dosa lain. Khatib mengajak diri sendiri juga kepada hadirin sekalian untuk senantiasa mengevaluasi diri, seberapa jauh kita dihinggapi ketiga penyakit hati tersebut. Dan mari kita perbaiki selagi kesadaran masih bersemayam di dalam hati. Karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda:

كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَّاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ. رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ

"Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR At-Tirmidzi)


Khotbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ



Sumber: NU Online

Mahfud MD: Dilema Konstitusional Gafatar



Dilema Konstitusional Gafatar
Oleh: Moh Mahfud MD

Bayangkan ini. Mbok Supri diusir dari rumah dan kampungnya karena dituduh berbuat mesum dengan suami orang. Padahal, dia tak punya rumah lain dan tak punya sanak saudara.

Alangkah buruk dan mengerikan jika ada orang atau sekelompok orang diserang dan diusir dari rumahnya, padahal dia tidak punya tanah lain atau tempat lain yang bisa menampungnya. Mau ke mana orang yang seperti itu? Mengeluh dan meminta tolong pun tidak ada yang menghiraukan. Itulah sebabnya kita sangat kaget ketika meluas berita bahwa pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) di Kalimantan Barat diusir dari kediamannya, bahkan ada yang rumahnya dibakar.

Tetapi, sebelum itu kita kaget juga dan sangat kesal ketika tahu bahwa Gafatar merupakan organisasi ”sesat” yang mengatasnamakan agama, sangat merusak, bahkan membahayakan sehingga kita menjadi paham jika banyak orang yang marah atau emosional terhadap para pengikut Gafatar.

Masalahnya memang sangat dilematis. Mengapa? Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan jaminan kepada setiap orang untuk memilih tempat tinggal sesuai dengan kehendaknya sendiri. Hal itu diatur di dalam Pasal 28E Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi, ”Setiap orang berhak memeluk agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.

Berita penyerangan, pembakaran rumah-rumah, dan pengusiran terhadap anggota Gafatar oleh sekelompok warga masyarakat jelas melanggar hak asasi manusia sebagaimana telah dipatri di dalam Pasal 28E UUD kita. Pematrian itu meniscayakan negara memberi perlindungan kepada setiap orang yang mengalami pengusiran.

Kita tak dapat membayangkan betapa buruk dan mengerikan nasib orang yang diusir dari tempat tinggalnya, sementara dia tak mempunyai tempat lain yang bisa ditinggali. Dalam kasus (bekas) anggota-anggota Gafatar misalnya, ada yang sudah menjual semua lahan yang dimilikinya di Jawa (daerah asalnya) dan uangnya sudah dibelikan lahan baru di daerah lain.

Sekarang mereka diusir secara beramairamai dari lahan sempit satu-satunya yang mereka miliki dan tinggali. Mau ke mana mereka? Siapa pun akan merasa ngeri menghadapi persoalan berat yang seperti itu karena mereka bukan hanya hidup tak nyaman, tetapi juga tak aman. Kita mendirikan negara merdeka agar tidak ada lagi di negeri ini orang hidup tersiksa karena tak punya tanah dan tak punya harapan.

Tetapi, dari sisi lain kita mencatat juga bahwa Gafatar merupakan perkumpulan sesat yang membahayakan dan mengancam. Mungkin dengan berpedoman pada konstitusi bahwa setiap orang bebas memeluk agama kita tidak boleh merepresi pengikut Gafatar. Tetapi, gerakan mereka yang sangat menentang kemanusiaan memang bisa dilawan oleh banyak orang sebab langkah-langkah mereka bukan hanya merugikan mereka sendiri, tetapi juga merusak orangorang lain yang dirayunya dengan penuh kesesatan.

Bayangkan saja, banyak orang yang harus menghilangkan diri demi perjuangan yang diajarkan oleh Gafatar. Banyak orang yang hilang dan pergi meninggalkan keluarganya, oleh Gafatar diajak berjuang dengan memaksa pergi diam-diam dari suami atau istrinya. Gafatar juga memaksa anak dipisahkan dari orang tuanya. Katanya demi perjuangan suci.

Pada sisi yang lain lagi harus diingat pula bahwa banyak orang yang ikut Gafatar karena keadaan ekonomi kita yang buruk, timpang, dan tidak berkeadilan. Mereka tidak memahami keadaan, tetapi tidak mampu menanggung beban. Mereka terperangkap untuk mencari jalan baru atau membuat jalan sendiri untuk mengatasi persoalan-persoalan berat yang dihadapi dalam hidup sebagai bangsa.

Kita sama sekali tidak setuju pada tindakan anarkistis masyarakat yang beramai-ramai menyerang dan mengusir anggota Gafatar karena hal itu jelasjelas bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan melanggar konstitusi. Tetapi, pada sisi lain kita paham atas munculnya kemarahan masyarakat terhadap pengikut Gafatar karena ajaran keyakinannya yang merusak.

Ada dilema. Karena, selain memberikan perlindungan terhadap setiap orang untuk memeluk agama masing-masing, konstitusi juga melarang setiap orang merusak kehidupan masyarakat karena hak asasi orang per orang tak bisa dilaksanakan secara terpisah dari hak masyarakat. Itulah sebabnya bahasa yang dipergunakan dalam konteks kebebasan beragama dalam konstitusi kita adalah ”toleransi beragama yang berkeadaban”.

Itu juga yang dikatakan oleh Bung Karno dalam pidato di depan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945. Dalam konteks ini kita menjadi paham, mengapa pada 1965 Presiden Soekarno mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No 1/PNPS/1965 yang berintikan larangan penistaan atau penodaan agama.

Kita memahami pembentukan penpres yang kemudian dikukuhkan menjadi UU tersebut didasarkan pada pandangan agar tidak ada orang dengan seenaknya melahirkan ajaran yang kemudian disebutnya sebagai agama, padahal ajaran yang disebut agama itu menyempal, menodai, dan merusak ajaran pokok dari agama yang sudah ada.

UU tersebut penting justru untuk melindungi warga negara dari tindakan main hakim sendiri oleh warga masyarakat lain yang merasa keyakinannya dirusak. Kita harus mendorong dan mendukung pemerintah untuk menyelesaikan masalah Gafatar ini dengan berpijak pada kemanusiaan dan kewajiban konstitusional negara. []

KORAN SINDO, 23 Januari 2016
Moh Mahfud MD  ;  Guru Besar Hukum Konstitusi

Adhie: Pipanisasi Darat Masela Dihantam Ekonom Neolib Generasi Kedua



Pipanisasi Darat Masela Dihantam Ekonom Neolib Generasi Kedua
Oleh: Adhie M. Massardi

Tidak (boleh) ada pilihan lain bagi pemerintahan Joko Widodo untuk sistem eksplorasi gas alam cair (LNG) Lapangan Abadi Blok Masela, di kawasan Kepulauan Maluku, kecuali dengan pola pipanisasi (onshore).

Skema ini selain mudah dikontrol, akan menciptakan multiplier effect terhadap perekonomian di lingkungan sekitar. Karena  akan menciptakan kawasan (kota) industri seperti Balikpapan dan Bontang. Dan langkah ini sesuai dengan perintah Konstitusi.

Dalam Pasal 33 ayat (3) konstitusi UUD 1945, jelas-jelas dinyatakan: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."

Di masa lalu, duet arsitek ekonomi Orde Baru (Soeharto) Widjojo Nitisastro-Ali Wardhana memang menafsirkan kata "dikuasai" dalam Pasal 33 itu "tidak harus dimiliki" dalam pengertian "mengontrol eksplorasinya". Makanya PT Freeport Indonesia, perusahaan asing (AS) pertama yang menikmati hasil penafsiran Pasal 33 versi begawan ekonomi neo-leberal (neolib) ini, sejak 1967 sangat leluasa menambang dan menjadikan cadangan emas besar di Papua itu, sebagai aset perusahaan yang sahamnya bisa dilego di pasar modal internasional.

Penafsiran Pasal 33 secara liar itu terus dikembangkan oleh ekonom neolib generasi kedua seperti Boediono, Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, dan diikuti oleh generasi ketiga seperti Sudirman Said, Rhenald Khasali, Chatib & Faisal Basri Cs.

Maka tak heran bila lebih dari 70% kekayaan alam kita (energi, sumber daya mineral) dimiliki dan dikontrol oleh asing. Negara (bangsa Indonesia) hanya mendapat remah-remahnya, itu pun sisa dari yang dikorup para pejabat pemerintah yang main mata dengan pemodal asing.

Kini saatnya kita mengembalikan kedaulatan bangsa, dengan mengelola negeri ini menurut konstitusi UUD 1945. Mengontrol pengelolaan gas Blok Masela adalah simbol kembalinya kadaulatan bangsa. Karena mengikuti keinginan pihak asing untuk memakai pola LNG Terapung, selain tidak akan memberikan dampak apa-apa bagi masyarakat sekitar, juga melepas kontrol sepenuhnya kepada mereka akan LNG yang mereka eksplorasi, sebagaimana kilang-kilang minyak lepas pantai yang juga tak bisa dikontrol berapa yang mereka sedot dan jual di pasar dunia.

Akibat pembiaran panafsiran liar Pasal 33 oleh Widjojo Cs, dilanjut Boediono Cs dan kini Sudirman Said-Faisal Basri dkk, selama lebih dari setengah abad kekayaan alam kita (hutan, minyak, batubara, gas, perkebunan) dikuras bangsa lain secara tak terkontrol. Rakyat mendapatkan kerusakan lingkungan dan limbah beracunnya. Maka penafsiran Pasal 33 model Orde Baru itu harus dikubur dalam-dalam.

Kini semuanya terpulang kepada pemerintahan Joko Widodo. Apakah mau menjalankan perintah konstitusi (UUD 1945) atau tetap mengikuti kehendak pihak asing demi "mengamankan investor" luar negeri.

Padahal kekayaan alam yang terkandung di atas dan di bawah bumi Indonesia bukan milik pemerintah, apalagi milik Joko Widodo. Semua itu milik seluruh rakyat Indonesia.

Sedangkan modal yang dikeluarkan oleh perusahaan (asing) untuk mengeksplorasi/mengeksploitasi kekayaam alam kita, bukanlah jenis investasi yang sungguh-sungguh bisa menunjang perekonomian nasional melainkan untuk perusahaan yang memperoleh konsesi itu sendiri. Berbeda dengan investasi di sektor industri manufaktur, dll. [***]

RAKYAT MERDEKA, 24 Januari 2016
Adhie M. Massardi | Senior Fellow Indonesia Resources Studies (Iress), Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), Koord. Gerakan Indonesia Bersih (GIB)