Tarawih Cepat? Mengapa
Tidak! Ini Panduannya
Di bulan Ramadhan, selalu saja diwarnai
dengan pandangan 'negatif' terhadap pelaksanaan shalat tarawih yang dilakukan
dengan cepat. Padahal shalat cepat bisa saja dilakukan bila memahami aturan
yang dijelaskan ulama madzhab. Dahulu, para ulama pun shalat ratusan, bahkan
ribuan raka'at hanya dalam satu malam.
Selama syarat dan rukun shalat terpenuhi dengan baik, maka shalat apapun
hukumnya sah secara fiqh, baik shalat cepat maupun lambat. Adapun soal diterima
atau tidak oleh Allah SWT, itu hak prerogratif Allah untuk menerima atau
sebaliknya.
Memang, seringkali shalat cepat mengabaikan salah satu rukun daripada shalat.
Namun, pada dasarnya pengabaian terhadap bagian dari rukun shalat itu bukan
disebabkan cepat atau lambatnya shalat, tetapi kebanyakan karena kurang
memahami terhadap rukun (fardlu) shalat.
Shalat cepat, mengapa tidak! Di dalam shalat, rukun (fardlu) yang bersifat
qauliyah, antara lain takbiratul ihram, surah al-Fatihah, tasyahud dan shalawat
dalam tasyahud, serta salam. Adapun bacaan lainnya termasuk daripada
sunnah-sunnah shalat yang tidak akan menyebabkan shalat tidak sah atau batal
bila meninggalkannya.
Ada beberapa tips secara fiqih sebagai aturan dalam melaksanakan shalat dengan
cepat.
1. Niat dan Takbir
Takbiratul Ihram dilakukan bersamaan dengan niat di dalam hati. Keduanya
merupakan bagian daripada rukun shalat. Lafadz takbiratul Ihram adalah Allahu
Akbar (الله أكبر) atau Allahul Akbar (الله الأكبر). Dua lafadz takbir ini diperbolehkan,
kecuali oleh Imam Malik, sehingga ulama menyarankan agar hanya menggunakan
lafadz "Allahu Akbar", untuk menghindari khilaf ulama.
Niat di dalam hati. Adapun melafadzkan niat dihukumi sunnah agar lisan bisa
membantu hati dalam menghadirkan niat. Niat shalat wajib hanya perlu memenuhi 3
unsur, yaitu: (1). Qashdul fi'il (menyengaja suatu perbuatan) seperti lafadh
Ushalli (sengaja aku shalat...); (2). Ta'yin (menentukan jenis shalat), seperti
Dhuhur, 'Asar, dan lain-lain; dan (3) Fardliyyah (menyatakan kefardluannya),
seperti lafadz 'Fardlan'.
Sedangkan shalat sunnah (kecuali sunnah muthlaq) hanya perlu memenuhi 2 unsur,
yaitu Qashdul Fi'li dan Ta'yin. Misalnya shalat tarawih, maka niatnya cukup
dengan lafadh "sengaja aku shalat tarawih" atau "sengaja aku
shalat qiyam ramadlan", sudah mencukupi.
Setelah takbir disunnahkan membaca do'a Iftitah, dan ini bisa ditinggalkan.
2. Membaca Surah Al-Fatihah
Membaca surah al-Fatihah hukumnya wajib, tidak bisa ditinggalkan. Dalam hadits
shahih dijelaskan "لا صَلاَة إِلاَّ بِفَاتِحَة
الكِتابِ (Tidak shalat kecuali
dengan surah Al-Fatihah)". Dalam hal ini, diperlukan kemahiran membaca
cepat dengan tetap menjaga makhrijul huruf dan tajwidnya. Bila mampu, boleh
saja membaca dengan satu kali nafas atau washol seluruhnya selama tidak
mengubah makna.
Membaca surah al-Qur'an setelah al-Fatihah, hukumnya sunnah. Bila ditinggalkan
maka tidak disunnahkan sujud sahwi. Oleh karena, Imam hendaknya tetap membaca
surah walaupun pendek, bahkan walaupun satu ayat.
Sedangkan bagi makmum, sering kali tidak memiliki cukup waktu membaca surah
Al-Fatihah bila menunggu imam selesai. Oleh karena itu, makmum hendaknya bisa
memperkirakan lama bacaan surah Imam atau membaca al-Fatihah bersamaan dengan
Imam, atau pada pertengahan bacaan Al-Fatihah imam lalu disambung kembali saat
selesai mengucapkan amin.
Dalam membaca surah al-Fatihah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, di
antaranya:
a. Ulama Syafi'i dan ulama lainnya memperbolehkan membaca surah Al-Fatihah
dalam shalat dengan salah satu qira'ah sab'ah, dan tidak membolehkan qira'ah
syaddah. Namun apabila membaca dengan qira'ah syaddah tanpa terjadi perubahan
pada maknanya, tidak ada tambahan atau pengurangan huruf maka shalatnya tetap
sah.
b. Wajib membaca surah Al-Fatihah dengan keseluruhan huruf-hurufnya dan
tasydid-tasydinya yang berjumlah 14 tasydid.
c. Apabila membaca dengan Lahn (irama/langgam) yang mengubah makna maka tidak
sah bacaan dan shalatnya bila disengaja. Bila tidak sengaja maka wajib diulang
bacaannya.
3. Ruku', I'tidal, Sujud dan Duduk Diantara Dua Sujud
Yang terpenting dari rukun-rukun shalat diatas adalah thuma'ninah. Thuma'niah
adalah berhenti sejenak setelah bergerak, lamanya sekadar membaca tasbih
(Subhanallah). Kira-kira 1 detik atau tidak sampai 1 detik.
Bacaan dalam ruku', i'tidal, sujud dan duduk diantara dua sujud hukumnya
sunnah, sehingga bisa ditinggalkan. Namun shalat cepat, bacaan tersebut
sangat mencukupi untuk membacanya sehingga sebaiknya tidak ditinggalkan.
4. Tasyahud
Tasyahud akhir hukumnya wajib, sehingga tidak boleh ditinggalkan. Sedangkan
tasyahhud awal bagi shalat yang lebih dari 2 raka'at hukumnya sunnah,
sehingga bisa saja ditinggalkan, tetapi disunnahkan sujud sahwi, baik
ditinggalkan karena lupa maupun sengaja. Tasyahhud dibaca secara sir (lirih)
berdasarkan ijma' kaum muslimin.
Shalat tarawih dikerjakan dengan 2 raka'at satu kali salam, artinya hanya ada
tasyahhud akhir.
Bacaan Tasyahhud
Ada beberapa bacaan tasyahhud sebagaimana dalam riwayat-riwayat hadits.
Diantaranya :
a. Riwayat Ibnu Mas'ud :
التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّباتُ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النَّبيُّ
ورحمة الله وبركاته، السلام علينا وعلى عباد چلله الصالحين، أشهدُ أنْ لا إِلهَ
إِلاَّ اللَّهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
b. Riwayat Ibnu 'Abbas :
التَّحِيَّاتُ
المُبارَكاتُ، الصَّلَواتُ الطَّيِّباتُ لِلَّهِ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا
النَّبيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ
الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّه، وأن مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ
c. Riwayat Abu Musa al-Asy'ari :
التَّحِيَّاتُ
الطَّيِّباتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النبي ورحمة الله
وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ
إِلاَّ اللَّه وأنَّ محَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
d. Riwayat lainnya :
التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّباتُ، السَّلامُ عَلَيْكَ أيُّهَا النَّبيُّ
وَرَحْمَةُ الله وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ
أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ، وأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه
e.
التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ، الزَّاكِياتُ لِلَّهِ، الطَّيِّباتُ الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، السَّلامُ
عَلَيْكَ أيُّهَا النَّبيُّ وَرَحْمَةُ الله وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ
اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ اللَّه وحدَه لا شريكَ له،
وأشهدُ أنَّ محمدا عَبْدُهُ ورَسُولُهُ
f.
التَّحِيَّاتُ
الطَّيِّباتُ الصَّلَوَاتُ الزَّاكِياتُ لِلَّهِ، أشْهَدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ
اللَّه وأن محمدا عبده ورسوله، السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته، السلام
علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
g.
التَّحِيَّاتُ
الصَّلَوَاتُ الطَيِّباتُ الزَّاكِياتُ لِلَّهِ، أشْهَدُ أنْ لا إِلهَ إِلاَّ
اللَّه وحدَه لا شريك له، وأن محمدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، السَّلامُ عليك أيها
النبي ورحمة الله وبركاته، السلام علينا وعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ
h.
بسم
اللَّهِ، التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، الصَّلَوَاتُ لِلَّهِ، الزَّاكِيات لِلَّهِ،
السَّلامُ على النَّبِيّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكاتُهُ، السَّلامُ عَلَيْنا
وَعلى عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، شَهِدْتُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ اللَّهُ،
شَهِدْتُ أنَّ مُحَمَّداً رَسُولُ اللَّهِ
Imam Al-Baihaqi mengatakan bahwa yang tsabit dari Rasulullah Saw ada tiga
hadits: hadits Ibnu Ma'sud, Ibnu 'Abbas dan Abu Musa al-Asy'ari. Ulama lainnya
mengatakan bahwa ketiganya shahih, dan yang paling shahih hadits Ibnu Mas'ud.
Imam al-Nawawi mengatakan, boleh memakai tasyahhud yang mana saja, sebagaimana
nash Imam al-Syafi'i dan ulama lainnya. Namun, menurut Imam al-Syafi'i, yang
paling utama (afdlol) adalah hadits Ibnu 'Abbas karena ada tambahan lafadh
al-Mubarakatu (المُبارَكاتُ).
Bolehkah Membuang Bagian Daripada Tasyahhud?
Dalam hal ini, ada beberapa rincian, bahwa lafadz al-Mubarakatu, al-Shalawatu,
al-Thayyibatu, dan al-Zakiyyatu (المباركات، والصلوات،
والطيبات والزاكيات) hukumnya
sunnah, bukan syarat daripada tasyahhud.
Seandainya pun membuang semuanya lalu mempersingkatnya menjadi
"At-Tahiyyatu Lillahi Assalamu'alaika Ayyuhannabiyyu... dan seterusnya (التحيات للَّه السلام عليك أيُّها النبيّ ... إلى آخره), maka hukumnya boleh. Dalam hal ini,
tidak ada perbedaan didalam madzhab Syafi'iyah.
Sedangkan lafadh "Assalamu'alaika Ayyuhannabiyyu .. dan seterusnya (السلام عليك أيُّها النبيُّ ... إلى آخره), wajib dibaca semuanya. Tetapi dalam dalam ini pun masih ada
pengecualian yaitu pada lafadh "Wa Rahmatullah wa Barakatuh (ورحمة الله وبركاته)".
Bolehkah Membuang Lafadh "ورحمة الله وبركاته"?
Dalam hal ini, setidaknya ada tiga pendapat:
Pertama, pendapat yang paling shahih, adalah tidak boleh membuang satu pun dari
lafadh tersebut.
Kedua, boleh membuang dua lafadh tersebut"ورحمة
الله وبركاته".
Ketiga, boleh membuang lafadh "wa Barakatuh ( وبركاته)", tetapi tidak boleh membuang lafadh
"wa Rahmatullah (رحمة الله)".
Diantara ulama Syafi'iyah, ada yang mengatakan bahwa boleh mempersingkat
tasyahhud dengan semisal lafadh التحيات للَّه، سلام
عليك أيّها النبيّ، سلام على عِبادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أشهدُ أنْ لا إِلهَ
إِلاَّ اللَّه وأنَّ محمداً رسول الله.
Lafadh Salam dalam Tasyahhud
Lafadh salam dalam banyak riwayat menggunakan Alif Lam (AL), yaitu السلام عليك أيُّها النبيّ dan السلام علينا.., namun
sebagian riwayat ada yang tidak menyertakan Ali Lam (AL) yaitu سلام.
Sebagian ulama Syafi'iyah mengatakan, keduanya (baik dengan AL atau tanpa AL)
hukumnya boleh, namun yang paling utama (afdlol) adalah menggunakan Alil Lam
(AL) karena riwayatnya lebih banyak dan dalam rangka kehati-hatian (ihtiyath).
Tertib dalam Membaca Tasyahhud
Tertib (urut) dalam membaca tasyahhud hukumnya sunnah, tidak wajib. Seandainya
pun mendahulukan bagian satu dengan yang lain, maka diperbolehkan menurut
pendapat yang shahih yang dipilih (al-shahih al-mukhtar). Tetapi ada pula
pendapat yang tidak memperbolehkan.
5. Shalawat Kepada Nabi Saw
Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw setelah tasyahhud akhir hukumnya wajib,
sehingga tidak sah shalat seseorang apabila meninggalkan shalawat. Sedangkan
shalawat kepada keluarga Nabi tidak wajib dalam madzhab Syafi'i, namun hukumnya
sunnah menurut pendapat yang shahih serta masyhur. Sebagian ulama Syafi'i
mengatakan tetap wajib.
Lafadh shalawat yang afdlol adalah
اللَّهُمَّ صَلِّ على مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُولِكَ
النَّبِيّ الأُمِّي، وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِه، كما
صَلَّيْتَ على إِبْرَاهِيمَ وَعلى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبارِكْ على مُحَمَّدٍ
النَّبِيّ الأُمِّيّ، وَعَلى آلِ مُحَمَّدٍ وَأزْوَاجِهِ وَذُرّيَّتِهِ، كما
بارَكْتَ على إِبْرَاهِيمَ، وَعَلى آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Diantaranya juga yang wajib adalah boleh menggunakan lafadh اللَّهمّ صلِّ على النبي atau صلى الله
على محمد atau صلى الله على رسوله atau صلى الله على النبي,
tetapi didalam madzhab Syafi'i ada yang tidak membolehkan lafadh tersebut
kecuali lafadh Allahumma Shalli 'alaa Muhammad (اللَّهم
صلِّ على محمد).
Do'a setelah tasyahhud hukum sunnah, sehingga bisa ditinggalkan.
6. Salam
Salam dalam rangka keluar dari shalat termasuk bagian daripada rukun/fardlu
shalat. Bila ditinggalkan maka tidak sah shalat seseorang. Salam yang sempurna
menggunakan lafadh Assalamu'alaikum wa Rahmatullah السَّلامُ
عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ ke kanan satu kali dan ke kiri satu kali.
Salam yang wajib hanya satu kali, sedangkan salam kedua hukumnya sunnah
sehingga bila ditinggalkan tidak akan merusak shalat.
Lafadh Salam
Lafadh salam adalah Assalamu'alaikum (السلام عليكم). Bila mengucapkan salam dengan Salamun
'Alaikum (سلام عليكم) tidak mencukupi menurut pendapat yang lebih shahih (Ashoh),
tetapi menurut pendapat yang Ashoh, boleh seandainya mengucapkan salam dengan
lafadh 'Alaikumussalam (عليكم السَّلام).
Demikian beberapa hal terkait dengan mempersingkat shalat, namun tetap menjaga
aturan-aturan yang sudah diterangkan oleh para ulama. Semoga bermanfaat. []
Abdurrohim, Alumni Pondok Pesantren Manba'us Salam al-Islami Bangkalan Madura.