Kamis, 31 Mei 2012

Bagaimana "rasa" Berbahasa Indonesia Anda?


1. DILARANG SANDAR DIPINTU OTOMATIS ==> saya lebih suka: Dilarang Bersandar Di Pintu Otomatis

2. AWAS TANGAN KEJEPIT ==> saya lebih suka: Awas Tangan Terjepit

Adhie: Ani Kristiani Yudhoyono, Presiden RI 2014-2019


Ani Kristiani Yudhoyono, Presiden RI 2014-2019

Oleh: Adhie M Massardi

Sabtu, 26 Mei 2012 , 14:22:00 WIB



KRISTIANI Herrawati Susilo Bambang Yudhoyono alias Ani Yudhoyono alias Ibu Negara, sudah hampir bisa dipastikan bakal jadi Presiden RI ke-7, menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono, suaminya.



Bagi Partai Demokrat, yang mengendalikan kekuasaan di negeri ini sejak 2004, mempresidenkan istri presiden memang soal gampang, segampang membalik telapak tangan. Mereka sudah membuktikannya pada pemilu 2009. Tanpa kerja keras, dengan mudah mengalikan kemenangan dalam pemilu 2004 jadi tiga kali lipat: dari 7% jadi 21%.



Pada pemilu 2014 nanti, tentu jadi jauh lebih mudah bagi partai yang banyak uang dan sangat berkuasa ini untuk menambah perolehan suara minimal setengah porsi dari hasil pemilu lalu, menjadi 30-an persen.

Maka dengan kebijakan populis sang suami yang presiden, misalnya menggelontorkan lagi BLT (bantuan langsung tunai), ditambah dengan rekening partai dan para petingginya yang sudah gendut, rasanya tinggal melangkah saja bagi Ani Kristiani Herrawati, sang kandidat, untuk memenangi pilpres 2014.



Kalau sudah begini, bangsa Indonesia akan memiliki kebanggaan seperti rakyat Argentina. Punya presiden istri (bekas) presiden. Apalagi namanya juga mirip. Bila di Argentina Cristina de Kirchner, di sini Kristina Yudhoyono. Sama-sama Kristina, cuma beda pemakaian huruf awal dan akhir saja.



Sejarah lembaga kepresidenan kita juga akan menjadi paling lengkap. Selain pernah punya presiden anak presiden (Megawati putri Presiden Soekarno), kini punya presiden istri presiden (Yudhoyono), karena saat terpilih jadi presiden (2014) suaminya kan masih (insya Allah) presiden.



Bagi orang-orang Partai Demokrat, persoalannya kini tinggal bagaimana menetapkan nama sang presiden 2014-2019 itu. Mau tetap Ani Yudhoyono, atau bikin versi baru agar lebih menginternasional? Sehingga bunyinya menjadi Presiden Kristiani Yudhoyono, atau Presiden Kristiani Herrawati Yudhoyono, atau mau disingkat jadi: Presiden RI KH Yudhoyono?



Untuk soal lain, orang Partai Demokrat rasanya tidak perlu bingung. Memang, Bos Besar Partai Demokrat (Susilo BY), pada Presidential Lecture dalam Young Leaders Forum (9 Juni 2011) yang dihadiri anggota Hipmi di hotel Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, pernah bilang begini:



“Nama saya SBY. Jabatan saya Presiden Republik Indonesia ke-6 hasil pemilu 2004 dan pemilu 2009. Saya bukan capres tahun 2014. Istri, saya ulangi, istri dan anak-anak saya juga tidak akan mencalonkan menjadi presiden 2014. Saat ini saya juga tidak mempersiapkan siapa-siapa untuk menjadi capres 2014. Biarlah rakyat dan demokrasi yang berbicara pada tahun 2014 mendatang. Setiap orang memiliki hak dan peluang untuk running for RI-1…”



Kalau ada orang mempersoalkan pernyataan itu, dan menuduh orang-orang Partai Demokrat telah menjilat ludah Ketua Dewan Pembina, jawab saja begini: “Bos Besar kami penganut paham demokrasi sejati. Oleh sebab itu, Bos Besar bakal tunduk pada kehendak rakyat. Jadi kalau rakyat menghendaki istrinya, Bu Ani untuk memimpin negeri ini, insya Allah Bos Besar akan ikhlas…!”



Kalau ditanya soal apakah Ibu Ani Kristiani mampu jadi presiden? Bilang saja: “Bagi Bu Ani itu soal kecil…!”



Saya percaya, bagi Bu Ani jadi presiden RI itu memang soal kecil. Beliau kan sudah bertahun-tahun mendampingi suaminya yang presiden. Dalam hatinya, niscaya Bu Ani berkata, “Kalau jadi presiden RI kerjaannya begini doang sih: Kecil…!” [***]



Sumber:

(Ngaji of the Day) Kepastian Hukum “Itsbat Nikah” Terhadap Status Perkawinan, Anak dan Harta Perkawinan


Kepastian Hukum “Itsbat Nikah” Terhadap Status Perkawinan, Anak dan Harta Perkawinan

Oleh: Prof Dr H Asasriwarni, MH.

(Rais Syuriyah PW Nahdlatul Ulama Sumatera Barat)



Pendahuluan


Kepastian hukum disebut juga dengan istilah principle of legal security dan rechtszekerheid. Kepastian hukum adalah perangkat hukum suatu negara yang mampu menjamin hak dan kewajiban setiap warga negara. Kepastian hukum (rechtszekerheid) juga diartikan dengan jaminan bagi anggota masyarakat, bahwa semuanya akan diperlakukan oleh negara/penguasa berdasarkan peraturan hukum, tidak dengan sewenang-wenang.

Sedangkan Itsbat nikah berasal dari bahasa Arab yang terdiri isbat dan nikah. Itsbat berasal dari bahasa arab yaitu الاثبات yang berarti penetapan, pengukuhan, pengiyaan. Itsbat nikah sebenarnya sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia dengan sedikit revisi yaitu dengan sebutan isbat nikah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan).


Status perkawinan dalam hal ini diartikan dengan keadaan dan kedudukan perkawinan yang telah dilangsungkan. Dalam aspek ini sebenarnya undang-undang telah memberikan rumusan tentang perkawinan yang sah. Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam penjelasan Pasal 2 disebutkan bahwa Dengan perumusan pada Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada Perkawinan diluar hukum rnasing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam Undang-undang ini. Berdasarakan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 UUP dan penjelasannya ini, dapat diketahui bahwa patokan untuk mengetahui suatu perkawinan sah adalah hukum masing-masing agama dan kepercayaan para pihak serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam UUP.


Pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan perkawinan akan menimbulkan kemaslahatan umum karena dengan pencatatan ini akan memberikan kepastian hukum terkait dengan hak-hak suami/isteri, kemaslahatan anak maupun efek lain dari perkawinan itu sendiri. Perkawinan yang dilakukan di bawah pengawasan atau di hadapan Pegawai Pencatat Nikah/Kantor Urusan Agama akan mendapatkan Akta Nikah sebagai bukti telah dilangsungkannya sebuah perkawinan.


Akta Nikah merupakan akta autentik karena Akta Nikah tersebut dibuat oleh dan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah sebagai pejabat yang berwenang untuk melakukan pencatatan perkawinan, dibuat sesuai dengan bentuk yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan dibuat di tempat Pegawai Pencatat Nikah/Kantor Urusan Agama tersebut melaksanakan tugasnya. Meskipun, Peraturan Perundang-Undangan sudah mengharuskan adanya Akta Nikah sebagai bukti perkawinan, namun tidak jarang terjadi suami istri yang telah menikah tidak mempunyai Kutipan Akta Nikah. Kemungkinan yang jadi penyebab tidak adanya Kutipan Akta Nikah disebabkan oleh beberapa faktor seperti; (a) kelalaian pihak suami isteri atau pihak keluarga yang melangsungkan pernikahan tanpa melalui prosedur yang telah ditentukan pemerintah. Hal ini kelihatan semata-mata karena ketidaktahuan mereka mereka terhadap peraturan dan ketentuan yang ada (buta hukum); (b) Besarnya biaya yang dibutuhkan bila mengikuti prosedur resmi tersebut; (c) Karena kelalaian petugas Pegawai Pecatat Nikah/wakil seperti dalam memeriksa surat-surat/persyaratan-persyaratan nikah atau berkas-berkas yang ada hilang; (d) Pernikahan yang dilakukan sebelum lahirnya Undang-Undang Perkawinan (e) Tidak terpenuhinya syarat-syarat untuk berpoligami terutama tidak adanya persetujuan dari isteri sebelumnya.


Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Pasal 100 KUH Perdata tersebut, adanya suatu perkawinan hanya bisa dibuktikan dengan akta perkawinan atau akta nikah yang dicatat dalam register. Bahkan ditegaskan, akta perkawinan atau akta nikah merupakan satu-satunya alat bukti perkawinan. Dengan perkataan lain, perkawinan yang dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama Kecamatan akan diterbitkan Akta Nikah atau Buku Nikah merupakan unsur konstitutif (yang melahirkan) perkawinan. Tanpa akta perkawinan yang dicatat, secara hukum tidak ada atau belum ada perkawinan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Akta Nikah dan pencatatan perkawinan bukan satu-satunya alat bukti keberadaan atau keabsahan perkawinan, karena itu walaupun sebagai alat bukti tetapi bukan sebagai alat bukti yang menentukan sahnya perkawinan, karena hukum perkawinan agamalah yang menentukan keberadaan dan keabsahan perkawinan.


Kompilasi Hukum Islam juga memberikan rumusan tentang perkawinan yang sah dan ketentuan untuk tertibnya perkawinan. Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam memberikan penegasan bahwa “perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat 1 UU no 1 tahun1974 tentang perkawinan. Pasal 5 KHI merumuskan: (1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat; (2) pencatatanperkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.


Selanjutnya Pasal 6 KHI merumuskan: (1) untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah; (2) perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum. Pasal 7 menyebutkan bahwa: (1) perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah; (2) dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama; (3) itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan : (a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; (b) Hilangnya Akta Nikah; (c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; (d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 dan; (e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974; (4) yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu.


Itsbat nikah yang dilaksanak oleh Pengadilan Agama karena pertimbangan mashlahah bagi umat Islam. Itsbat nikah sangat bermanfaat bagi umat Islam untuk mengurus dan mendapatkan hak-haknya yang berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri.


Dalam hubungannya dengan hal di atas, dewasa ini permohonan itsbat nikah yang diajukan ke Pengadilan Agama dengan berbagai alasan, pada umumnya perkawinan yang dilaksanakan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pengadilan Agama selama ini menerima, memeriksa dan memberikan penetapan permohonan itsbat nikah terhadap perkawinan yang dilangsungkan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 - kecuali untuk kepentingan mengurus perceraian, karena akta nikah hilang, dan sebagainya – menyimpang dari ketentuan perundang-undangan (Pasal 49 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama dan penjelasannya). Namun oleh karena itsbat nikah sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maka hakim Pengadilan Agama melakukan “ijtihad” dengan menyimpangi tersebut, kemudian mengabulkan permohonan itsbat nikah berdasarkan ketentuan Pasal 7 Ayat (3) huruf e Kompilasi Hukum Islam. Apabila perkawinan yang dimohonkan untuk diitsbatkan itu tidak ada halangan perkawinan sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka Pengadilan Agama akan mengabulkan permohonan itsbat nikah meskipun perkawinan itu dilaksanakan pasca berlakunya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Padahal, Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan yang disebutkan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itu, penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama tersebut, tidak lebih hanya sebagai kebijakan untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur tentang itsbat nikah terhadap perkawinan yang dilaksanakan pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Eksistensi kepastian hukum istbat nikah terhadap status perkawinan dalam hubungannya dengan pencatatan perkawinan dapat ditinjau dengan putusan Mahkamah Konstitusi atas permohonan judicial review UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pemohon I adalah Hj. Aisyah Mochtar alias Machica binti H. Mochtar Ibrahim dan Pemohon II adalah Muhammad Iqbal Ramadhan bin Moerdiono.


Pokok permohonan menurut para Pemohon ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan menimbulkan ketidakpastian hukum yang mengakibatkan kerugian bagi para Pemohon, khususnya yang berkaitan dengan status perkawinan dan status hukum anak yang dihasilkan dari hasil perkawinan Pemohon I; Bahwa hak konstitusional para Pemohon telah dicederai oleh norma hukum dalam Undang-Undang Perkawinan. Norma hukum ini jelas tidak adil dan merugikan karena perkawinan Pemohon I adalah sah dan sesuai dengan rukun nikah dalam islam. Merujuk ke norma konstitusional yang termaktub dalam Pasal 28B ayat (1) UUD 1945 maka perkawinan Pemohon I yang dilangsungkan sesuai rukun nikah adalah sah tetapi terhalang oleh Pasal 2 UU Perkawinan, akibatnya menjadi tidak sah menurut norma hukum. Akibatnya, pemberlakuan norma hukum ini berdampak terhadap status hukum anak (Pemohon II) yang dilahirkan dari perkawinan Pemohon I menjadi anak di luar nikah berdasarkan ketentuan norma hukum dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Disisi lain, perlakuan diskriminatif ini sudah barang tentu menimbulkan permasalahan karena status seorang anak di muka hukum menjadi tidak jelas dan sah.


Pendapat Mahkamah Konstitusi mengenai pokok permohonan adalah bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang pencatatan perkawinan bahwa sesuai penjelasan umum angka 4 huruf b UU Nomor 1 Tahun 1974 Mahkamah Konstitusi menyimpulkan (1) pencatatan perkawinan bukan faktor yang menentukan sahnya perkawinan (2) pencatatan merupakan kewajiban administrasi yang diwajibkan berdasarkan perundang-undangan. Kewajiban administrasi tersebut dapat dilihat dari dua prespektif, yaitu ; pertama dari prespektif negara, pencatatan dimaksud diwajibkan dalam rangka memenuhi fungsi negara untuk memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak-hak asasi manusia yang bersangkutan yang merupakan tanggung jawab negara dan harus dilakukan sesuai prinsip negara hukum sebagaimana yang dimuat pada Pasal 281 ayat 4 dan ayat (5) UUD 1945. Sekiranya pencatatan tersebut dianggap pembatasan, maka pembatasan yang demikian tidak bertentangan dengan ketentuan konstitusi karena pembatasan dimaksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain. Kedua pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh negara dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting yang berimplikasi terjadinya akibat hukum yang sangat luas, dan dikemudian hari perkawinan itu dapat dibuktikan dengan bukti yang sempurna dengan suatu akta autentik. Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1974 tidak bertentangan dengan konstitusi.


Keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkembangannya ternyata disikapi dengan berbagai pandangan, di antaranya memunculkan kontroversi. Kontroversi yang menonjol adalah dalam memaknai apa yang dimaksud dengan “anak luar kawin”. Sebagian ada yang berpendapat bahwa anak luar kawin adalah anak yang lahir dari perkawinan yang memenuhi syarat syar’i namun tidak dicatatkan (anak yang lahir dari perkawinan di luar ketentuan undang-undang. Pendapat lain menyebutkan bahwa makna anak luar kawin sesuai dengan pemahaman yang umumnya berkembang adalah anak zina. Terhadap makna pendapat kedua akan memunculkan bahaya, karena memberi peluang untuk melegalkan perbuatan zina.


Sebagai upaya mengurai missing link pemahaman tentang sah perkawinan menurut peraturan perundang-udangan, sangat menarik untuk dikemukakan fatwa Mantan Syekhul Azhar (Guru Besar) DR. Jaad al-Haq ‘Ali Jaad al-Haq tentang al-zawaj al-‘urfy adalah sebuah pernikahan yang tidak tercatat sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Syakh Jaad al-haq mengklasifikasikan ketentuan yang mengatur pernikahan kepada dua katagori, yaitu peraturan syara’ dan peraturan yang bersifat al-tawtsiqiy.


Peraturan syara’ adalah peraturan yang menentukan sah atau tidak sahnya sebuah pernikahan. Peraturan ini adalah peraturan yang ditetapkan Syari’at Islam seperti yang telah dirumuskan dalam kitab-kitab fikih dari berbagai madzhab yang pada intinya adalah kemestian adanya ijab dan kabul dari masing-masing dua orang yang berakad (wali dan calon suami) yang diucapkan pada majelis yang sama, dengan menggunakan lafal yang menunjukan telah terjadinya ijab dan kabul yang diucapkan oleh masing-masing dari dua orang yang mempunyai kecakapan untuk melakukan akad menurut hukum syara’ serta dihadiri oleh dua orang saksi yang telah baligh berakal lagi beragama Islam, di mana dua orang saksi itu disyaratkan mendengarkan sendiri secara langsung lafal ijab kabul tersebut. Dua orang saksi tersebut mengerti tentang isi ijab dan kabul itu serta syarat-syarat lainnya seperti yang telah dibentangkan dalam kajian fiqih, dan tidak terdapat larangan hukum syara’.


Peraturan tersebut di atas merupakan unsur-unsur pembentuk akad nikah. Apabila unsur-unsur pembentuknya seperti diatur dalam Syari’at Islam telah secara sempurna terpenuhi, maka menurutnya akad nikah itu secara syar’i telah dianggap sah, sehingga halal bergaul sebagaimana layaknya suami istri yang sah dan anak dari hubungan suami istri itu sudah dianggap sebagai anak yang sah.


Peraturan yang bersifat tawtsiqiy adalah peraturan tambahan dengan tujuan agar pernikahan di kalangan ummat Islam tidak liar, tetapi tercatat pada buku register Akta Nikah yang dibuat oleh pihak yang berwenang untuk itu yang diatur dalam peraturan perundangan administrasi negara. Kegunaannya agar sebuah lembaga perkawinan yang merupakan tempat yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat Islam dapat dilindungi dari adanya upaya-upaya negatif dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Misalnya sebagai upaya antisipasi dari adanya pengingkaran akad nikah oleh seorang suami di kemudian hari, meskipun pada dasarnya dapat dilindungi dengan adanya para saksi, tetapi sudah tentu akan lebih dapat dilindungi lagi dengan adanya pencatatan resmi di lembaga yang berwenang untuk itu. Menurut Undang-Undang Perkawinan Republik Arab Mesir Nomor 78 Tahun 1931 menyatakan tidak akan didengar suatu pengaduan tentang perkawinan atau tentang hal-hal yang didasarkan atas perkawinan, kecuali berdasarkan adanya dekumen resmi pernikahan. Namun demikian menurut fatwa Jad al-Haq Ali Jaad al-Haq, tanpa memenuhi peraturan perundang-undangan itu, secara syar’iy nikahnya sudah dianggap sah, apabila telah melengkapi segala syarat dan rukun seperti diatur dalam Syari’at Islam.


Fatwa Syekh Al-Azhar tersebut, tidak bermaksud agar seseorang boleh dengan seenaknya saja melanggar undang-undang di suatu negara, sebab dalam fatwa beliau tetap mengingatkan pentingnya pencacatan nikah, beliau mengingatkan agar pernikahan di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga menegaskan bahwa perauran perundangan yang mengatur pernikahan adalah hal yang mesti dilaksanakan setiap muslim yang mengadakan perkawinan, sebagai antisipasi bilamana diperlukan berurusan dengan lembaga peradilan. Misalnya jika dikemudian hari salah satu dari suami istri mengingkari perkawinan atau pengingkaran itu muncul ketika akan membagi harta warisan di antara ahli waris.


Wahbah Al-Zulaily dalam karyanya Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, dengan tegas membagi syarat nikah kepada syarat syar’iy dan syarat tautsiqy. Syarat syar’iy adalah suatu syarat tentang keabsahan suatu peristiwa hukum tergantung kepadanya, yang dalam hal ini adalah rukun-rukun pernikahan dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sedangkan syarat tawtsiqiy merupakan suatu yang dirumuskan untuk dijadikan sebagai bukti kebenaran terjadinya suatu tindakan sebagai upaya antisipasi adanya ketidak jelasan di kemudian hari. Syarat tawtsiqiy tidak berhubungan dengan syarat sahnya suatu perbuatan, tetapi sebagai bukti adanya perbuatan itu. Misalnya hadirnya dua orang saksi dalam setiap bentuk transaksi adalah merupakan syarat tawtsiqiy, kecuali kehadiran dua orang saksi itu dalam perikatan pernikahan adalah merupakan syarat syar’iy, karena merupakan unsur pembentuk prosesi pernikahan itu dan yang menentukan pula sah atau tidak sahnya suatu peristiwa pernikahan, disamping sebagai syarat tawtsiqiy.


Contoh syarat tawtsiqiy dalam al-Qur’an adalah syarat pencatatan jual beli dengan tidak secara tunai, sebagaimana ditegaskan dalam Surat al-Baqarah ayat 282, “Ya ayyuhalladzina aamanuu idza tadayantum bidaidin illa ajalin musamma faktubuh” dan pada ayat setelahnya dinyatakan “wa in kuntum ‘ala safarin wa lam tajidu katiban farihanumm maqbuudlah” Apabila penggalan dua ayat ini, dipahami secara tektual belaka tanpa mengaitkannya dengan ajaran pada ayat berikutnya, maka kesimpulan yang segera diperoleh adalah adanya kemestian pencatatan utang piutang dan kewajiban memberikan barang tanggungan sebagai jaminan utang. seolah-olah utang-piutang tidak dianggap sah apabila tidak dicatatkan dan atau tidak ada barang jaminan. Pemahaman seperti ini tidak sejalan dengan pemahaman para ulama yang ahli dibidangnya. Sebab menurut kesimpulan para ulama, kedudukan pencatatan dan barang jaminan, hanyalah sebagai alat bukti belaka dan sebagai jaminan bahwa utang tersebut akan dibayar sesuai waktu yang dijanjikannya. Kesimpulan para ulama tersebut adalah karena pemahaman ayat di atas dihubungkan dengan ayat setelahnya “fa in amina ba’dlukun ‘ala ba’dlin falyuaddi alladzi u’tumina amanatahu” ayat terakhir ini menunjukkan pencatatan dan barang jaminan adalah alat tawtsiqiy, apabila tautsiqiy atau kepercayaan itu telah ada pada masing-masing pihak, maka pencatatan dan barang jaminan itu tidak diperlukan lagi dan utang piutang merupakan amanah yang wajib dibayar.


Perkembangan pemikiran tentang dasar perintah pencatatan nikah, setidaknya ada dua alasan, yaitu qiyas danmaslahah mursalah.


a. Qiyas


1). Diqiyaskan kepada pencatatan kegiatan mudayanah yang dalam situasi tertentu diperintahkan agar dicacat. Firman Allah QS. al-Baqarah ayat 282:


يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ......



Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya ...


2). Apabila akad hutang piutang atau hubungan kerja yang lain harus dicatatkan, mestinya akad nikah yang begitu luhur, agung, dan sakral lebih utama lagi untuk dicatatkan.


3). Akad nikah bukanlah muamalah biasa akan tetapi perjanjian yang sangat kuat, seperti disebutkan dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 21:


وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا



Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu Telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) Telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat.


b. Maslahah Mursalah.


Maslahah mursalah adalah kemaslahatan yang tidak dianjurkan oleh syari’at dan juga tidak dilarang oleh syari’at, semata-mata hadir atas dasar kebutuhan masyarakat. Penetapan hukum atas dasar kemaslahatan merupakan salah satu prinsip dalam penetapan hukum Islam. Dalam hal ini, itsbat nikah dipandang sebagai suatu kemaslahatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.



Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Anak


Sesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa itsbat nikah hanya dimungkinkan bagi perkawinan yang tidak ada bukti dicatatkan oleh lembaga berwenang yang memenuhi peraturan syara’, tentunya itsbat nikah yang dilaksanakan akan memberikan kepastian hukum terhadap status anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut. dalam hal ini, kepastian hukum tentang status anak di antaranya dapat dilihat dari peraturan berikut ini:


a. Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, pada Pasal 28-B ayat (1), yaitu: "Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah";


b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan pada Pasal 42, yaitu : "Anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah";


c. Pasal 2 ayat (1), yaitu : "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu";


d. Pasal 2 ayat (2), yaitu :"Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"


e. Pasal 99 KHI, Anak yang sah adalah: a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah;



b. hasil perbuatan suami isteri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut.


Dilihat dari alasan pengajuan itsbat nikah, alasan utama para pemohon mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama adalah dalam rangka mengurusan Akta Kelahiran anak-anak mereka di samping untuk mendapatkan kepastian hukum perkawinan para pemohon itu sendiri. Ini berarti para orang tua (ayah-ibu) ingin memperjelas status anak-anak mereka yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat atau tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan. Anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat/dicatatkan, pada Akta Kelahiran yang dikeluarkan oleh Kantor Catatan Sipil hanya akan mencantumkan nama ibunya sama dengan Akta Kelahiran anak-anak yang lahir di luar nikah. Konsekuensi hukumnya, kalau anak perempuan ayahnya tidak dapat menjadi wali nikah apabila akan menikah karena mereka hanya dinisbahkan kepada ibunya dan/atau keluarga ibunya, sehingga secara yuridis mereka hanya akan menjadi ahli waris dan mewarisi harta peninggalan ibunya apabila ibunya telah meninggal dunia, sedangkan kepada ayahnya sulit untuk menjadi ahli waris dan mewarisi harta ayahnya karena secara yuridis tidak ada bukti otentik bahwa ia anak ayahnya. Terlebih lagi apabila ayahnya memiliki anak lain dari isteri yang dikawini atau dinikahi secara sah dan dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah. Penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama antara lain bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap anak-anak yang lahir dari perkawinan yang tidak tercatat/dicatatkan.


Undang-Undang Perkawinan (UU No. 1 Tahun 1974) menyebutkan aturan hukum perlindungan anak dalam Pasal 41, 42, 45, 47, 48, dan 49, antara lain berupa status - hubungan hukum, pendidikan dan perawatan, pemeliharaan dan tindakan hukum, dan pemelihraan hak dan harta bendanya. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) perlindungan anak disebutkan dalam Pasal-pasal 98, 99, 104, 105, dan 106. Dan upaya mempertegas dalam memberikan perlindungan anak, negara telah melakukannya secara hukum melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.


Ada beberapa hal penting yang termuat dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, antara lain tentang anak, perlindungan anak dan tujuannya, hak dan kewajiban anak serta kewajiban dan tanggung jawab. Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Dari ketentuan tersebut dapat dipahami bahwa batasan tentang anak tersebut menunjukkan bahwa status anak sudah ditentukan sejak usia dini keberadaannya di dalam kandungan. Dengan perlindungan anak yang disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (2) harus diberikan sejak saat itu pula. Bunyi ketentuan hukum dimaksud adalah, :”Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.


Sehubungan dengan keharusan memberikan perlindungan kepada anak, Pasal 20 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan, “Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak”. Di antara organ dan/atau komponen yang berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak sebagaimana tersebut di atas, adalah negara dan pemerintah. Kewajiban negara dan pemerintah dalam penyelenggaraan perlindungan anak, Pasal 21 Undang-Undang Nomo1 23 Tahun 2002 dinyatakan, “Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran, dan kondisi fisik dan/atau mental”.


Itsbat nikah oleh Pengadilan Agama oleh para pemohon digunakan sebagai alas hukum untuk mencatatkan perkawinannya pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan, dan Kantor Urusan Agama Kecamatan akan mengeluarkan Buku Kutipan Akta Nikah sebagai bukti otentik bahwa suatu perkawinan telah tercatat, untuk selanjutnya Buku Kutipan Akta Nikah itu akan digunakan oleh yang bersangkutan untuk mengurus Akta Kelahiran Anak pada Kantor Catatan Sipil yang mewilayahinya dengan dilampiri penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama.


Pengadilan Agama dengan itsbat nikah mempunyai andil dan kontribusi yang sangat besar dan penting dalam upaya memberikan rasa keadilan dan kepastian serta perlindungan hukum bagi masyarakat. Mereka yang selama ini tidak memiliki Kartu Keluarga karena tidak mempunyai Buku Nikah, setelah adanya penetapan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama mereka akan mudah mengurus Kartu Keluarga dan Akta Kelahiran anak-anaka mereka sehingga sudah tidak kesulitan untuk masuk sekolah. Bahkan, calon jamaah haji yang tidak mempunyai Buku Nikah sangat terbantu dengan itsbat nikah oleh Pengadilan Agama untuk mengurus paspor.


Ketentuan pencatatan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bertujuan agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam (Pasal 5 Ayat (2) Kompilasi Hukum Islam) dan untuk menjamin ketertiban hukum (legal order) sebagai instrumen kepastian hukum, kemudahan hukum, di samping sebagai bukti otentik adanya perkawinan. Pencatatan perkawinan merupakan salah satu bentuk intervensi pemerintah atau negara untuk melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak sosial setiap warga negara, khususnya pasangan suami istri, serta anak-anak yang lahir dari perkawinan itu.


Terpenuhinya hak-hak sosial itu, akan melahirkan tertib sosial sehingga akan tercipta keserasian dan keselarasan hidup bermasyarakat. Berkaitan dengan itu, pencatatan perkawinan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, merupakan salah satu produk politik sosial sebagai deposit politik sosial modern. Oleh karena itu, pasangan suami istri yang telah melakukan perkawinan menurut hukum agama (Islam), tetapi tidak tercatat atau dicatatkan, cukup dilakukan pencatatan pada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan itsbat nikah ke Pengadilan Agama, tanpa harus melakukan nikah ulang atau nikah baru (tajdid an-nikah) karena hal itu bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.


Pemecahan masalah agar anak yang dilahirkan dari perkawinan yang demikian agar mendapatkan status hukum dapat ditempuh sesuai ketentuan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan “bila akta kelahiran tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak ada, maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi syarat”. Bukti-bukti dalam hal ini harus dikembalikan kepada asas umum pembuktian sesuai Pasal 284 Rbg dan 164 HIR untuk membuktikan adanya perkawinan yang sah ditambah bukti lain berupa bukti hasil pemeriksaan tes DNA untuk membuktikan bahwa anak tersebut benar-benar dilahirkan dari suami istri itu. Solusi ini juga sebenarnya mengandung konsekwensi apabila seorang anak dinyatakan sebagai anak sah dari hasil perkawinan poligami di bawah tangan tersebut, walaupun tidak dinyatakan secara tegas, akan berakibat secara tersirat pengadilan telah mengakui adanya perkawinan yang menurut undang-undang terdapat halangan.


Akibat hukum terhadap anak-anak yang dilahirkannya dari perkawinan yang telah memenuhi peraturan syara’ tidak dapat dinyatakan sebagai anak zina yang identik dengan anak di luar perkawinan, melainkan sebagai anak yang sah dengan segala konsekwensi hukumnya, seperti akibat pekawinan tidak tercatat itu menyebabkan anak-anak yang dilahirkan nasabnya dihubungkan kepada kedua orang tuanya itu, demikian pula hak dan kewajiban orang tua terhadap anak-anak seharusnya berjalan sebagai mana mestinya, di antara mereka dapat saling mewarisi satu dengan yang lainnya dan apabila anak yang dilahirkan itu perempuan, maka ayahnya berhak menjadi wali anak perempuannya berlaku secara natural (alamiah) saja. Oleh sebab itu, untuk mendapatkan kepastian hukum harus dilakukan itsbat nikah di pengadilan Agama.




Kepastian Hukum Itsbat Nikah Terhadap Status Harta Perkawinan


Sejalan dengan kepastian hukum itsbat nikah terhadap status perkawinan, status anak, maka itsbat nikah juga akan memberikan kepastian hukum terhadap stutus harta perkawinan. Dengan adanya itsbat nikah, penyelesaian sengketa harta perkawinan dapat merujuk kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada, seperti ketentuan Bab VII UU Nomor 1 tahun 1974 mengatur tentang harta benda dalam perkawinan. Pada pasal 35 disebutkan bahwa (1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; (2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.


Dalam pasal 36 dirumuskan bahwa: (1) Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak; (2) Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai hartanya. Apabila pasangan suami istri itu perkawinannya putus karena perceraian, maka masing-masing pihak akan mendapatkan separoh dari harta bersama (gono gini) yang mereka peroleh selama dalam ikatan perkawinan sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian kawin (Pasal 37 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam).




Kesimpulan


Itsbat nikah menurut peraturan perundang-undangan hanya dimungkinkan terhadap perkawinan yang memenuhi syarat syar’i baik pelaksanaannya sebelum maupun sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan.


Perkawinan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum adalah perkawinan yang sesuai peraturan syar’i dan peraturan tawtsiqiy. Dalam upaya adanya pertanggungjawaban perkawinan dimaksud, perkawinan yang sesuai dengan peraturan syar’i agar juga memenuhi syarat tausiqy, maka itsbat nikah merupakan hal yang mutlak demi tertibnya administrasi perkawinan di wilayah hukum Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta berimplikasi pada kepastian hukum terhadap status perkawinan, status anak, dan status harta perkawinan.



*) Tulisan ini dipresentasikan pada Penelitian dan Diskusi Terbatas Dihadapan Kalangan Hakim Lingkungan Peradilan Agama di Wilayah Padang, 24 Mei 2012

(Do'a of the Day) 10 Rajab 1433H


Bismillah irRahman irRaheem



In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind


Baarakallaahu li kulli waahidin minkum fii shaahibihi wa jama'a bainakumaa fii khairin.



Semoga Allah memberi berkah kepada setiap salah seorang dari kalian berdua terhadap teman hidupnya, dan semoga Dia menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.



Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 14, Bab 4

Rabu, 30 Mei 2012

Pulas Terlelap, Lupa Hutang - (12)

Lihatlah, betapa teramat sangat lelahnya sang bunda... setelah seharian mencari nafkah membantu ayah.

BamSoet: Century dan Tugas Sejarah KPK

Century dan Tugas Sejarah KPK



Bambang Soesatyo

Anggota Timwas Kasus Bank Century/

Komisi III DPR RI



PENUNTASAN skandal Bank Century akan menjadi tonggak baru sejarah penegakan hukum. Maka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menanggapi pekerjaan ini  sebagai  tugas bersejarah. Sangat penting bagi semua pihak untuk ikut memelihara konsistensi dan keberanian KPK.



Stagnasi proses hukum mega skandal Bank Century bukan disebabkan oleh bukti2 permulaan yang sdh berantakan, melainkan hambatan yang justru muncul dari kekuatan kekuasaan yang tdk terlihat yang diduga membuat KPK berpikir dua kali untuk menuntaskannya. Skandal kekuangan terbesar pasca reformasi ini memang tergolong kasus 'ngeri-ngeri sedap'. Ngeri, krn bakal berhadapan dg jantung kekuasaan dan dpt mengakibatkaan serangan balik yg mengancam jabatan siapapun yg menyentuhnya. Sedap, krn siapapun yg mampu menuntaskannya akan tercatan dlm sejaran penegakan hukum negeri ini dg tinta mas.  



Seperti diketahui, Kasus Century sdh hampir 3 tahun jalan ditempat. Hingga kini belum semua pimpinan KPK sepakat menaikkan status kasus Bank Century ke tahap penyidikan.



Kesimpulannya, ada tangan2 yg tdk terlihat yg gigih menghalang2i  agenda penyidikan sebagai kelanjutan dari proses hukum kasus Bank Century. Saya khawatir, ada penegak hukum yg berani menuntaskan skandal ini, sementara penegak hukum lainnya bukan hanya tdk berani, tetapi justru menjadi faktor penghalang.



Mengambinghitamkan masalah bukti permulaan sama sekali tdk beralasan. Bukti2 permulaan kasus ini masih utuh, alias tdk berantakan. Bahkan terus bertambah. Sembilan temuan BPK dlm audit investigatif, ditambah 13 temuan BPK melalui audit forensik  plus hasil pemeriksaan Pansus DPR menjadikan bukti permulaan kasus ini sangat komprehensif.



Insitusi negara yg terlibat dlm skandal ini sangat jelas, dari BI, KSSK hingga LPS. Siapa saja yg memimpin institusi2 itu pun sdh menjadi fakta terbuka. BI kala itu dipimpin Boediono yg kini menjabat Wapres. Sedangkan KSSK dipimpin mantan Menkeu Sri Mulyani. Semuanya tercatat dlm dokumen DPR maupun dokumen BPK.



Baik temuan BPK maupun hasil pemeriksaan Pansus DPR mengindikasikan terjadinya pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara serta indikasi kerugian negara. Sy tdk yakin kalau institusi penegak hukum termasuk KPK tdk memercayai temuan BPK dan DPR itu.



Skandal Bank Century memang bermuatan kepentingan sempit orang-orang kuat.  Selain kepentingan, skandal yang sama juga memuat cerita tentang perilaku orang-orang kuat  itu melanggar hukum, menyalahgunakan kekuasaan dan merampok uang negara. Juga memuat cerita tentang bagaimana orang-orang kuat itu membuat sejumlah skenario untuk menutup-nutupi perilaku korup mereka. 



Karena orang-orang kuat itu sedang menggenggam kekuasaaan, menuntaskan proses hukum mega skandal ini memang sangat berat dan penuh tantangan.  Pada akhirnya, kita semua harus realistis untuk mengakui bahwa KPK memang sedang berhadapan dengan gerombolan kriminal berbaju birokrat, yang berkolaborasi dengan pencuri berbaju bankir. Namun, sekuat apa pun gerombolan kriminal itu, kekuatan kebenaran akan membuat mereka tersandung pada saatnya nanti.



Dengan dukungan yang begitu solid, rakyat telah memercayakan penuntasan skandal ini kepada KPK. Maka, lagi-lagi perlu diingatkan bahwa soliditas kepemimpinan KPK menjadi faktor kunci. Yakinlah, kalau tak satu pun dari unsur pimpinan KPK berselingkuh dengan anggota gerombolan kriminal itu, kasus ini bisa dituntaskan cepat atau lambat.



Penuntasan skandal Bank Century adalah tugas bersejarah bagi KPK, karena pada akhirnya sejarah memang akan mencatatnya sebagai tonggak baru riwayat penegakan hukum di negara ini. Mengapa? Karena penuntasan skandal ini akan menimbulkan efek jera yang luar biasa dan sangat dahsyat. Semua elemen masyarakat , baik pegawai negeri sipil, pebisnis, dan juga komunitas pekerja, akan melihat dan mencatat dalam benak masing-masing betapa KPK begitu heroik menyeret orang-orang kuat yang kurop ke meja hijau. Pada akhirnya, semua orang kuat lainnya, maupun pegawai rendahan di semua institusi negara, akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi atau mencuri uang negara. Wajib hukumnya bagi KPK untuk menuntaskan pekerjaan bersejarah ini.



Oleh karena KPK sedang menghadapi kekuatan sangat besar, sangat penting bagi semua elemen masyarakat pro aktif menjaga independensi, konsistensi dan keberanian KPK. Pengawasan oleh publik akan mempersempit ruang gerak unsur-unsur yang ingin memperlemah KPK.  Keinginan untuk memperlemah KPK bukanlah isapan jempol. Gambaran tentang semakin maraknya praktik korupsi tahun-tahun terakhir ini otomatis menambah jumlah orang yang akan dibidik KPK. Artinya, jumlah kekuatan yang bernafsu memperlemah KPK terus bertambah.



Baru-baru ini, Ketua KPK Abraham Samad mengaku kesulitan menangani kasus Bank Century. Dia menggambarkan status Kasus Century sebagai TKP (tempat kejadian perkara) yang sudah hancur berantakan. Tetapi, dia juga menegaskan, ’’Kami perlu waktu untuk melakukan penyidikan.’’ 



Bagaimana idealnya menyikapi dan memaknai pernyataan Ketua KPK ini? Ada cukup alasan untuk memaknai rangkaian kata-kata yang meluncur dari Ketua KPK itu sebagai pernyataan bersayap. Makna pertama, dia belum mau menyerah untuk menuntaskan kasus ini. Kedua, dia mengingatkan semua orang agar jangan membiarkan kasus ini lenyap ditelan waktu, dan karena itu isunya harus selalu dibuat bergema.



Ketiga, pesan bahwa dia mengalami hambatan internal yang sangat serius. Karenanya, kritik kepada KPK harus berkelanjutan. Dan keempat, menyikapi skandal Century, pimpinan memang tidak kompak. Tidak semua pimpinan KPK berkemauan menuntaskan proses hukum skandal Bank Century.



Komprehensif



TKP maupun barang bukti untuk Skandal Bank Century sama sekali tidak berantakan. Bahkan, sebagian besar bukti sudah diserahkan ke KPK. Kesimpulan dari keseluruhan proses hukum kasus ini hanya satu; KPK sudah seharusnya menaikkan status Kasus Century menjadi penyidikan terhadap sejumlah nama tersangka yang bahkan direkomendasikan oleh Sidang Paripurna DPR.



Kalau ada kemauan kuat, KPK hanya cukup mengacu pada hasil audit investigatif dan audit forensik BPK plus hasil pemeriksaan Panitia Khusus (Pansus) DPR . Menurut audit investigatif BPK per 2008, bailout Bank Century melanggar sejumlah ketentuan. Antara lain, Bank Indonesia (BI) tidak tegas dan hati-hati menerapkan aturan akuisisi;  BI pun tidak segera bertindak tegas atas pelanggaran Bank Century pada 2005-2008; Pun, BI diduga mengubah persyaratan CAR agar Bank Century bisa memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.



Selain itu,. Keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menangani Bank Century tidak mengacu pada data yang lengkap, mutakhir, dan terukur. Bahkan, Kelembagaan Komite Koordinasi saat penyerahan Bank Century pada 21 November 2008 belum dibentuk berdasarkan UU;



Masih menurut BPK,  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diduga merekayasa peraturan agar Bank Century memperoleh tambahan dana. Lalu, selama Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana Rp 938,6 miliar yang melanggar aturan BI.  Bahkan, dana talangan disalahgunakan oleh Robert Tantular.



Berlanjut ke Audit Forensik, BPK melaporkan bahwa ada belasan temuan berupa sejumlah transaksi tidak wajar yang merugikan negara dan masyarakat. Misalnya, penggelapan hasil penjualan US Treasure Strips (UTS) hak Bank Century  sebesar 29,77 juta dolar AS, yang berakibat membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS).  Selain itu, dana kredit kepada 11 debitor tidak digunakan sesuai tujuan pemberian kredit.



Hasil penjualan aset eks jaminan kredit sebesar Rp 58,31 miliar dan Rp 9,55 miliar pun tidak disetor ke Bank Century.  Ada juga temuan tentang penambahan rekening sebuah perusahaan sebesar Rp 23 miliar tanpa ada aliran dana yang masuk ke Bank Century. Dan sebaliknya, terjadi aliran dana dari Bank Century sebesar Rp Rp 465,10 miliar kepada perusahaan yang sama yang berakibat merugikan Bank Century dan membebani PMS.



Temuan dari dua metode audit itu terbilang cukup komprehensif, dan layak sebagai acuan untuk melaksanakan penyidikan. Secara keseluruhan, skandal Bank Century mengindikasikan terjadinya pelanggaran hukum, penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pejabat negara, serta indikasi kerugian negara.



Insitusi negara yang terlibat dalam skandal ini sangat jelas, dari institusi BI, KSSK hingga LPS. Siapa saja yang memimpin institusi-institusi itu pun sudah menjadi fakta terbuka. BI kala itu dipimpin Boediono yang kini menjabat Wakil Presiden. Sedangkan KSSK dipimpin mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Semuanya tercatat dalam dokumen DPR maupun BPK. Jadi, bukti serta catatan-catatan tentang skandal ini sama sekali tidak berantakan. Kalau dibutuhkan, KPK tinggal berkoordinasi saja dengan DPR dan KPK.



Sejak dulu sampai sekarang, hampir semua institusi negara punya satu penyakit atau masalah yang sama, yaitu enggan dan malas menindaklanjuti temuan-temuan BPK tentang penyimpangan atau kesalahan dalam pengelolaan keuangan negara.  Bahkan rekomendasi BPK kepada institusi penegak hukum atas semua temuan penyimpangan itu tidak mendapat respons yang optimal.



Jangan  sampai KPK pun terjangkit penyakit yang satu ini. []



Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

(Ngaji of the Day) Waktu-waktu Shalat


FASAL TENTANG ISRA’ MI’RAJ (3)

Waktu-waktu Shalat



Jabir bin Abdullah RA menceritakan bahwa pada suatu siang sebelum Matahari benar-benar di atas titik atas tertinggi, Rasulullah Muhammad SAW kembali didatangi oleh malaikat Jibril AS seraya berkata kepadanya, ”Bangunlah Wahai Rasulullah dan lakukan shalat.”


Mendengar panggilan ini, Maka Nabi Muhammad pun segera melakukan shalat Dzuhur ketika Matahari telah mulai tergelincir.


Ketika bayang-bayang tampak telah mulai lebih panjang dari sosok asli benda-benda, malaikat Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat lagi.”


Demi mendengar perintah ini pun, Rasulullah SAW kemudian segera melakukan shalat Ashar ketika panjang bayangan segala benda melebihi panjang benda-benda. Kemudian waktu Maghrib menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka beliau SAW melakukan shalat Maghrib ketika matahari terbenam."


Kemudian waktu Isya` menjelang dan Jibril berkata, ”Bangun dan lakukan shalat.” Maka Rasulullah SAW pun segera melakukan shalat Isya` ketika syafaq (mega senja merah) menghilang. Waktu sholat Isya’ ini menjadi waktu sholat terpanjang karena Jibril baru membangunkan kembali nabi Muhammad ketika fajar kedua telah mulai menjelang.


Kemudian waktu Shubuh menjelang dan Jibril berkata, ”Bangunlah wahai Rasulullah dan lakukanlah shalat.” Maka Rasulullah SAW melakukan shalat Shubuh ketika waktu fajar menjelang. (HR Ahmad, Nasa’i dan Tirmidzy)


Tentang waktu sholat Shubuh ini Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang mendapatkan satu rakaat dari shalat shubuh sebelum tebit matahari, maka dia termasuk orang yang mendapatkan shalat shubuh. Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar.” (HR Muslim)


Ust.  A. Khoirul Anam

(Do'a of the Day) 09 Rajab 1433H


Bismillah irRahman irRaheem



In the Name of Allah, The Most Gracious, The Most Kind


Baarakallaahu 'alaika wa jamaa'a bainakumaa fii khairin.



Semoga Allah memberi berkah kepadamu dan semoga Allah menghimpun kalian berdua dalam kebaikan.



Dari Kitab Al-Adzkar - Imam An-Nawawi, Bagian 14, Bab 4

Selasa, 29 Mei 2012

(Kuliner of the Day) Teh Tawar Panas si Abah di Warung Bancakan

Ada di jalan trunojoyo yang gelap dan dingin.



Silahkan pilih dan ambil cangkir sendiri, trus tuangkeun teh-na.


tunggu cemilan pendamping yang hangat dan empuk sampai matang dulu.




kemudian perhatikan sekeliling, cari tempat yang pas dan nyaman.




camkan baik2 do’a ti abah.





dan nikmati kehangatan teh tawar panas dan kelezatan ke baloknya.

Dahlan: Plok Plok Plok di Istana Jogja


Plok Plok Plok di Istana Jogja

Senin, 28 Mei 2012, 07:17 WIB

Menneg BUMN Dahlan Iskan



Belum pernah soal mobil listrik dibahas seserius ini. Serius pembahasannya, tinggi level yang membahasnya, dan Presiden SBY sendiri inisiatornya. Bahkan, Beliau sendiri pula yang memimpin rapatnya.



Ini terjadi Jumat sore lalu di Istana Negara Jogjakarta. Lebih separo menteri anggota kabinet hadir. Semua rektor perguruan tinggi terkemuka diundang: UI, ITB, ITS, UNS, UGM, dan lain-lain. Para rektor itulah yang menyiapkan presentasi hasil kajiannya. Saya sendiri menghadirkan Pandawa Putra Petir yang kini sedang menyiapkan prototipe mobil listrik nasional.



Para rektor itu, di bawah koordinasi Mendikbud Muhammad Nuh dan Menristek Gusti Muhammad Hatta, secara mengejutkan menyajikan hasil kajian akademik yang sangat lengkap dan mendalam. Padahal Presiden SBY hanya memberi waktu 2,5 bulan kepada mereka. Presiden memang pernah mengundang para rektor itu ke Istana Jakarta. Untuk meminta pandangan mereka mengenai realistis tidaknya mobil listrik nasional. Waktu 2,5 bulan ternyata cukup untuk mereka.



Karena itu saat Presiden menagih, yang ditagih begitu siapnya. Rupanya Presiden dan para rektor sama-sama semangatnya. Ini seperti tumbu ketemu tutupnya, Anang ketemu Ashantinya!



Ini juga menunjukkan bahwa dunia perguruan tinggi sebenarnya sudah lama memendam kesumat: melahirkan sesuatu yang bersejarah oleh kemampuan intelektual bangsa sendiri.



Bahwa konsep itu bisa lahir begitu cepat pada dasarnya juga karena dunia perguruan tinggi sudah lama melakukan kajian, riset, dan ujicoba yang mendalam.



Para mahasiswa pun sudah bisa membuatnya. Saya sudah mencoba yang buatan mahasiswa ITS, ITB, atau pun mahasiswa UGM. Sudah bertahun-tahun mereka memendam harapan: kapan hasil riset itu tidak sekadar berhenti sampai di peti. Mereka sudah lama mimpi kapan hasil kajian itu menjadi karya nyata untuk bangsa. Bahkan mereka pernah curiga jangan-jangan kepentingan bisnis besarlah yang membunuh bayi mereka--sejak masih di dalam kandungannya.



Maka begitu Presiden SBY memberikan sinyal yang kuat untuk lahirnya mobil listrik nasional ini, para rektor menyala seperti bensin menyambar bara yang menganga. "Kami sampai kurang tidur dan tidak sempat mengajar," ujar doktor elektro UGM yang terlibat penyiapan konsep itu.



Presiden SBY kelihatan amat puas mendengarkan presentasi Mendikbud dan Rektor UGM yang mewakili para rektor semua. Presiden juga memberikan komitmen yang kuat untuk kelanjutan proyek ini. Para rektor bertepuk tangan berkali-kali.



Kesimpulan paparan akademik para rektor tersebut adalah: kelahiran mobil lisrik adalah suatu keharusan. Kata “keharusan” itu ditulis dengan huruf besar semua. Itu menandakan keniscayaannya. Sedang saat yang tepat untuk melahirkannya, kata kesimpulan itu: sekarang juga. Kata “sekarang” itu juga ditulis dengan huruf besar--menandakan jangan sampai kita mengabaikan momentum.



Terlambat merealisasikannya, kata para rektor, hanya akan membuat Indonesia mengulangi sejarah buruk kita di masa lalu: jadi pasar empuk semata. Kita akan gigit jari untuk kesekian kalinya.



"Secara teknologi, SDM, pasar, dan industrial kita mampu melakukannya," ujar Prof. Dr. Agus Darmadi, guru besar elektro UGM yang mewakili para rektor menyampaikan presentasi.



Paparan para rektor itu tercermin juga dalam paparan tim Pandawa Putra Petir yang dihadirkan setelah itu. Yakni lima putra bangsa yang siap merealisasikannya. Lima orang ini merupakan hasil seleksi dari lebih seribu orang yang mendukung lahirnya mobil listrik nasional. Lima orang inilah yang memenuhi tiga syarat utama sekaligus: kemampuan akademik, pengalaman industri, dan passion untuk mewujudkannya.

Dasep Ahmadi, engineer lulusan ITB dan pendidikan luar negeri sudah lama berada di industri mobil. Kini Dasep mampu memproduksi mesin presisi dan berhasil mengekspornya. Kalau sudah bisa membuat mesin presisi, semua mesin menjadi mudah baginya. Dasep kini lagi menyelesaikan tiga prototipe city electric car. Sudah hampir jadi. Sebulan lagi sudah bisa dikendarai. Bentuknya yang sudah kelihatan, mirip Avanza. Sudah dua kali saya mengunjungi workshop-nya.



Danet Suryatama, engineer lulusan ITS dengan gelar doktor dari Michigan USA, sudah lebih 10 tahun menjadi engineer di pabrik mobil AS. Saat pertemuan dengan Presiden SBY itu Danet baru tiba dari USA. Masih belum mandi. Hampir saja tidak sempat hadir. Pesawatnya dari AS terlambat berangkat.



Saya sudah sekali mengunjungi workshop di Jogja yang akan mengerjakan mobil listriknya. Danet menyiapkan prototipe mobil listrik kelas mewah. "Agar jangan ada anggapan mobil listrik itu ecek-ecek," katanya. Desain mobilnya, yang hanya boleh ditayangkan amat sekilas, membuat penggemar Ferari bisa iri. Dua bulan lagi mobil ini jadi.



Danet sudah siap pulang ke Tanah Air untuk mengabdikan diri bagi bangsa sendiri. Sudah 20 tahun dia berkarya untuk Amerika. Kini, ibunya yang kelahiran Pacitan, seperti memanggilnya pulang.



Ravi Desai, lahir dan lulusan Gujarat. Ravi ahli dalam energi dan menekuni konversi energi. Ravi kini menyelesaikan konversi mobil lama yang ingin diubah menjadi mobil listrik. Saat meninjau proyeknya di Serpong minggu lalu, saya lihat ada dua sedan Timor di situ. Timor itulah yang dicopot mesinnya diganti motor listrik. Dua bulan lagi Timor baru itu sudah bisa meluncur di jalan raya.



Mario Rivaldi, spesialis sepeda motor listrik. Lulusan Inggris dan Jerman yang pernah di ITB ini bukan baru membuat, tapi sudah membuat. Bahkan sepeda motornya sudah lolos uji sertifikasi dan sudah dipatenkan. Mario tidak mau karyanya ini disamakan dengan motor listrik dari Tiongkok yang kini beredar di Indonesia. Kelas motornya yang akan diberi merek Abyor itu jauh di atas yang ada.



Tentu karya keempat engineer itu tidak akan bisa disebut mobil listrik nasional kalau komponen buatan dalam negerinya tidak memadai. Itulah sebabnya diperlukan si bungsu dari Pandawa: umurnya masih sangat muda (termuda di antara sang Pandawa) tapi namanya masih harus dirahasiakan. Waktu diminta oleh Bapak Presiden SBY untuk bicara, dia juga hanya bicara seperlunya.



Anak Padang ini ahli membuat komponen motor. Dia sudah punya belasan paten motor di luar negeri. Dia juga bersedia pulang. Untuk menjadi pelopor industri komponen motor di dalam negeri. Sudah 14 tahun dia di negara maju, kini saatnya dia kembali. Semangatnya untuk mengabdi pada bangsa sendiri ternyata begitu tinggi.



"Dalam satu mobil," kata sang Sadewa ini, "diperlukan 150 motor." Kalau satu juta mobil diperlukan 150 juta motor. Semuanya impor. Satu pabrik gula besar bisa memerlukan 1.000 motor. Apa saja, memerlukan motor. Tapi kita belum bisa membuatnya.



Sadewa dari Sumbar inilah yang akan mengubahnya. Kini dia sedang membentuk tim yang kuat. Dia akan keliling perguruan tinggi mencari tenaga yang handal untuk menjadi timnya. Dalam tiga bulan ke depan prototipe motornya akan lahir di Bandung. Tentu Sadewa akan memprioritaskan motor untuk mobil listrik nasional lebih dulu.



Melihat tekad putra-putra bangsa itu Presiden SBY tidak bisa menyembunyikan keterharuannya. Wajah, mimik dan kata-kata Presiden membuat suasana pertemuan sore itu campur aduk: haru dan bangga!



Presiden memberikan dukungan penuh pada lahirnya babak baru ini. Misalnya dukungan regulasi dan insentif. Menperin MS Hidayat juga sangat bersemangat. Ia komit memberi dukungan yang diperlukan.



Lantas, kata penutup dari Presiden SBY dalam pertemuan itu seperti sapu jagad: dalam tiga bulan ke depan konsep regulasi yang diperlukan berikut insentif yang diinginkan sudah harus berhasil dirumuskan. Dan Presiden SBY akan menagihnya.



Tepuk tangan pun menggemuruh: plok-plok-plok!



*Menneg BUMN Dahlan Iskan



Sumber: